Share

Bab 5

Author: Rira Faradina
last update Last Updated: 2022-10-29 01:52:00

"Mas kau yakin kita akan datang?" tanya Rahma, ada keraguan di hati wanita itu.

"Iya, bukankah tak baik menolak, lagipula kita diundang ke acara itu, benar kan?"

"Lalu kita akan datang ke acara yang mana? akad nikah atau resepsinya mas? Acara akad nikahnya di gelar di rumah, sedang resepsinya di Hotel Venus." Kembali, Rahma bertanya.

"Undangannya bagaimana?"

"Dua duanya mas, aku bahkan sudah diberi seragam oleh Nia," tutur Rahma mende$ah.

"Ya berarti, kita akan hadir di acara akad nikah dan juga resepsinya, lumayan kan kita bisa makan enak, dan jalan jalan ke hotel bagus," gurau Yudha menggoda istrinya. Membuat wajah Rahma cemberut.

"Keenakan dong Mbak Widya nanti mengejekku, mas," Rahma mengeluh, sungguh dirinya malas bertemu dengan wanita menyebalkan itu, seringkali Rahma mengump4t Deni, kakak sulungnya yang bisa- bisanya memiliki istri seperti Widya.

"Aku hanya tak ingin mendengar mereka menghinamu lagi mas, apalagi di tempat ramai, membuatku kesal dan marah saja," ujar Rahma menunduk.

Yudha memandang istrinya dengan tatapan teduh, diangkatnya dagu Rahma dengan pelan. Wajah wanita itu kini memerah, seakan sedang menahan tangis.

"Jika kau tidak ingin datang, maka kita tidak perlu datang. Jika kau mau, kita bisa jalan jalan saja di hari akad nikah dan resepsinya digelar, bagaimana?" ujar Yudha lembut menghibur istrinya.

"Entahlah mas," balas Rahma setengah berbisik.

"Jika memang tak berniat datang, sebaiknya kembalikan seragam pernikahannya karena takut akan jadi masalah," saran Yudha yang langsung dijawab anggukan kepala oleh Rahma.

Ada sedikit ketenangan di hati Rahma setelah mendengar ucapan suaminya. Mengembalikan seragam adalah hal utama yang dipikirkan Rahma saat ini karena ia malas jika nantinya kehadirannya di acara akad nikah sepupunya itu akan berakhir di tempat cuci piring dan rasa sakit hati.

Bibir Rahma kini mengulas senyum, wajah murungnya kini telah berganti sumringah, namun itu tidak berlangsung lama karena tiba tiba Rahma teringat akan perkataan Widya tadi siang yang mengatakan bahwa mereka tidak bertemu dengan Yudha saat mendatangi laundry, tempat suaminya itu bekerja, membuat mata Rahma kini menyipit memandang suaminya.

"Mas, hari ini kau pergi kemana? Mbak Widya tadi bilang bahwa saat ia dan bibi datang ke tempat kerjamu. Kata pegawai di sana, kau tidak masuk kerja hari ini?" tanya Rahma hati hati karena takut menyinggung perasaan suaminya.

Kerongkongan Yudha tercekat, ia tak menyangka jika Rahma mengetahuinya. Lelaki itu diam sesaat, mencoba memikirkan jawaban yang bisa meyakinkan istrinya.

"Oh itu, hari ini aku pergi menemani Pak Haji membeli beberapa perlengkapan," jawab Yudha berbohong, berusaha keras menyembunyikan rasa gugup yang menderanya saat ini.

"Benarkah? Pantas saja Mbak Widya tidak bertemu denganmu disana, mas," sahut Rahma mempercayai ucapan suaminya.

Yudha tersenyum kecut, dilihatnya wajah polos Rahma yang tampak begitu mempercayai alasannya. Bukan tak ingin berkata jujur, hanya saja Yudha merasa bahwa belum saatnya ia menjelaskan situasinya pada Rahma sekarang.

Selepas keluar dari rumah pagi tadi, ponselnya berdering, dan mengabarkan bahwa ada sebuah mobil yang telah menunggu didepan gang rumahnya. Tak dapat menghindar, Yudha pun naik ke dalam mobil tersebut dan mengantarnya ke sebuah rumah tempat dimana lelaki itu menghabiskan masa kecilnya dulu.

"Sudah malam, lebih baik kita tidur saja," ajak Yudha pada Rahma. Menyudahi pembicaraan mereka malam ini.

