Perjalanan menuju Berlin sangat memakan waktu lama, hampir sehari penuh di dalam pesawat. Dan akhirnya sekarang pesawat menuruni ketinggian hingga berhenti di bandara. Aku dan Drey menginjakkan kaki di Bandara Udara Internasional Berlin, terletak di Tegel, Berlin, pada jam 7 pagi waktu setempat, Reinickendorf 8 km (5,0 mi) arah barat laut dari pusat kota.
Aku memperlihatkan pemandangan kota Berlin untuk yang pertama kali, sayangnya keadaan masih gelap. Mabuk udara yang sangat menyiksaku telah berlalu.
Dengan romantis kita berdua bergandengan tangan keluar dari Bandara.
“Langsung ke hotel, ya? Istirahat dulu,” kata Drey menggandengku sambil membawa koper.
Drey mengajakku untuk beristirahat di hotel, menggunakan bus yang sudah disediakan di sana. Aku baru ingat, sekarang sedang berada di Berlin, kalau boleh dibilang bus yang aku naiki ke hotel adalah bus paling keren yang pernah aku naiki.
“Udah nggak mual lagi, Ryn? Atau pusing?” tanyanya ketik
Setelah turun dari bus, di jalan menuju hotel sambil menyeret koper—aku bertemu dengan salju yang lembut. Bahagia banget! Baru pertama ini aku memegang salju lembut. Berhubung masih jam 7 pagi lebih, kami langsung check-in hotel dan istirahat.Drey memang sudah merencanakan menginap di hotel terdekat tempat wisata agar mudah untuk mengunjungi tempat-tempat di Berlin.Sepanjang koridor hotel sambil mencari nomor kamar di antarkan seorang Bell Boy yang ikut membantu membawa barang-barang kita. Setelah sampai di depan kamar, Drey berucap terima kasih kepada Bell Boy menggunakan bahasa Inggris karena telah membantu membawa barang-barang dan telah mengantarkan.Karena masih gelap, aku dan Drey beristirahat sebentar sembari mencharge ponsel, dan menikmati wiffi gratis. Ketika jam 8, aku dan Drey memutuskan untuk keluar dari hotel. Untuk mengetahui objek wisata apa saja yang akan aku kunjungi, aku mengandalkan peta dari Tripomatic.
Karena aku dengan Drey bulan madu di Berlin saat musim salju, untunglah aku membawa jaket tebal berbulu dan topi Bobble dari Indonesia, karena aku tahu sekarang Berlin musim dingin dengan turun salju yang lebat.Aku benar-benar mempersiapkan segalanya tanpa barang tertinggal.Selepas makan siang, salju turun cukup banyak. Jadi sempat menghabiskan waktu beberapa saat terlebih dahulu di dalam restourant.“Mau keluar sekarang?”Aku mengangguk antutias. Tidak sabar untuk menginjakkan kaki di atas salju yang baru turun. Ya, salju yang turun telah berhenti, aku dan Drey segara keluar dari restourant Tim Raue. Mataku terbuka lebar—terkagum menyaksikan salju di depanku, jujur baru pertama ini aku melihat salju dengan kepala mataku sendiri.“Drey! Ada salju! Salju!” teriakku bahagia.Drey tersenyum lebar, dia masih berdiri di depan restourant itu, melihatku kegirangan menyentuh s
Setelah puas mengunjungi wisata di Berlin, aku dan Drey kembali ke hotel untuk beristirahat. Rasanya lelah sekali, badan letih dan capek, tapi aku sangat puas berkeliling. Banyak tempat yang belum aku kunjungi, mungkin dilanjutkan esok harinya.“Ryn, apa masih lama?”Aku sedang membersihkan badan mendengar suara Drey bersamaan dengan ketukan pintu kamar mandi. Sepertinya Drey hendak menggunakan kamar mandi yang sedang aku gunakan selama tiga puluh menit.“Sebentar lagi, Drey,” teriakku dari dalam, suaraku menggema. Aku segera melepaskan handuk yang melilit di tubuhku dan mengganti kimino bermotif bunga sakura.Aku tidak ingin membuat Drey menunggu lama. Jadi aku segara keluar dari kamar mandi.“Apa yang kamu lakukan di dalam?” tanya Drey.Aku mengeryit, kenapa Drey bertanya seperti itu? Sudah jelas berada di kamar mandi melakukan ritual.“Mandi don
“Hmm?” gumam Drey.Tiba-tiba dia dengan cepat mengendongku ke ranjang berukuran queen size. Drey mendekatkan wajahku lagi dan mendaratkan ciuman di telinga membuatku merinding merasakan sensasi baru yang disalurkan pada titik sensitif di tubuhku.Sesungguh aku dibuat terkejut ketika Drey menciumiku dan menggendongku ke atas ranjang. Aku ingin bertanya apa yang akan Drey lakukan selanjutnya, tapi itu tidak mungkin, aku tidak tega membiarkan Drey menahan hasratnya sendiri.Kecupan lembut telah berhasil memancing diriku untuk menginginkan sentuhan dari Drey, sentuhan dari suamiku. Tangan Drey perlahan menelusup ke dalam baju tidurku, menyentuh kulit sehingga mengalirkan sensasi listrik yang terasa dahsyat ke seluruh saraf.“Drey ....” lirihku ketika dia menghentikan aktivitasnya, aku sedikit kecewa namun ternyata ... Drey benar-benar sudah terbawa oleh napsu.Drey dengan tidak sabar melepaskan bajunya yang segera mempertontonkan tubuhnya yang s
