"Bu Ai mungkin masih mengalami shock atas apa yang terjadi. Tapi, tidak ada masalah dengan hal itu sebab mungkin sebentar lagi pasti akan bangun. Tapi, maaf sekali ... ada sedikit masalah dengan kakinya. Mungkin akan pincang setelah ini. Hal itu diakibatkan benturan keras yang mengenai kaki kanannya."Penjelasan itu membuat Arzi terdiam. Ia tak mampu untuk berkata-kata sekarang."Apa ada pertanyaan lain, Pak?"Arzi masih saja diam. Ia bingung harus berkata apa. Memang, putrinya masih ada hingga saat ini adalah sebuah bentuk rasa syukur, namun kejadian itu telah membuat hidupnya berubah mulai saat ini."Pak?" panggil sang dokter lagi sambil mengguncang tubuh pria itu."Dok, tapi masih ada harapan kan, putri saya akan sembuh?""Ada, Pak. Ada kemungkinan besar untuk itu. Kita doakan saja yang terbaik dan perlakukan juga Bu Ai dengan baik. Jangan sampai beliau merasa down dengan hidupnya sendiri, sebab saya sendiri juga tau kalau Bu Ai adalah orang yang suka bekerja keras."Setelah itu, Ar
Elvina merasakan sakit yang teramat di tubuhnya. Namun, ia tidak bisa menjelaskan rasa sakit itu pada siapapun. Sebab seluruh bagian tubuhnya benar-benar digerogoti."Kak El, tidak apa-apa? Aku mau masuk, Kak!" panggil TIffany yang tidak bisa dijawab oleh wanita itu sejak tadi.Memaksakan diri untuk bergerak ke arah pintu. Ia kemudian memasang suara kuatnya."Tif, tolong ambilkan sebotol air minum, ya?"Tanpa banyak tanya, gadis itu segera melakukannya. Beberapa saat kemudian, ia memberikan minuman itu pada Elvina sekarang.Menunggu hingga dua menit sampai akhirnya wanita itu ke luar dengan keadaan yang tidak terlalu buruk. Rasa khawatir Tiffany sedikit mampu diminimalisir."Kakak kenapa, sih? Kakak sakit apa? Coba cerita samaku. Nanti bisa dibantu. Lah kalau didiamkan begini, ya bagaimana bisa aku berbuat apa-apa?""Tif, tadi cuma gejala penyakit galau. Soalnya, sudah lama cari pasangan ke sana ke mari tetap tidak ketemu juga. Ya, jadi begini akibatnya.""Ih si Kakak bisa saja. Sakit-
Danny tampak keheranan sebab tidak melihat adanya Elvina di sana. Keningnya mengerut tatkala tidak adanya wanita itu di sana. Bahkan sekarang, Tiffany yang tinggal di sana bersama seorang gadis lainnya."Ada apa ini? Ke mana dia?" bentak pria itu membuat keduanya terbengong saling menatap.Tiffany tidak terlalu mempedulikan keadaan pria itu, sebab mungkin ia seharusnya sadar akan suasanya yang begitu hening.Danny masuk dengan paksa kemudian memeriksa seluruh ruangan. Tak lagi ada Elvina di sana membuat pria itu semakin murka."Kalian gila, ya? Dari tadi aku tanyain, di mana dia?" bentaknya membuat kedua wanita itu mengernyit takut."Bang, ada apa ini? Kok marah-marah begitu? Mereka ada buat kesalahan? Di mana Kak Elvina?" Kedatangan Rald membuat pria itu diam sekarang."Coba kamu sendiri yang tanyakan.""Em ... Kak Elvina sudah pergi tadi malam. Tidak ada yang tau perginya ke mana, kami bahkan sudah berusaha untuk nyariin ke mana-mana, tapi tetap saja tidak ketemu." Tiffany akhirnya a
"Bagaimana keadaanmu, Nak?" tanya Noah ketika mereka sudah berada di kediaman Mario sekarang."Sudah lebih baik, Om," jawab Ai dengan senyuman tulus di wajahnya."Ai, aku bawakan makanan kesukaanmu sekarang. Tadi Papa bantuin masak." Ana memberikan kotak makanan yang segera diterima oleh Arzi."Dia belum bisa memakan makanan seperti ini, biar ayah saja yang makan," protesnya.Ai menjadi sedikit sedih sekarang. Namun, tunggu! "Siapa yang masakin? Kak Ana?" tanyanya heboh membuat semua orang juga ikut heboh."Iya, soalnya dia lagi belajar mandiri. Jaga-jaga siapa tau langsung nikah. Nanti anaknya mau dikasih makan apa?" jawab Noah membuat keadaan sedikit terhibur sekarang."Bagus, deh," puji Ai senang."Kamu bantu masakin bubur untuk Ai saja sekalian," pinta Mario yang tampak belum begitu suka dengan gadis itu sehingga dengan sengaja memberikan ujian berat. Ia memang ingin mempermalukannya."Iya boleh, Om," jawab gadis itu sigap membuat semua orang merasa penasaran sekarang."Sungguh ti
