Danny dan Rald tampak sangat dekat sekarang. Keduanya memang tengah menyusun siasat untuk menjaga Ai. Apalagi sekarang wanita itu tengah mengandung. Akan sangat berbahaya ketika Ana kembali mengeluarkan jurus jahatnya.Keduanya juga membantu Elvina mengembangkan toko bunga dan buku yang baru ia dirikan itu. Semuda modal memang ke luar dari Danny dan Arzi. Itulah mengapa wanita itu benar-benar bersyukur dan benar-benar bertekad untuk menjadi teman yang baik bagi Ai."Tapi dibalik semua yang terjadi, bukan bagian dari rencana Ian, kan?" tanya wanita itu membuat Danny terdiam sejenak sebelum akhirnya menepis hal itu."Tentu saja tidak, Elvina. Kamu jangan terlalu banyak berpikir negatif. Tidak baik."Terdiam, wanita itu kemudian menawarkan diri untuk memasak sesuatu sebelum mereka pergi dari sana sebab Elvina juga berencana hendak mengunjungi Ai nantinya.Rald yang terlihat bengong nyatanya tidak pernah benar-benar bengong. Ia tengah memperhatikan wanita di hadapannya itu sekarang. "Kaka
Mencoba membalas perbuatan pria itu, Ana mulai kembali dengan kebiasaan lamanya sekarang. Kali ini, ia lebih berani untuk memperkenalkan pria itu pada semua orang sebagai pasangan.Arzi menjadi orang yang plaing panik ketika gadis itu melakukan hal itu. Pria yang dikenalkan sangat jauh berbeda dari spesifikasi yagn diinginkan Noah untuk menjadi menantunya."Kamu tuh harus ingat, Ana. Menikah itu hanya sekali, jadi jangan salah pilih."Ana tersenyum kesal. "Aku tau pilihan terbaik untuk hidupku. Di usia sekarang sudah bukan waktunya lagi untuk bermain-main. Adikku saja sudah menikah, kenapa aku tidak?"Noah menggelengkan kepalanya untuk Arzi tidak angkat bicara lagi sebab akan membuat hubungan di antara keduanya kembali memburuk nantinya."Ana, jangan terburu-burulah. Setidaknya, kamu ajari pacar bulemu ini untuk bicara dalam bahasa indonesia. Bagaimana bisa kami bicara dalam bahasa yang berbeda setiap harinya. Dimohonuntuk pengertiannya ya, Nak."Ana mengangguk mengiyakan. Ia juga tida
Elvina tampak menunggu seseorang di kafe. Sejak tadi, dirinya memang sudah cukup sabar. Ponselnya terus ia pantau mengharapkan sebuah notif dari orang yang ia tunggu akan segera datang.Beberapa saat kemudian, benar saja sebuah notif masuk.'Di ruangan yang mana?'Ya, orang itu adalah Ian. Ia tampak segera duduk di dekat Elvina kemudian meneguk minuman yang sudah dipesankan oleh wanita itu sekarang. Tampak jelas, jika raut wajahnya menunjukkan ketakutan, begitu juga dengan Ian yang sangat marah dan kesal. Entah apa yang terjadi."Benar ya, Ana akan menikah dengan pria itu? Kerjaan kamu apa sih, jangan macam-macam ya denganku. Aku tidak butuh laporanmu lagi, yang aku mau hanya kabar tentang pernikahan itu."Elvina tampak gugup. Ia merasa takut jika penyebab kemarahan pria itu adalah Ana. Wanita yang mampu mengubah segala sesuatu yang berhubungan dengan Ian dalam sekejap."Menurutku, mereka tidak benar-benar ingin menikah. Tidak ada undangan atau kabar tentang itu di mana pun. Mereka ba
Keringat di kening Ai mengucur deras. Pagi itu, ia memang merasakan sakit pada perutnya. Dengan segera, ia masuk ke kamar mandi. Segala upaya ia lakukan untuk menghilangakan rasa sakit itu."Aw, sakit!" teriaknya kencang. Hingga ia pun menyadari satu hal, suaminya tak ada di kamar. Entah ke mana perginya pria itu di jam segitu."Pa, tolong aku ... tolong ... sakit!" keluh wanita itu mencoba ke luar dari kamarnya, ia terus berupaya sampai akhirnya benar-benar dapat membuat pintu."Papa, Mama, di mana kalian? Tolong aku ... tolong!" Lagi, akhirnya teriakan itu berhasil menyadarkan Rainy yang tengah sibuk di dapur."Mas, coba cek keadaan Ai. Mas?" teriaknya sambil berlari menaiki tangga."Mana, di mana dia?" balas Mario yang juga mengikuti langkah sang istri.Keduanya tiba dan memastikan keadaan sang menantu yang kini sudah tidak sadarkan diri lagi. Dengan segala bingung dan panik yang tengah terjadi, mereka pun bergerak membawa wanita itu ke rumah sakit.Sepanjang perjalanan, Rainy berus
"Ssh ..." Elvina merasakan sakit yang teramat di bibirnya sebab sempat mendapatkan tamparan dari Ian. Ia yang ketiduran itu memang tidak sempat membersihkan luka sehingga Danny yang memang selalu memantau usaha wanita itu pun memeriksa keadaannya sekarang.Pria itu menuduh segala kemungkinan namun tidak mendapatkan hasil apa-apa. Elvina tetap memilih bungkam dan tidak mengakui perbuatan salahnya."Kak, aku ambil setangkai, ya?" ucap Rald yang sempat singgah dan mengambil setangkai bunga mawar."Untuk apa, ha? Sssh ..." Sambil menahan sakit yang diderita."Apa kamu punya seseorang yang disukai?" tanya Danny membuat anak itu merasa geram kemudian memberikan serangan di kepala Danny dengan tasnya."Jangan sembarangan bicara, Bang. Kalau sampai orangtuaku juga berpikir seperti itu, hidupku tidak akan pernah aman setelahnya."Danny tertawa kecil dibuatnya. Ia sungguh tidak menyangka jika bahkan anak itu sangat takut dengan kedua orang tuanya, ia menghargai perbuatan itu. "Aku ambil gratis.
