Melihat dan merasakan tingkah Ian yang tidak lagi begitu buruk, Ai menjadi sedikit terharu dan ingin membalas perbuatan itu. Pagi itu, ia bangung dan lalu bergegas mencari resep kopi yang disukai oleh Ian.Dalam jangka waktu tiga puluh menit, ia mendapatkannya dan segera kembali ke kamar hotel. Ia juga dengan sengaja masuk ke kamar mandi dan membuat Ian mengambil pesanan yang baru saja diantarkan oleh pelayan."Kenapa lama sekali di kamar mandi? Kamu mau bunuh diri lagi?" tanya Ian yang ternyata memilih untuk tidak melanjutkan tidurnya."Tidak." Ai menggeleng."Terima kasih untuk pesanan kopinya. Pasti sulit ya mendapatkannya?""Tidak terlalu. Aku, em ... taunya dari Papa," balas wanita itu berbohong. Ia tidak pernah menanyakan hal itu pada orang lain dan memang mempelajari sendiri tentang kopi favorit suaminya dari bekas minumannya."Oh, jadi dari Papa," sahut pria itu tampak tersenyum geli.Bagaimana tidak, ia tahu jelas jika istrinya tengah berbohong sekarang."Apa rasanya enak?""H
Ana kembali dibuat kesal ketika Deon masih berani menghampirinya. Ia sudah sangat tidak ingin bertemu pria itu sebab benar-benar menjadi mimpi buruk di siang dan malamnya.Rald yang sejak tadi berada di ruang istirahat tentu saja mendengar percakapan di antara mereka. Ia juga tersentak setelah mengetahui sifat buruk Ana yang ternyata memang benar adanya.Sebuah gelas ditarik kemudian dilemparkan ke arah kepala Deon hingga benda itu pecah. Kepala pria itu tampak terluka dan mengeluarkan darah sebagai pertanda.Tak berhenti sampai di sana. Ana juga berusaha mendorong Deon hingga membuat kaki pria itu menginjak pecahan kaca."Aw," desisnya."Makanya jangan idiot! Aku sudah menyuruhmu pergi dari tadi. Pergilah, sana, sana!""Ana, tapi aku tidak bisa jauh-jauh darimu. Aku sangat merindukanmu setiap saat. Aku tidak tau kenapa ...""Itu urusanmu, Bapak Deon yang tidak terhormat. Aku tuh jijik sama kamu. Sejak awal, harusnya kamu sadar dong, kamu dan aku beda kasta, beda segalanya. Kamu juga m
Berdandan sebisanya, Ai akhirnya menyelesaikan urusannya. Ia menatap wajah dan penampilannya cukup lama di depan kaca. Perasaannya aneh, seperti ada yang berbeda."Kenapa aku terlihat cantik?" gumamnya sedikit centik kemudian menepuk-nepuk wajahnya. Ia kemudian tersenyum, membenarkan anggapannya terhadap diri sendiri dalam hati.Beberapa saat kemudian, Ian juga telah menyelesaikan persiapannya. Ia mendekat ke arah Ai yang tampak malu dan sangat tidak percaya diri.Apalagi setelah wanita itu menatap tampilan suaminya yang terlihat sangat tampan itu. Ia mencengkeram gaunnya, merasa geram sendiri."Kamu sudah siap?" tanya Ian kemudian merapikan rambutnya tanpa memperhatikan penampilan berbeda Ai sekarang."Sudah. Tinggal pakai sepatu, kita bisa berangkat setelahnya."Mendengar hal itu, Ian bergegas menanyakan keberadaan sepatu wanita itu tanpa kata-kata. Ia kemudian meraih benda itu dan terduduk untuk meletakkan benda itu di dekat kaki Ai.Seketika, Ai merasa deg-degan dan sangat tidak ny
Elvina memeriksa seluruh bagian tubuhnya yang terasa tidak begitu sakit lagi. Walau memang di beberapa bagian masih menyisakan lecet. Entah mengapa, perasaannya tidak begitu nyaman jika harus tetap berada di tempat itu.Akhirnya, dengan membawa keterpaksaan, ia pun meninggalkan tempat itu. Di taksi, melewati jalanan yang mulai menyepi, ia mencoba menikmati suasana. Matanya ia pejamkan sambil menghirup udara yang sebenarnya tidak begitu segar.Ia tidak peduli dengan omelan sang sopir. Pada saat ini, ia hanya ingin menemukan ketenangan walau hanya sesaat sampai akhirnya mereka tiba di tujuan. Wanita itu terdiam ketika salah satu dari beberapa orang yang keluar dari daerah tempat tinggalnya tampak masuk ke mobil yang sepertinya sudah menunggu sejak tadi.Wanita itu ke luar setelah limat menit kemudian. Helaan napasnya yang amat panjang menjadi sebuah pertanyaan bagi sopir yang tak dijawab oleh Elvina. Ia segera melakukan kewajibannya untuk membayar jasa sang sopir kemudian beranjak menuju
