Share

Chapter 22

Author: Riskyara
last update Last Updated: 2025-07-07 16:15:41

Chapter 22

POV di kamar Mala

Lampu kamar dinyalakan dengan redup. Mala berdiri di depan cermin, membuka hoodie nya perlahan, lalu menyisir rambutnya yang sudah sedikit kusut. Di meja rias, sebuah koper sudah tertutup rapi. Tak ada yang tertinggal.

“Semua sudah disiapkan… kecuali hati,” gumamnya pelan sambil mengoleskan pelembab ke wajah.

Ia menatap bayangannya sendiri. Mata itu masih memendam banyak, tapi kali ini tidak ada air mata. Hanya kelelahan.

“Mala, lo harus tenang. Jangan ikut terbawa permainan siapapun. Kara mungkin masih belum tau arah, tapi lo harus tau jalan lo sendiri.”

Ia menghembuskan napas panjang lalu tersenyum, mencoba memeluk dirinya sendiri melalui pantulan cermin.

“Besok… ayo kita pura-pura bahagia lagi. Tapi jangan lupa bawa cadangan sabar yang banyak.”

Mala naik ke ranjang, menarik selimut sampai ke dagu. Lalu menatap langit-langit yang kosong. Tap
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 27

    Lampu ruang tamu menyala samar. Karina duduk sendiri di ujung sofa, lutut dilipat, ponsel masih berada di genggaman. Wajahnya tanpa riasan, rambut diikat seadanya. Tapi bukan penampilannya yang berantakan melainkan pikirannya.Foto-foto Kara dan Mala masih terpampang di layar. Tawa mereka di bawah sinar matahari Cappadocia terus membayang.“Kenapa… kenapa bisa semudah itu? Dulu gue yang selalu bersama Kara. Gue yang menyaksikan dia jatuh dan gue juga yang menuntunnya bangkit. Tapi sekarang dia bisa jatuh cinta sama perempuan yang bahkan nggak tau siapa Kara di masa paling sulitnya?”Ia berdiri pelan, berjalan ke dekat jendela. Tirai disibakkan sedikit dan angin malam menerpa wajahnya. Tapi hawa dingin itu tak bisa menenangkan amarahnya.“Apa semua yang gue lakukan selama ini nggak ada artinya? Cuma karena gue ambil langkah mundur waktu itu… semua langsung dilupakan?”Ia kembali duduk, menyandarkan kepala ke punggung sofa. Tangannya mengusap wajah, tapi bukan karena lelah, melainkan me

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 26

    Chapter 26 Setelah kembali dari balon udara, mereka bertiga berjalan santai ke dalam hotel. Dingin pagi mulai mereda, menyisakan udara segar khas lembah. Kara melirik Mala yang tampak sumringah sejak tadi.“Kamu kayak anak kecil habis naik komidi putar,” celetuk Kara sambil menjentikkan ujung scarf Mala.Mala mencibir. “Ya ampun, aku baru sadar… ternyata kamu suka ngejek.”Kara tertawa. “Bukan ngejek, itu apresiasi.”Mereka tertawa ringan. Di tengah hotel yang tenang, suara canda mereka terasa seperti musik pagi. Kara berhenti di depan restoran hotel. “Ayp makan dulu.”Mala menahan langkahnya. “Nanti aja makannya.”Kara mengangkat alis. “Kamu nggak laper?”Mala menunjuk ke arah luar hotel, tepat ke jalan setapak yang mengarah ke pinggir sungai kecil di balik hotel. Alirannya tenang, jernih, dengan deretan batu besar di sisinya dan pohon-pohon cemara yang berbaris rapi.“Aku pengen kesana dul