*****

Keesokkan harinya, Rahma terkejut dengan kedatangan Deni, sang kakak sulung. Entah mengapa, mukanya tampak begitu murung.

"Tolong tanda tangani ini, Rahma," pinta Deni, tampak begitu memohon.

Untuk beberapa saat Rahma tertegun, ditatapnya wajah Deni yang tampak murung.

Selepas Zhuhur, kakak lelakinya itu mendatangi rumahnya, membawa sebuah map kertas yang berisi beberapa dokumen.

Rahma tak mengerti, apa yang harus ditandatanganinya, karena begitu datang, Deni langsung memintanya membubuhkan tanda tangan.

"Apa ini mas? dan dokumen apa yang harus kutanda tangani?" tanya Rahma tak mengerti. Lalu menarik sebuah dokumen dan membacanya.

Yudha yang kebetulan tak bekerja, ikut duduk mendampingi Rahma. Tampak, mata lelaki itu menyipit tajam ketika melirik isi dokumen yang dipegang istrinya.

"Apa maksudnya ini, mas?" tanya Rahma pada Deni.

"Aku ingin menjaminkan tanah warisan bapak ke bank. Aku butuh uang Rahma," jelas Deni begitu lugas.

"Oh," jawab Rahma datar karena tak tahu harus berekspresi seperti apa.

"Lalu apa hubungannya denganku? Bukankah kau dan Mbak Nella yang memutuskan sendiri untuk mengurus tanah dan sawah warisan bapak? Kalian berdua hanya memberiku uang lima belas juta karena merasa aku tidak berhak atas warisan itu, bukankah begitu?" sindir Rahma.

Wajah Deni tampak pias dan gelisah, terlihat dari bahasa tubuhnya yang tidak nyaman atas pernyataan Rahma.

"Sebenarnya sebelum meninggal, tanah itu sudah dibalik nama oleh Bapak menjadi namamu, Rahma," ungkap Deni, yang membuat mata Rahma terbelalak.

"Su-sudah di ubah bapak menjadi namaku?" Ungkap Rahma terkejut.

Deni mengangguk.

"Iya, karena itu aku ingin meminta tanda tanganmu sebagai persetujuan. Pihak bank menolak menyetujuinya jika kau sebagai pemilik tanah itu tidak ..."

"Jadi, Mas Deni selama ini merahasiakannya dariku? Kenapa? Karena ingin memiliki tanah itu untuk dirimu sendiri, begitu?" potong Rahma cepat, kemarahan kini terlihat jelas di wajahnya.

"Tuhan memang adil, ia membuka kezalimanmu padaku, sungguh rasanya aku ingin tertawa! Selama ini, aku tidak tahu jika tenyata akulah pemilik tanah warisan itu," lanjut Rahma sesaat kemudian.

"Baiklah, aku minta maaf karena tidak memberi tahumu. Iya memang benar, tanah itu diberikan bapak untukmu. Jadi, tolong biarkan aku menjaminkannya, aku butuh uang, Rahma," Deni mengiba.

"Untuk apa?" tanya Rahma cepat.

"Ah tidak, jangan bilang jika kau ingin menjaminkan tanah warisan milikku demi memenuhi gaya hidup istrimu yang hedonis itu mas? " Ekor mata Rahma mendelik tajam pada kakak sulungnya.

Terlihat Deni menelan ludah kasar.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (15)
goodnovel comment avatar
Oliva Koneng
dibuka bab berikutnya
goodnovel comment avatar
Helbadri Kurniawan
kalau novel nya laris jangan ribet bukanyDeh
goodnovel comment avatar
Helbadri Kurniawan
apaan begini buka kunci aja ribet
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suamiku Mualaf Kaya Raya   Bab Ekstra 8

