LOGINMentari pagi menyinari bumi, sinarnya memasuki celah gorden seorang gadis yang masih nyenyak dalam tidurnya. Menghiraukan suara alarm yang berbunyi dari ponselnya. Sampai ketukan pintu terdengar dari arah luar kamar sedikit mengusik tidurnya.
"Non, bangun." Suara Bi Ijah terdengar. Membuat Azura membuka mata perlahan. Meraba-raba sekitar mencari ponselnya, matanya seketika membulat saat melihat jam yang tertera di ponselnya. "Aaaaa, Bibi aku telat!" Dengan keadaan kacau Azura membuka pintu dengan kasar. "Lah, bukannya Non bilang kemarin kalau gaada kelas pagi kan? Ini masih jam 9. Non masih ada waktu untuk bersiap,udah sana mandi." Azura melupakan hal itu, dia hanya bisa senyum tanpa dosa pada Bibi kesayangannya itu. "Hehe, aku lupa Bi. Yaudah aku mandi dulu yah bi, biar cantik kek Selena gomes." Azura berlalu menuju kamar mandi. Bi Ijah yang melihat kelakuan Majikannya itu hanya bisa menggelengkan kepala. Dia segera membereskan tempat tidur Azura. Setelah beberapa saat Azura keluar dari kamarnya dengan pakaian khasnya. Mata sembabnya tidak bisa hilang begitu saja, karena tragedi semalem Azura sampai tidak tidur dan berujung kesiangan. "Untung masih ada waktu, kelas dosen killer nanti siangan. Gue masih bisa bernafas sejenak." Azura menuruni tangga dan ia bisa meliahat kedua pasang suami istri tengah menunggu dirinya di meja makan. Azura terdiam sesaat, pikirannya menerawang pada kejadian semalam. Dia sungguh benci dengan ibu sambungnya itu. "Akhirnya putri Ayah udah turun juga, ayo makan Ibu kamu udah masakin masakan kesukaan kamu tuh," ujar Bisa seolah tidak terjadi apa-apa antara dirinya dengan anaknya itu. "Aku makan di kampus aja, Yah. Ga nafsu kalau makan disini. Aku berangkat dulu yah." Azura menghampiri Ayahnya mengecup singkat pipi sang Ayah dan berlalu dari sana menuju kampusnya. Tanpa menghiraukan Rina yang sedang menatapnya. Helaan nafas terdengar, membuat Bima menatap iba istrinya. "Sabar ya sayang. Mas janji sebentar lagi Azura akan menerima kamu." Bima mengelus pundak istrinya menguatkan. "Gapapa Mas, aku ngerti kok." Rina tersenyum pada suaminya. Dia sudah terbiasa dengan hal ini. Mereka pun mulai memakan makanan yang ada di meja makan. *** Azura sudah sampai di kampusnya dari beberapa menit yang lalu, dia melangkahkan kaki menuju kelas. Namun pandangannya terfokus saat melihat Damian sedang melangkahkan kaki tidak jauh darinya, Azura hanya menunduk saat berpapasan dengan dosen killernya itu. "Awas nabrak!" ucap datar Damian pada Azura. Pria itu melangkahkan kaki tanpa ada rasa bersalah sedikit pun. Azura menatap kesal dosennya itu. "apa katanya nabrak? Yang bener saja, memang gaada kata lain selain itu. Gue kan punya dua mata masa iyaah nabrak, emang sinting tuh dosen," dumel Azura sambil menghentak kaki tidak terima. Azura melangkahkan kaki kembali menuju kelasnya, di sepanjang jalan mulutnya berkomat kamit karena kesal pada dosen killernya itu. Menghadapi di kampus saja sudah sepusing ini. Apalagi kalau sudah jadi suami? Azura menggelengkan kepala saat bayangan itu muncul di otaknya. Suara pintu terbuka keras di kelasnya mengagetkan penghuni yang ada disana. Mereka melihat Azura memasuki kelas dengan tampang kesalnya. Melisa