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 25

    Chapter 25Udara pagi masih menggigit saat Kara, Mala dan Bane keluar dari hotel dengan jaket tebal membalut tubuh mereka. Sebuah van hitam telah menunggu di depan. Sopir lokal yang ramah menyambut mereka dalam bahasa inggris.“Good morning, welcome ballon tour,” sapa sopir.Mala naik terlebih dahulu, duduk di jendela. Kara duduk di sebelahnya, sementara Bane duduk di belakang. Saat van mulai bergerak melewati jalanan kecil yang menanjak, mala melongok ke luar. Jalanan sempit berkelok, melewati rumah-rumah batu khas Goreme dan lembah berbatu yang siluetnya mulai terlihat samah di balik kabut.“Dingin banget.” Mala merapatkan syalnya sambil menatap ke luar.Kara memberikan sarung tangan pada Mala. Mala menoleh. “Eh?”“Pakai, udara dingin.”Mala mengangguk dan mengambil sarung tangan itu.Sepanjang perjalanan, suasana dalam mobil cukup tenang. Hanya bunyi

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 24

    Chapter 24Malam di rooftop Cappadocia. Udara dingin menggigit lembut kulit, tapi langit malam benar-benar seperti lukisan. Taburan bintang terlihat jelas, langka di kota besar. Cahaya bulan mengintip malu dari balik awan. Menyinari daratan Cappadocia yang tenang, lembah dan batu-batu menjulang seperti dunia yang terlepas dari hiruk pikuk kehidupan. Mala menyelubung tubuhnya dengan jaket tebal. Syalnya melilit leher, sebagian menutupi dagu. Ia bersandar di pagar rooftop, matanya menatap langit dengan sorot kosong tapi damai.Tak lama, langkah kaki mendekat. Kara berdiri di sebelahnya, mengenakan mantel hitam. Ia menatap langit dengan tatapan yang tak jauh berbeda dari Mala, hampir seperti keduanya berbicara dengan cara yang sama, tanpa suara.“Langitnya jujur, ya?” Ucap Mala pelan.Kara melirik. “Kapan?”“Karena dia nggak pernah berusaha nutupin sesuatu. Nggak kayak kita yang tiap hari pura-pura baik-baik aja.”Ia ikut menyandarkan lengan di pagar. “Langit juga cuma bisa nunjukkin si

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 23

    Chapter 23Tibanya di Bandara Kayseri, Turki. Langkah Mala sedikit tertahan saat pintu pesawat terbuka dan udara dingin langsung menyergap kulit wajahnya. Angin Turki di bulan-bulan awal musim dingin terasa seperti bisikan. Namun, anehnya menenangkan.Bane merapatkan syal di lehernya. “Aduhhh… dinginnya menggigit, tapi seger juga, ya.”Kara menyipitkan mata, menatap langit cerah dan bersih di atas landasan. “Udara jernih begini yang bikin pikiran ikut bersih.”Mereka berjalan menyusuri lorong bandara, melewati imigrasi yang relatif cepat karena rombongan mereka kecil. Di area kedatangan, seorang pria berpakaian rapi memegang papan bertuliskan.“Mr. Shankara & Family - GOREME PRIVATE TRANSFER”“Selamat datang di Kayseri,” sapa sang sopir dalam bahasa inggris dengan aksen lokal. “Saya akan mengantar Anda langsung ke hotel di Cappadocia.”Mereka pun diarahkan ke sebuah van premium berwarna

  • Suamiku, Lakon Sandiwara   Chapter 22

    Chapter 22POV di kamar MalaLampu kamar dinyalakan dengan redup. Mala berdiri di depan cermin, membuka hoodie nya perlahan, lalu menyisir rambutnya yang sudah sedikit kusut. Di meja rias, sebuah koper sudah tertutup rapi. Tak ada yang tertinggal.“Semua sudah disiapkan… kecuali hati,” gumamnya pelan sambil mengoleskan pelembab ke wajah. Ia menatap bayangannya sendiri. Mata itu masih memendam banyak, tapi kali ini tidak ada air mata. Hanya kelelahan.“Mala, lo harus tenang. Jangan ikut terbawa permainan siapapun. Kara mungkin masih belum tau arah, tapi lo harus tau jalan lo sendiri.”Ia menghembuskan napas panjang lalu tersenyum, mencoba memeluk dirinya sendiri melalui pantulan cermin.“Besok… ayo kita pura-pura bahagia lagi. Tapi jangan lupa bawa cadangan sabar yang banyak.”Mala naik ke ranjang, menarik selimut sampai ke dagu. Lalu menatap langit-langit yang kosong. Tap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status