Share

7 Perdebatan

Author: Suara aksara
last update Last Updated: 2025-10-16 21:09:43

  Di dalam mobil. Hanya ada suara lagu yang dinyalakan oleh Damian. Sedangkan keduanya hanya terdiam tanpa ada yang memulai pembicaraan.

  Setelah beberapa menit mereka sampai di pekarangan rumah Azura. Gadis itu melihat sekeliling, fokusnya teralih pada mobil putih yang sangat familiar baginya.

Azura langsung keluar tanpa pamitan pada Damian. Namun seolah sadar kesalahannya Azura memutar balik langkahnya membuka pintu mobil Damian kembali. Pria itu hanya terdiam melihat tindakan Azura.

"Makasih udah nganterin saya pulang. Ya, walaupun keliatan banget terpaksanya ya. Makasih deh pokonya."

Tanpa mendengarkan perkataan Damian. Azura menutup pintu dengan keras. Pria itu mengelus dadanya kaget. Dahinya mengerut, saat melihat Azura tidak segera masuk rumahnya. Namun, mendatangi mobil yang terparkir tepat di depan mobilnya.

"Siapa dia?" Niat hati ingin mendatanginya tapi ia urungkan. Dia berpikir kalau itu semua bukan urusannya. Damian segera mengendarai mobil meninggalkan rumah Azura.

Azura mengetuk pintu, terlihat seorang pria yang turun dari mobil itu. "Ngapain kesini?" ucap Azura dengan tatapan sinisnya pada pria didepannya itu.

"Harusnya aku yang nanya, kemana aja kamu? Aku telpon, chat ga dibalas sama sekali. Punya hp tuh gunain bukan malah jadi pajangan tas doang."

Dahi Azura mengerut, sejak kapan pria itu menelpon dirinya. Dia segera memeriksa ponselnya, ternyata mati pantesan tidak ada notif yang terdengar.

"Ponsel gue mati, udah sana pergi. Gue cape mau istirahat. Gue gak punya waktu cuma buat debat sama lo doang." Azura membalikkan badan ingin meninggalkan Pria itu.

Langkahnya terhenti karena ditahan oleh pria itu. "Apa lagi Nathan!? Lo ga cape apa bikin gue sakit terus. Gue cape, Nathan!? Gue cape."

Ya, dia Nathan kekasih Azura yang tempo hari berdebat di kafe entah ada keperluan apa lagi ia datang kesini. Nathan menarik tangan Azura, langsung merengkuh tubuh rapuh  gadis  yang selama ini ia kecewakan.

"Maaf, sayang. Plis maafin aku, semua ini diluar kendali. Aku gabisa menentang keputusan Ayah. Gaada pilihan lain," ucapnya lirih sambil menatap lurus kedepan. Sambil merekatkan pelukan antara keduanya. Isakan tangis pilu mulai terdengar di pekarangan yang cukup sunyi itu.

Setelah cukup tenang, Azura perlahan melepas pelukan itu. Sambil menatap Nathan dengan mata sembabnya, tangannya terangkat memegang pipi pria didepannya. Berharap masalah yang ada hanyalah mimpi semata.

"Cewe yang kamu bilang egois ini cape, Nat. Pergilah siapin semua yang harus kamu siapin. Baik-baik disana ya, " kata Azura lirih, dia menepuk bahu Nathan. Tanpa mendengar jawaban dari Nathan segera berbalik arah menuju dalam rumah.

"Tunggu aku Zur, aku gabakal lama disana."

Perkataan itu menghentikan langkah kaki Azura. Namun hanya sesaat. "Tunggu? Apa bisa?" ucapnya lirih Azura menepis air mata yang akan menetes dengan kasar. Tanpa basa basi segera memasuki rumah tanpa melihat kebelakang.

Nathan hanya bisa menatap sendu gadis itu, niat hati ingin menghabiskan waktu sebelum pergi ke luar negri raib seketika. Dia sudah menyakiti hati gadis itu cukup dalam. Nathan pun masuk mobil dan mengendarainya entah kemana.