segera menghampiri Azura untuk bertanya. "Lo kenapa, Zur? Datang-datang sewot gitu kayanya. Ini lagi mata, udah kaya orang cina sipit bener." tanya Melisa saat melihat penampilan Azura yang cukup kusut itu. "Diem Mel, Lo nanya bisa satu-satu kan gue bingung jawabnya." Melisa hanya menggaruk kepala yang tidak gatal saat mendengar jawaban Azura. "Yaudah si, tinggal jawab aja susah bener." Gadis itu menatap Azura menunggu jawaban. "Kemana si Rena? Tumben lo sendirian kek gini, biasanya kan udah kek prangko nempel terus." ujar Azura tanpa menjawab pertanyaan Melisa. Melisa menatap kesal Azura. "Lo tuh yah gue nanya, malah balik nanya," omel Melisa. "Hehehe, santai dong. Gue kesel banget Lis, pagi-pagi udah ketemu dosen sinting. Soal mata nanti gue ceritain ke lo kalau udah ada si Rena." Melisa hanya menganggukkan kepala, mengerti akan penjelasan Azura. Tidak heran kalau kucing sudah ketemu tikus pasti akan ada pertengkaran yang tiada henti. Seperti Azura dengan Damian, Melisa jadi membayangkan kalau Azura jadi menikah dengan dosen itu pasti sangat lucu. "Yeh, lo mah malah ngelamun. Si Rena kemana Melisa gue tanya tadi." Azura menyenggol pundak temannya itu. "Hehe, itu si Rena katanya mau.." "Woi pada duduk lo semua, pak Damian udah ada di depan," teriakan seorang mahasiswa menghentikan ucapan Melisa. Mereka pun menuju bangunnya masing-masing. Kelas seketika sepi ketika kedatangan Damian. Namun, Azura penasaran dengan jawaban yang akan Melisa ucapkan tentang Rena yang absen. Tidak biasanya temannya itu absen di jam pelajaran yang cukup penting ini. Tanpa Azura sadari dirinya melamun dikelas Damian. Dosen itu mendekati mejanya, padahal Melisa sudah susah payah memanggil Azura namun tidak didengar olehnya. Brak. Suara gebrakan meja terdnegar diruangan yang sunyi itu. Azura tersentak di tempat, dia menatap tajam pelaku yang sengaja mengebrak meja sampai membuatnya kaget. Namun, senyum tanpa dosa terlihat saat tahu siapa pelakunya. "Eh, Bapak. Ngapain disini pak?" tanya Azura. Teman-temannya hanya menatap gemas pada Azura. "Terangkan semua materi yang saya terangkan didepan, sekarang!" ucap Damian dengan suara tegasnya. "Tapi Pak." "Atau mau saya kasih tugas? Saya tidak menoleransi seorang mahasiswa yang tidak menghargai dosennya. Sekarang jelaskan materi yang sudah saya terangkan di depan." Dengan berat hati Azura melangkahkan kaki menuju depan kelasnya. Tapi perhatiannya teralih oleh reaksi Melisa yang menahantawa melihat kondisinya sekarang, hal itu tidak luput dari penglihatan Damian. "Melisa! Kamu mau seperti Azura?" Senyumannya sirnah seketika, Azura menatap Melisa dengan senyuman mengejek. "Rasain lo," ucapnya dalam hati. "Tidak Pak, Maaf." "Sekarang jelaskan Azura! Nunggu apalagi?" Tegas Damian tanpa bantahan. " Maaf Pak, saya belum mengerti materi yang telah Bapak sampaikan." Azura hanya bisa menundukkan kepala tidak tahu harus berbuat apa. Dirinya memamng salah memikirkan masalah hidupnya dijam pelajaran Dosen killernya itu. Damian menatap tajam Azura. Dia amat sangat tahu banyak masalah yang ada di hidup gadis itu. Tapi, tidak memperhatikan pelajarannya itu terbilang tidak bisa menghargai kerja kerasnya. "Sudah tahu bodoh! Masih bisa melamun di kelas