"Hentikan! Hentikan. Aku bukan badut!"Teriakan itu membuat Rainy sadar jika Ian juga merasa terbebani. Ia dengan segera mengarahkan ketiga pria itu untuk masuk ke ruangan Ai yang juga telah sadarkan diri sekarang."Apa lagi yang kalian butuhkan dari aku? Aku sudah menuruti semua kemauan kalian. Aku menikahi dia, menanam benihku di rahimnya, datang ke rumah sakit ketika terjadi sesuatu. Apa lagi sih yang kurang, apa?""Kamu tau tidak, istri kamu keguguran. Dia keguguran, Ian. Kamu kehilangan anak kamu sekarang dan ... kamu masih bisa menuntut semua itu dengan gampangnya?" Mario masih memperdebatkan masalah yang sama dengan putranya itu.Ya, ketidakcocokan di antara mereka terlihat sangat jelas. Teriakan dan teriakan yang membawa-bawa kematian sang anak lolos membuat Ai merasa semakin terpojok. Bagaimana tidak, ia seharusnya butuh hiburan sekarang. "Ayah, tolong hentikan ini semua. Aku mau istirahat," pinta Ai dengan nada lemasnya.Ia memang telah tahu masalah itu dan meminta jeda pada
Ian kembali bertemu dengan Elvina sekarang. Sesungguhnya, wanita itu sudah cukup lelah berurusan dengan pria itu. Namun, ia harus tetap memenuhi tanggungjawabnya sebab ia sudah menerima bayarannya sejak awal.Kali ini, ia diperlakukan sangat kasar sebab memang tidak dapat memberikan informasi apa-apa tentang pria yang berhubungan dengan Ana."Sekarang juga kamu cari tau dan segera beri tau hasilnya padaku. Satu lagi, jangan coba-coba untuk ke luar dari tempat ini, apapun masalahnya. Ingat, apapun!"Elvina benar-benar ketakutan sekarang. Ia yang bahkan disuruh untuk melepaskan alas kaki pun harus menurut. Jemarinya dipijak sengaja oleh pria itu, memberikan rasa sakit yang luar biasa.Tak dapat berkutik, ia memang harus menurut. Sambil menahan rasa sakit, ia pun mulai mengerjakan sesuai perintah yang diberikan oleh pria itu."Ian, aku tetap tidak dapat menemukan apa-apa tentangnya. Aku sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi tetap tidak bisa."Elvina menjujuri ketidakmampuannya setelah h
Tampaknya kemarahan wanita itu belum juga mereda. Sejak pagi, belum ada sapaan di antara mereka. Hal itu membuat Ian merasa tidak enakan. Besok seharusnya mereka sudah bisa pulang sebab jadwal yang mereka rencanakan sudah terselesaikan dengan baik.Pria itu kemudian ke luar tanpa memberi tahu istrinya. Ia meninggalkan Ai yang kembali mengurung diri di kamar mandi sambil mendapat siraman air shower. Tubuhnya mulai menggigil sekarang. Ia tak ingin lagi mendapat perhatian dari pria itu sehingga ia memilih untuk ke luar sendiri.Tangisannya kembali terdengar. Ia masih tak terima jika diperlakukan Ian sesuka hatinya. Memang benar jika mereka adalah suami istri, namun hubungan mereka tidak pernah sedekat itu untuk sebebasnya melakukan apapun.Entah telah terkena penyakit apa, wanita itu mulai takut disentuh oleh pria sekarang. Ia bahkan mulai kepikiran dengan kepulangannya nanti. Ia takut jika Ana akan tau apa ayng telah terjadi di antara mereka, mungkinkah dirinya akan disiksa kembali?Sesa