Share

Suamiku Menghilang Setiap Malam
Suamiku Menghilang Setiap Malam
Penulis: Naffa Aisha

Menghilang Setiap Malam

Terasa ada yang turun dari ranjang. Aku yang sedang tertidur bisa merasakan hal itu. Kuubah posisi tidur dari menyamping menghadap dinding, menjadi miring ke kanan, menghadap ke arah suamiku. Kuraba, namun tak ada terasa tubuh Mas Gilhan, suamiku. Kubuka mata perlahan dan benar saja, tempat tidurnya sudah kosong. Kukucek mata, dan melihat jam di dinding yang mengarah ke 01.05.

Agghh ... suamiku memang suka menghilang di setiap malam. Pergi ke mana dia? Ketika subuh barulah dia kembali dan aku tak pernah tahu kapan ia datang, tapi tiba-tiba sudah ada di sampingku, selalu begitu setiap hari.

Aku berusaha bangkit dari tempat tidur untuk mencarinya, tapi tubuh ini terasa berat dengan mata yang terasa amat mengantuk. Aku tak bisa menggerakkan tubuh hingga akhirnya kembali tertidur.

*****

“Sayang, Mas berangkat kerja dulu!” Terdengar suara samar-samar.

Aku membuka mata dan mendapati Mas Gilhan sudah bersiap dengan pakaian kerjanya, setelan jas berwarna hitam. Kulirik jam di dinding yang sudah mengarah ke angka 07.30, oh tuhan ... lagi-lagi aku tak sholat subuh dan tak menyadari kapan suamiku kembali.

“Mas, kamu tadi malam ke mana?” tanyaku dengan sambil bangkit dari tempat tidur.

Mas Gilhan mengerutkan dahi dan menjawab, “Nggak ada ke mana-mana.”

“Masa? Sudah beberapa kali kamu selalu menghilang setiap malam, kamu ke mana, Mas?” tanyaku dengan tak bisa menyembunyikan rasa penasaran ini.

“Apa sih maksud kamu, Sayang? Aku nggak pernah ke mana-mana kok setiap malam, sepanjang malam tidur di samping kamu kok,” jawabnya dengan mendekat ke arahku yang kini berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh selidik.

“Mas ....” Aku masih tak puas dengan jawabannya.

“Ya sudah, kamu Cuma mimpi saja kali. Aku berangkat dulu, ya. Aku titip anak-anak, I love you,” ujarnya sambil mendaratkan kecupan di dahiku.

Aku berusaha tersenyum, dan kembali duduk di atas ranjang sebab semua ini terasa aneh. Aku sangat yakin, kalau setiap malam suamiku memang selalu menghilang dari kamar tapi dia menyangkalnya.

Setelah cukup lama termenung, aku bangkit dan meraih handuk lalu mandi. Aku merasa ada keanehan setiap malam di rumah ini, selain suamiku yang selalu menghilang, aku juga tak bisa bangun sebab tubuhku ketindihan sepanjang malam dan akan tersadar saat pagi.

Setelah mandi dan berpakaian, aku keluar dari kamar lalu menuruni anak tangga untuk ke lantai bawah kemudian menuju dapur. Di ruang tengah, terlihat Bik Ana sedang bermain dengan Naura dann Nayla, putri bungsu suamiku, hmm ... namun kini sudah menjadi putriku juga. Mereka kembar identik, aku masih sulit membedakan mereka sebulan ini.

“Selamat pagi, Cantik,” sapaku kepada dua putri tiriku itu.

“Selamat pagi juga, Mama Sindy,” jawabnya serempak dengan sambil tersenyum.

Aku mendekat dan mendaratkan ciuman di dahi gadis kecil yang usianya kurang beberap bulan lagi akan menginjak empat tahun.

“Udah sarapan belum, Sayang?” tanyaku.

“Udah, Ma,” jawab mereka serempak.

“Nyonya Sindy, sarapan sudah ada di atas meja makan. Silakan!” ujar Bik Ana dengan suara kaku, gaya biacaranya memag begitu, datar dan tanpa ekspresi. Usianya masih muda, mungkin seusia dengan suamiku, 37 tahunan.

“Hmm ... iya, Bik, terima kasih,” jawabku. “Niko udah ke sekolah?” tanyaku saat teringat akan putra sulung suamiku yang kini sudah duduk di bangku SMP itu.

“Udah, Nyonya. Den Niko, pukul 06.30 sudah berangkat ke sekolah,” jawabnya  dengan nada sengit.

Aku berusaha berpikir positif dan beranggapan kalau sifat jutek begitu memang wataknya, walau aku menangkap ada kejengkelan karena aku bangun selalu siang. Bukan mauku seperti ini, tapi aku selalu terbangun selalu siang walau sudah menyetel alarm, padahal ketika masih gadis dan tinggal di rumah mama, aku tak pernah seperti ini. Di rumah ini, aku selalu kesusahan untuk bangun jika sudah tidur, maka dengan itu, aku tak mau tidur siang sebab beberapa hari yang lalu aku pernah tidur siang dan terbangun besoknya. Aneh bukan?

Aktivitasku di rumah ini berjalan seperti hari-hari kemarin, aku cuma duduk bengong di depan televisi sebab dua putri kembar suamiku itu selalu menghabiskan waktu dengan pembantunya saja.

Aku mulai jenuh sebulan terus seperti ini, kalau begini lebih baik aku kembali bekerja di kantor Mas Gilhan sebab dulu aku karyawannya sebelum dia melamarku jadi istri. Ah, akan kubicarakan nanti dengannya.

Bersambung .....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status