saya? Berdiri disitu sampai jam kelas saya berakhir," tegasnya. Sambil melanjutkan menerangkan materi pada anak didiknya itu. Azura hanya menatap kesal Damian. "Sialan, dasar Dosen kejam. Masa gara-gara kek gitu aja gue dipermalukan kaya gini." dumel Azura dalam hati. "Sekian pelajaran yang saya berikan, kamu Azura. Ikut saya ke ruangan sekarang!" Damian melangkah melewati Azura. "Ya Tuhan. Apalagi ini?"Di luar rumah bernuansa minimalis, terlihat dua mobil memasuki bagasi rumah dengan cepatnya. Mereka pun keluar dari mobil secara bersamaan, seperti ada hal yang mendesak yang mengharuskan mereka harus cepat sampai ke dalam. "Lah, lo juga ke sini Dev?" tanya Bima saat melihat besannya baru saja keluar dari mobil bersamaan dengannya. Sedangkan pria paruhbaya itu tersentak karena tidak menyadari keberadaan temannya itu. "Astaghfirullah lo ngagetin gue terus sih, Bim. Untung aja jantung gue masi normal," omel Devan tanpa menjawab ucapan dari Bima. Pria paruhbaya itu memang sedikit cerewet. Membuat Bima yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas sabar. "Diem lo Dev gausah ngomel kayak emak-emak, ayo masuk udah ditungguin di dalam. Gue gamau ya gara-gara lo, guetidur diluar. Kalau mau ngomel sana sama mobil lo aja." Kesabaran Bima setipis tisu sekarang. Dia benar-benar lelah akan pekerjaannya ditambah oleh ocehan besannya itu membuat kepalanya ingin meledak seketika. Suara pintu terde
"Bunda gak habis pikir sama kalian!" omel Kirana saat kedua anaknya telah tiba di ruang tamu yang ada di rumah Damian. Rencana ingin membahagiakan diri malah di buat kaget dengan tingkah kedua anaknya itu. Dia tidak habis pikir dengan apa yang terjadi di rumah ini sampai-sampai mereka pisah kamar. Padahal niat mereka menyuruh pindah rumah supaya lebih dekat malah kaya gini. "Kenapa si Kir?" tanya Rina heran dengan kelakuan Kirana yang tiba-tiba marah, setelah berpamitan padanya untuk mengikuti keduanya. "Aku gak habis pikir sama mereka Rin, masa udah nikah masih pisah kamar." Perkataan Kirana membuat Rina yang ada disana pun otomatis menatap keduanya. "Beneran kalian pisah kamar?" tanya Rina memastikan ucapan dari Kirana. Kedua pasangan suami istri itu hanya terdiam, Azura tertunduk lesu Merasa bersalah pada orangtuanya. Padahal mereka harusnya tahu banyak hal yang harus di pertimbangan setelah pernikahan dadakan itu. Mereka benar-benar kecolongan saat kedatangan kedua w
Di kediaman sepasang suami istri terdapat sebuah mobil memasuki rumah minimalis itu. Turunlah dua orang wanita paruhbaya dari dalam mobil itu. Setelahnya mobil itu bergegas meninggalkan pekarangan rumah itu. "Rin, aku udah lama banget ya gak ketemu anak-anak kanget banget aku sama si Azura," ucap salah satu dari wanita paruhbaya itu. Mereka memang sudah berencana mengunjungi kedua anaknya tanpa sepengetahuan mereka. Mereka pun sepanjang jalan tidak habis akan obrolan tentang anak-anaknya. Segala hal mereka obrolkan tanpa ada henti. "Aku mah udah beberapa kali ketemu mereka. Si Azura selalu ngebujuk Ayahnya buat bawa si mony kesini, Kir." Rina menceritakan hal konyol yang dilakukan anaknya itu pada ayahnya. Hal itu membuat Kirana menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. "Dia memang ada aja tingahnya gak kebayang pasti banyak alesan yang dia gunain buat bisa keruamh ayahnya." Membayangkan hal itu membuat keduanya tersenyum. Namun Kirana menghentakkan kaki seperti anak muda. "Mere