Diam dan terus diam. Rald merasa gundah dengan isi pikirannya sekarang. Ibunya telah menanyakannya beberapa kali dan sebanyak itu juga ia ingin bercerita. Namun, keraguannya amat besar.Sore itu, dengan segala pertimbangan yang telah ia perkirakan, langkah kakinya bergerak menuju ruangan kerja privat ayahnya. Ia mengetuk pintu dan segera masuk tatkala sudah diberi izin."Pah, boleh masuk?""Boleh, Nak. Kemarilah." Diko menoleh sesaat sebelum akhirnya melanjutkan pekerjaannya."Aku ingin bicara. Apa Papah ada waktu?"Mendengar hal itu, Diko sontak menghentikan pekerjaannya. Ia benar-benar memilih sang putra sekarang. "Boleh, tentu saja. Apa itu, Nak?""Aku benar-benar tidak menguras waktu Papah?"Pertanyaan yang membuat perasaan pria itu sedikit tersentuh sebab dirinya memang selalu sibuk dengan urusannya sendiri sampai sering mengabaikan keluarganya juga."Tidak, Rald. Katakanlah, jelaskan padaku sekarang."Anak muda itu menoleh ke arah foto masa kecil Ana yang terpampang di sana, ada
Tampaknya kemarahan wanita itu belum juga mereda. Sejak pagi, belum ada sapaan di antara mereka. Hal itu membuat Ian merasa tidak enakan. Besok seharusnya mereka sudah bisa pulang sebab jadwal yang mereka rencanakan sudah terselesaikan dengan baik.Pria itu kemudian ke luar tanpa memberi tahu istrinya. Ia meninggalkan Ai yang kembali mengurung diri di kamar mandi sambil mendapat siraman air shower. Tubuhnya mulai menggigil sekarang. Ia tak ingin lagi mendapat perhatian dari pria itu sehingga ia memilih untuk ke luar sendiri.Tangisannya kembali terdengar. Ia masih tak terima jika diperlakukan Ian sesuka hatinya. Memang benar jika mereka adalah suami istri, namun hubungan mereka tidak pernah sedekat itu untuk sebebasnya melakukan apapun.Entah telah terkena penyakit apa, wanita itu mulai takut disentuh oleh pria sekarang. Ia bahkan mulai kepikiran dengan kepulangannya nanti. Ia takut jika Ana akan tau apa ayng telah terjadi di antara mereka, mungkinkah dirinya akan disiksa kembali?Sesa
Danny dan Rald tampak sangat dekat sekarang. Keduanya memang tengah menyusun siasat untuk menjaga Ai. Apalagi sekarang wanita itu tengah mengandung. Akan sangat berbahaya ketika Ana kembali mengeluarkan jurus jahatnya.Keduanya juga membantu Elvina mengembangkan toko bunga dan buku yang baru ia dirikan itu. Semuda modal memang ke luar dari Danny dan Arzi. Itulah mengapa wanita itu benar-benar bersyukur dan benar-benar bertekad untuk menjadi teman yang baik bagi Ai."Tapi dibalik semua yang terjadi, bukan bagian dari rencana Ian, kan?" tanya wanita itu membuat Danny terdiam sejenak sebelum akhirnya menepis hal itu."Tentu saja tidak, Elvina. Kamu jangan terlalu banyak berpikir negatif. Tidak baik."Terdiam, wanita itu kemudian menawarkan diri untuk memasak sesuatu sebelum mereka pergi dari sana sebab Elvina juga berencana hendak mengunjungi Ai nantinya.Rald yang terlihat bengong nyatanya tidak pernah benar-benar bengong. Ia tengah memperhatikan wanita di hadapannya itu sekarang. "Kaka
Mencoba membalas perbuatan pria itu, Ana mulai kembali dengan kebiasaan lamanya sekarang. Kali ini, ia lebih berani untuk memperkenalkan pria itu pada semua orang sebagai pasangan.Arzi menjadi orang yang plaing panik ketika gadis itu melakukan hal itu. Pria yang dikenalkan sangat jauh berbeda dari spesifikasi yagn diinginkan Noah untuk menjadi menantunya."Kamu tuh harus ingat, Ana. Menikah itu hanya sekali, jadi jangan salah pilih."Ana tersenyum kesal. "Aku tau pilihan terbaik untuk hidupku. Di usia sekarang sudah bukan waktunya lagi untuk bermain-main. Adikku saja sudah menikah, kenapa aku tidak?"Noah menggelengkan kepalanya untuk Arzi tidak angkat bicara lagi sebab akan membuat hubungan di antara keduanya kembali memburuk nantinya."Ana, jangan terburu-burulah. Setidaknya, kamu ajari pacar bulemu ini untuk bicara dalam bahasa indonesia. Bagaimana bisa kami bicara dalam bahasa yang berbeda setiap harinya. Dimohonuntuk pengertiannya ya, Nak."Ana mengangguk mengiyakan. Ia juga tida