***

  Tubuh Azura luluh dilantai setelah menutup pintu, dia terduduk dengan sanderan pintu. Isakan tangis terdengar menyayat hati, kenapa nasib sial selalu menimpanya?

"Apa salah gue? Kenapa nasib gue seburuk ini," gumam lirih Azura sambil menangkupkan kepala di sela tangannya.

"Azura! Kamu kenapa sayang?" ucap wanita paruhbaya saat melihat anaknya terduduk lemas di lantai.

Niat hati ingin mengambil minum diurungkan olehnya. Saat mendengar suara isak tangis di depan rumahnya. Dia cukup terkejut melihat keadaan anak gadisnya sedang meringkuk disela tangannya.

Padahal yang ia inget anaknya itu pergi bersama Damian. Kenapa jadi seperti ini? Apakah ada masalah antara keduanya? Pikirannya menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi.

"Gausah sok peduli!" Azura menepis tangan wanita paruhbaya saat memegang pundaknya.

Tangannya seketika terdiam saat menerima penolakan itu. "Maaf, Tante cuma khawatir sama kamu. Kenapa bisa kamu nangis kek gini? Apa Damian nyakitin kamu?" tanya Rina ibu sambung Azura secara beruntun.

"Stop ikut campur urusan aku! Ga puas,kah? Tante hasut  Ayah buat ngejodohin aku. Terus sekarang apa lagi, Tan? Apa lagi?"

Suara teriakan Azura terdengar di penjuru rumah yang cukup sepi. Para pekerja dirumah memang memiliki khusus tempat tinggal tepat di belakang rumahnya. Jadi, tidak heran rumahnya sepi sekarang.

Amarah Azura membeludak seketika. Saat melihat wajah wanita yang cukup ia benci itu. Semua masalah yang ada pada dirinya disebabkan oleh wanita itu. Pikir Azura sendiri tanpa tahu penyebabnya.

Rina menatap Azura dengan bingung, kenapa jadi dirinya yang disalahkan? Padahal semua hal itu kemauan dari Suaminya bukan kemauan  dirinya.

"Mau sampe kapan kamu beranggapan buruk tentang Tante, Azura?" tanya lirih Rina.

"Aku tidak akan beranggapan baik sama pelakor seperti Tante!"

    "Stop Azura. Sampe kapan kamu bersikap seperti ini pada Ibu kamu sendiri? Kalau kamu ingin menyalahkan atas perjodohan itu, salahin Ayah. Jangan salahin Ibu kamu yang engga tahu apa-apa."

Suara Bima memotong percakapan antara anak dan ibu. Saat mendengar suara teriakan Azura, pria itu mendatangi keduanya dan sesaat hanya melihat dari kejauhan pedebatan itu. Namun mendengar perkataan kasar anaknya itu dia tidak bisa tinggal diam.

"Apa? Ibu aku, dia ini pelakor Ayah! Gara-gara dia Bunda ninggalin aku sendirian di rumah ini. Terus dengan santainya Ayah bilang dia Ibu aku? Sampai kapan pun aku ga sudi nganggep dia jadi seorang Ibu."

Azura menatap tajam Rina yang hanya bisa terdiam di tempat melihat gadis yang sudah dia anggap anaknya sendiri, dia tahu Azura dalam keadaan kacau sampai meluapkan semua emosi padanya.

"Jaga ucapan kamu Azura! Ayah mendidik kamu dengan baik gak seperti ini. Kalau kamu ada masalah selesaikan sendiri gausah numpuk semua kesalahan kepada Ibu kamu sendiri. Hapus semua pikiran buruk kamu itu."

Azura menatap sendu Ayahnya yang masih membela wanita itu. "Ga akan! Sampai kapan pun aku gaakan menerima dia dihidup aku." Dia melangkahkan kaki menuju kamarnya dan membanting pintu kamar cukup keras.

Sedangkan sepasang suami istri itu hanya terdiam ditempat, sambil melihat punggung rapuh anaknya itu.

"Sampai kapan Mas, dia nyalahin aku sama hal yang gak sama sekali aku lakuin? Aku juga cape kalau terus diperlakukan seperti ini," ucapan lirih terdengar sangat menyayat hati.