"Bi Rusti nyebelin banget deh, gue udah kaha gak punya muka sekarang di hadapan pak Damian. Mana muka gue jelek banget lagi tadi," dumel Azura sambil menatap pantulan dirinya di cermin yang ada di kamarnya. Sejak kejadian tadi Azura segera berlari menuju kamarnya karena malu akan penampilannya. Dia benar-benar tidak menyadari keberadaan pria itu di meja makan. Kalau tahu pasti Azura akan berkemas dulu sebelum keluar dari kamar. "Sialan pasti dalam hatinya pak Damian ngetawain gue tadi huaa malu banget gue." Azura jalan menuju kasurnya dan menangkupkan wajah di balik bantal. Entahlah rasanya seperti makan sop dengan banyak garam. Azura terus menggerutu di kamarnya, padahal perutnya sudah lapar karena tidak makan sejak pulang dari kampusnya. Melisa yang notabennya temennya itu malah tidak menyediakan apa-apa di rumahnya membuat Azura sungguh kelaparan sekarang. Deringan ponsel terdengar begitu nyaring, Azura terdiam di tempat. Setelahnya langsung mengambil ponsel yang ia simpan di n
"Hua, cape banget badan gue. Padahal gak habis buat kegiatan tapi kok rasanya kaya cape banget ya," ucap seorang gadis yang baru sajah meninjakkan kakinya di kamarnya. Setelah mengunjungi kediaman Melisa, mereka memutuskan untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Azura diantarkan oleh Rena karena memang tidak membawa mobil, alias belum dia ambil semenjak kejadian itu terjadi. Mengingat mobil kesayanganya membuat Azura terdiam di kasur. "Si Mony gimana ya keadaannya? Gue telepon ayah aja lah. Siapa tau ada ilham bisa ngasih mobil gue." Azura segera mengambil ponselnya dari dalam tasnya untuk menghubungi sang ayah. Dia segera menghubungi Ayahnya tanpa menunggu lama sudah di angkat dari sebrang sana. Azyra mendekatkan ponselnya kearah telinganya. Namun, dia mengerutkan dahinya mendengar suara ibunya. "Hallo, Zura." Sapa orang disana dengan pelannya. Seolah memastikan Azura mejauhkan ponselnya untuk melihat siapa yang ia hubungi sekarang. Tertera nama Ayahnya yang ada disana. "Hallo,
Brak"Dosen sialan! Udah syukur gue mau disuruh sama dia. Dengan seenak upil malah hukum gue padahal cuma 5 menit. Gedek gue lama-lama sama dia," ucap seorang gadis sembari melemparkan buku di atas meja. Orang-orang yang ada disana tersentak kaget mendengar gebrakan di meja itu. Fokus mereka berpusat kepada Azura yang masih dengan wajah memerah menahan amarah dengan mulut tidak mau diam. "Azura! Bisa santai gak sih kaget gue." Rena yang ada di meja itu menatap tajam ke arah Azura. Namun, dihiraukan oleh pemilik namanya. Sedangkan Azura terduduk di dekat kursi yang di duduki temannya itu. "Udah diem deh, Ren. Kalau gue gunung udah meletus kali, kesel banget gue mana hukumannya sejibun lagi." Azura menatap lesu ke arah buku yang harus ia pahami dan dijadikan proposal itu. Rena yang mendengar itu hanya bisa menghela nafasnya, sembaki menatap iba nasib sial yang selalu temannya itu. Dia mengelus pundaknya dengan pelan. Seolah menenangkan temannya itu. "Yaudah, nanti gue bantuin deh n