Matahari telah berhasil mengusir bulan dari singgasananya. Membangunkan para pemimpi yang terbuai oleh mimpi dan malam. Sepi yang pekat tergantikan keceriaan cahaya terang yang menghangatkan.Waktu menunjukkan pukul sembilan pagi, aku membuka mata yang terasa berat. Kegiatan tadi malam yang berlangsung hingga dini hari dan sangat melelahkan tubuh. Tubuhku merasa pegal-pegal.Aku menoleh ke sisi kasur, memandang wajah Drey tampan yang sedang terlelap sambil memeluk tubuhku dari belakang. Kemudian aku membalikan badan, berbaring sambil memandang wajah Drey dari dekat. Sangat dekat sampai aku merasakan napasnya yang hangat dan deru napas orang tertidur.Beruntung sekali aku mempunyai suami seperti Drey, dia memiliki alis yang tebal, dinaungi oleh bulu mata yang lentik, hidung yang mencung, bibirnya kissable dan rahang yang tegas, apalagi kumit tipisnya. Entah kenapa menurutku, Drey sangat tampan sekali ketika sedang tertidur, ekspresi
Ini yang aku tunggu, Drey sudah bangun tidur dan segera melakukan ritual mandinya.Dan sekarang Drey baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya, memperlihatkan bagian dada bidangnya tanpa busana. Tiba-tiba Drey berdiri di belakangku, dengan sangat manja melingkarkan tangannya ke tubuhku. Aku sedang bercemin untuk menata rambutku, tapi Drey menenggelamkan wajahnya di leher membuat aku berhenti menyisir rambut.“Rambut kamu wangi banget, Ryn,” bisik Drey.Dia mengendus leherku membuat aku merasakan sensasi berbeda. Bau wangi rambutku menyegarkan hidung Drey, aku juga sama merasakan keharuman sabun mandi yang Drey pakai, aroma sabun mandi yang sangat harum.“Drey, kamu harus ganti baju dulu,” kataku mengelus tangan Drey yang melingkari di leherku. “Aku sudah menyiapkan semuanya kok, mulai dari baju, sepatu, jaket dan celana.”“Terima kasih.” Drey mengeratkan pelukan dar
Hari kedua di Berlin.Aku mengira kalau kunjungan ke Jerman kali ini hanya ke Berlin saja, ternyata selain liburan ke Berlin, aku ingin menyempatkan mengunjungi kota sebelahnya, yaitu Postdam. Postdam ternyata ibu kota dari Bundesland Brandenburg, Jerman dan menjadi bagian dari Kawasan Metropolitan Berlin atau Brandenburg. Kota ini terletak 24 kilometer sebelah barat daya pusat kota Berlin, ibu kota Jerman. Hingga tahu 1918, Potsdam adalah tempat tinggal raja-raja Prusia dan Kaiser Jerman.Pertama aku ingin mengunjungi Postdam, salah satu lokasi yang tidak masuk ke daftar list karena perkataan Drey membuat aku luluh untuk mengunjungi Postdam.Kalau tertarik wisata Potsdam itu ibarat lari sebentar dari ibukota. Kenapa pada masa lalu Potsdam adalah tempat istirahat raja-raja Prussia dan Kaisar Jerman, sementara ibukotanya di Berlin. Antara Potsdam dan Berlin kotanya bersebelahan, jika naik bus melalui jalan raya seperti hanya butuh waktu s
Setelah seharian berkeliling kota Postdam, aku dan Drey kembali ke Berlin. Aku masih bisa menyempatkan diri untuk food tour, berburu makanan di salah satu pusat kuliner Berlin. Kita mengunjungi ke sebuah tempat yang bernama Market Hall 9 atau Market Hall sembilan.Tempat ini rame banget, dan di Market Hall 9 ada berbagai makanan dari beberapa negara. Paket komplit, deh. Aku juga sempat mencoba makanan lokal. Ini baru makanan pembukaan karena penutupnya aku mencoba makanan khas Turki yang banyak sekali.Ya, aku memesan banyak makanan khas Turki. Drey sampai geleng-geleng kepala ketika aku mencoba makanan tersebut, dia sempat melarangku untuk makan lagi karena perutku sudah pasti terisi banyak. Tapi aku ngotot mencoba banyak makanan khas negara lain selain Turki, makan sampai kenyang deh pokoknya!“Stop! Kamu jangan makan lagi!” perintah Drey melototkan mata ke arahku dan menarik piring.Aku yang hendak me