Bima terdiam sesaat kakinya melangkah mendekati wanita yang sangat dia sayangi itu. Dia langsung merengkuh tubuhnya dengan erat berharap rasa sakit yang ditorehkan anaknya itu akan kembali membaik.

"Maafin Mas ya, udah gagal merawat Azura. Jangan menyerah, Mas sangat butuh kamu dihidup Mas. Sabar sebentar lagi ya." Keduanya saling berpelukan, saling menguatkan satu sama lain.

"Apa aku pergi aja ya, mas."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Dosen Killerku    45 adu mulut

    Di luar rumah bernuansa minimalis, terlihat dua mobil memasuki bagasi rumah dengan cepatnya. Mereka pun keluar dari mobil secara bersamaan, seperti ada hal yang mendesak yang mengharuskan mereka harus cepat sampai ke dalam. "Lah, lo juga ke sini Dev?" tanya Bima saat melihat besannya baru saja keluar dari mobil bersamaan dengannya. Sedangkan pria paruhbaya itu tersentak karena tidak menyadari keberadaan temannya itu. "Astaghfirullah lo ngagetin gue terus sih, Bim. Untung aja jantung gue masi normal," omel Devan tanpa menjawab ucapan dari Bima. Pria paruhbaya itu memang sedikit cerewet. Membuat Bima yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas sabar. "Diem lo Dev gausah ngomel kayak emak-emak, ayo masuk udah ditungguin di dalam. Gue gamau ya gara-gara lo, guetidur diluar. Kalau mau ngomel sana sama mobil lo aja." Kesabaran Bima setipis tisu sekarang. Dia benar-benar lelah akan pekerjaannya ditambah oleh ocehan besannya itu membuat kepalanya ingin meledak seketika. Suara pintu terde

  • Suamiku Dosen Killerku    44. Sidang masalah 1

    "Bunda gak habis pikir sama kalian!" omel Kirana saat kedua anaknya telah tiba di ruang tamu yang ada di rumah Damian. Rencana ingin membahagiakan diri malah di buat kaget dengan tingkah kedua anaknya itu. Dia tidak habis pikir dengan apa yang terjadi di rumah ini sampai-sampai mereka pisah kamar. Padahal niat mereka menyuruh pindah rumah supaya lebih dekat malah kaya gini. "Kenapa si Kir?" tanya Rina heran dengan kelakuan Kirana yang tiba-tiba marah, setelah berpamitan padanya untuk mengikuti keduanya. "Aku gak habis pikir sama mereka Rin, masa udah nikah masih pisah kamar." Perkataan Kirana membuat Rina yang ada disana pun otomatis menatap keduanya. "Beneran kalian pisah kamar?" tanya Rina memastikan ucapan dari Kirana. Kedua pasangan suami istri itu hanya terdiam, Azura tertunduk lesu Merasa bersalah pada orangtuanya. Padahal mereka harusnya tahu banyak hal yang harus di pertimbangan setelah pernikahan dadakan itu. Mereka benar-benar kecolongan saat kedatangan kedua w

  • Suamiku Dosen Killerku    43 Masalah baru

    Di kediaman sepasang suami istri terdapat sebuah mobil memasuki rumah minimalis itu. Turunlah dua orang wanita paruhbaya dari dalam mobil itu. Setelahnya mobil itu bergegas meninggalkan pekarangan rumah itu. "Rin, aku udah lama banget ya gak ketemu anak-anak kanget banget aku sama si Azura," ucap salah satu dari wanita paruhbaya itu. Mereka memang sudah berencana mengunjungi kedua anaknya tanpa sepengetahuan mereka. Mereka pun sepanjang jalan tidak habis akan obrolan tentang anak-anaknya. Segala hal mereka obrolkan tanpa ada henti. "Aku mah udah beberapa kali ketemu mereka. Si Azura selalu ngebujuk Ayahnya buat bawa si mony kesini, Kir." Rina menceritakan hal konyol yang dilakukan anaknya itu pada ayahnya. Hal itu membuat Kirana menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. "Dia memang ada aja tingahnya gak kebayang pasti banyak alesan yang dia gunain buat bisa keruamh ayahnya." Membayangkan hal itu membuat keduanya tersenyum. Namun Kirana menghentakkan kaki seperti anak muda. "Mere