Rald masih sibuk di gazebo kampus dengan pekerjaannya yang amat sangat banyak sekarang. Ia bahkan sampai lupa waktu untuk mengisi perutnya sendiri.Tiffany yang memang sudah tau kesibukan pria itu, pun menghampirinya. Ia yang cukup perhatian membawakan sendok."Sudah makan belum?" tanyanya segera menyibak tas Rald untuk memeriksa. Masih tidak ada perubahan dengan kotak makanan yang disiapkan oleh Ica."Astaga! Aku baru ingat, sudah jam berapa ini?" heboh pria itu sekarang."Tidak perlu ke mana-mana. Aku sudah bawakan sendok untukmu. Nih!" Membuka kotak makanan Rald dan menyajikannya di hadapan pria itu."Thanks. Tapi kita harus tetap pindah tempat. Ke kantin, yuk? Air minum.""Juga sudah aku bawa. Makan saja dulu, habiskan. Jangan sampai Tante Ica marah loh kalau sampai tau kesibukan kamu yang sampai tidak mengurus diri sendiri."Gadis itu memberikan perhatian lebih yang membuat Rald merasa senang. Jiwa semangatnya semakin tumbuh sekarang. Perlahan tapi pasti, pria itu menikmati masak
Ai yang sudah tidak bekerja itu mencoba mencari kesibukan yang bisa dimanfaatkan walau sedang tidak bebas bergerak. Satu ide pun muncul, ia memutuskan untuk merapikan kembali pakaian suaminya.Hal itu benar-benar membuatnya bahagia sebab bebas mencium bau parfume yang biasa digunakan oleh Ian. Hingga pada akhirnya, ia mendapati sebuah kotak yang berisikan hadiah dari klien. Ai memang sudah sangat ingin membukanya sejak lama, namun begitulah suaminya yang selalu melarang. Alasannya selalu saja malas karena bentukan kotak hadiah yang tidak begitu menarik.Namun kali ini, ia tak lagi dapat menahannya. Segera saja, kotak itu ia buka dan mendapati sebuah kaus oblong yang tampaknya memang bukan ukuran Ian."Kenapa kecil sekali? Malah seukuran badanku," pekik wanita itu sambil mencoba-coba mencocokkan dengan badannya.Senyuman indahnya tak kunjung lekang sampai akhirnya ia menemukan sesuatu yang amat sangat mengejutkan. Kotak kecil yang berisikan sepasang kalung itu membuatnya panik.Bagaima
Keesokan paginya, tatkala sudah bangun. Ian memperhatikan istrinya dengan rasa kasihan. Setelahnya, ia tampak tersenyum ketika saling berbalas pesan dengan seseorang.Tatkala menyadari Ai yang akan bangun, ia segera berpura-pura masih tidur. Wanita itu menatapnya dengan penuh rasa syukur kemudian berupaya sendiri untuk menyibak gorden yang ada di kamarnya.Setelah berhasil, ia kembali duduk di ranjang kemudian berusaha mengambil air minum yang ada di atas nakas. Namun, suara suaminya segera menghentikan kegiatannya."Sebaiknya kita tidak usah pergi liburan. Aku tidak bayangin gimana jadinya cerita liburan kalau keadaan kamu seperti ini.""Mas, kamu sudah bangun?" balas Ai mencoba tenang."Iya, sudah. Aku kasihan sama kamu yang tidak bisa bebas bergerak. Teringat kejadian yang lalu, aku tidak mau menambah beban untuk kamu. Soalnya kita juga tidak tau akan bertemu siapa saja di luar sana.""Jadi, maksudnya kita batal liburan?" tanya Ai memastikan dengan raut wajah yang amat sedih namun m
"Aku beliin jaket untuk kamu, Mas." Ai memasangkan benda itu di tubuh suaminya.Ian tampak pasrah. Sungguh, ia tidak ada niat untuk melawan sang istri yang mungkin akan berdampak juga terhadapnya. Batal liburan saja sudah membuatnya sangat tersiksa sebab tak dihiraukan oleh Mario."Terima kasih.""Sama-sama, Mas. Ini aku pesan sudah dari lama loh, Mas. Dibuat khusus untuk Mas Ian. Lihat, di sini ada namanya," terang Ai panjang lebar yang tidak didengar serius oleh pria itu.Setelahnya, keduanya ke luar dari kamar untuk mengikuti acara makan malam bersama. Mario segera menggandeng istrinya agar tidak semakin membuat posisinya terancam."Kamu mau yang mana, Nak?" tanya Rainy memperlakukan wanita itu dengan sangat baik.Berbeda dengan dirinya yang bahkan tidak mendapat perhatian dari siapapun. Acara makan malam itu benar-benar terlewati tanpa gairah."Ke mari, Nak. Kita main api unggun di luar, yuk? Bibi bakar sampah tadi, sekalian saja mama pesankan biar dibuatkan api unggunnya," kata Ra