  • Suamiku Dosen Killerku    42 malu

    "Bi Rusti nyebelin banget deh, gue udah kaha gak punya muka sekarang di hadapan pak Damian. Mana muka gue jelek banget lagi tadi," dumel Azura sambil menatap pantulan dirinya di cermin yang ada di kamarnya. Sejak kejadian tadi Azura segera berlari menuju kamarnya karena malu akan penampilannya. Dia benar-benar tidak menyadari keberadaan pria itu di meja makan. Kalau tahu pasti Azura akan berkemas dulu sebelum keluar dari kamar. "Sialan pasti dalam hatinya pak Damian ngetawain gue tadi huaa malu banget gue." Azura jalan menuju kasurnya dan menangkupkan wajah di balik bantal. Entahlah rasanya seperti makan sop dengan banyak garam. Azura terus menggerutu di kamarnya, padahal perutnya sudah lapar karena tidak makan sejak pulang dari kampusnya. Melisa yang notabennya temennya itu malah tidak menyediakan apa-apa di rumahnya membuat Azura sungguh kelaparan sekarang. Deringan ponsel terdengar begitu nyaring, Azura terdiam di tempat. Setelahnya langsung mengambil ponsel yang ia simpan di n

  • Suamiku Dosen Killerku    41 tingkah lucu Azura

    "Hua, cape banget badan gue. Padahal gak habis buat kegiatan tapi kok rasanya kaya cape banget ya," ucap seorang gadis yang baru sajah meninjakkan kakinya di kamarnya. Setelah mengunjungi kediaman Melisa, mereka memutuskan untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Azura diantarkan oleh Rena karena memang tidak membawa mobil, alias belum dia ambil semenjak kejadian itu terjadi. Mengingat mobil kesayanganya membuat Azura terdiam di kasur. "Si Mony gimana ya keadaannya? Gue telepon ayah aja lah. Siapa tau ada ilham bisa ngasih mobil gue." Azura segera mengambil ponselnya dari dalam tasnya untuk menghubungi sang ayah. Dia segera menghubungi Ayahnya tanpa menunggu lama sudah di angkat dari sebrang sana. Azyra mendekatkan ponselnya kearah telinganya. Namun, dia mengerutkan dahinya mendengar suara ibunya. "Hallo, Zura." Sapa orang disana dengan pelannya. Seolah memastikan Azura mejauhkan ponselnya untuk melihat siapa yang ia hubungi sekarang. Tertera nama Ayahnya yang ada disana. "Hallo,

  • Suamiku Dosen Killerku    40 hukuman

    Brak"Dosen sialan! Udah syukur gue mau disuruh sama dia. Dengan seenak upil malah hukum gue padahal cuma 5 menit. Gedek gue lama-lama sama dia," ucap seorang gadis sembari melemparkan buku di atas meja. Orang-orang yang ada disana tersentak kaget mendengar gebrakan di meja itu. Fokus mereka berpusat kepada Azura yang masih dengan wajah memerah menahan amarah dengan mulut tidak mau diam. "Azura! Bisa santai gak sih kaget gue." Rena yang ada di meja itu menatap tajam ke arah Azura. Namun, dihiraukan oleh pemilik namanya. Sedangkan Azura terduduk di dekat kursi yang di duduki temannya itu. "Udah diem deh, Ren. Kalau gue gunung udah meletus kali, kesel banget gue mana hukumannya sejibun lagi." Azura menatap lesu ke arah buku yang harus ia pahami dan dijadikan proposal itu. Rena yang mendengar itu hanya bisa menghela nafasnya, sembaki menatap iba nasib sial yang selalu temannya itu. Dia mengelus pundaknya dengan pelan. Seolah menenangkan temannya itu. "Yaudah, nanti gue bantuin deh n

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status