    Tiga bulan kemudian,"Selamat ya Pak Yudha, ibu Rahma positif hamil," ucap dokter wanita itu saat memeriksa Rahma."Alhamdulillah, terima kasih banyak dokter."Wajah Yudha begitu bahagia saat mendengar kabar bahagia tersebut, tak hanya dirinya, pipi Rahma pun tampak bersemu merah."Saya akan meresepkan beberapa vitamin. Jangan lupa istirahat yang cukup ya, Bu Rahma." Ujar dokter wanita tersebut, setelah pemeriksaan ultrasonografi (USG) tersebut selesai.Beberapa pesan di berikan oleh dokter wanita itu pada mereka, tak lupa juga mengingatkan agar melakukan pemeriksaan rutin setiap bulan. Setelah berbincang sebentar, mereka pun akhirnya pamit dan bergegas pulang ke rumah dengan suasana hati yang riang. Kurang lebih setengah jam kemudian, mobil yang membawa mereka pun akhirnya menepi dan berhenti di rumah besar itu, rumah yang hampir dua tahun ini mereka tinggali.Dengan hati hati, Yudha membantu Rahma keluar dari mobil. Rona bahagia begitu terpancar dari wajahnya. Melihat wajah Yudha y

  • Suamiku Mualaf Kaya Raya   Bab Ekstra 7

    "Bagaimana kondisi Mbak Nella?" Tanya Yudha beberapa saat setelah mendengar cerita Rahma."Mbak Nella baik baik saja," jawab Rahma lalu beranjak dari meja riasnya dan duduk di tepian ranjang mereka."Syukurlah. Uang yang hilang bisa dicari tapi jika para perampok itu sampai melukainya, entahlah, aku sulit untuk membayangkannya," sahut Yudha lalu meletakkan ponselnya ke atas nakas."Iya, kau benar, mas." "Hmm!" Yudha berdehem kecil."Besok papa mengundang kita untuk datang ke rumahnya.""Oh ya?" Tanya Rahma sembari menatap suaminya dengan pandangan tanya."Ada acara apa di rumah papa, mas?" Kembali Rahma bertanya."Tak ada, katanya sih hanya ingin berkumpul dengan kita saja sebelum berangkat umroh," jawab Yudha Mendengarnya, Rahma mengangguk pelan. "Oh, sekalian bulan madu, ya? Pengantin baru bikin gemes," sambung Rahma terkekeh."Mungkin saja, karena kudengar dari papa, katanya sih tante Miranda berharap segera diberi keturunan sepulang umroh nanti." Yudha kembali mejelaskan. "Ami

  • Suamiku Mualaf Kaya Raya   Bab Ekstra 6

    Kabar perampokan yang terjadi di rumah Nella, akhirnya sampai juga ke telinga Rahma, meskipun sudah dua hari berselang pasca kejadian tersebut, tetap saja insiden perampokan itu masih menjadi topik pembicaraan hangat di kalangan para tetangganya.Meski khawatir, Rahma menahan diri untuk tidak segera datang ke rumah kakak perempuannya tersebut. Rahma yakin pasti ada alasan mengapa Nella tidak memberitahu dirinya atas musibah yang menimpa dirinya. Berdiri di hadapannya, seorang wanita yang beberapa jam lalu di mintanya untuk mencari kabar terbaru tentang Nella. Dari laporan yang diterimanya, setidaknya Rahma bisa menghela nafas lega karena para perampok itu sudah di tangkap polisi. Dan salah satunya adalah orang yang mereka kenal baik, seseorang yang masih bertetangga dengan Nella.Ada tiga orang yang beraksi pada malam itu. Menggasak habis uang yang tersimpan di dalam lemari, untung saja pada malam sebelumnya, Nella telah memindahkan kotak yang biasa digunakannya untuk menyimpan perhi

  • Suamiku Mualaf Kaya Raya   Bab Ekstra 5

    Deru mobil Deni perlahan terdengar menjauh dari rumah. Sesaat, terlihat Widya mematung di sana, seakan tengah mengkhawatirkan suaminya. Tak lama, ia berbalik masuk ke dalam rumah, setelah mengunci pagarnya terlebih dulu.Pandangan matanya terlihat menerawang ke sekeliling ruangan, ia tak menyangka jika tak ada satupun perabotan rumah ini yang berubah letaknya. Semuanya masih sama seperti ia tinggalkan beberapa waktu lalu. Piring, gelas maupun toples yang ada di atas meja pun hampir tak ada yang berubah letaknya, hanya isinya saja yang sudah kosong.Helaan nafasnya terdengar berat, tak lama la melangkah ke arah dapur, bersiap untuk mencuci peralatan makan dan melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya, karena asisten rumah tangga yang bekerja di rumah mereka sebelumnya, terpaksa di berhentikan beberapa hari setelah kasus penipuan berkedok investasi yang menghabiskan semua uang mereka tersebut.Suara seseorang terdengar mengetuk pintu, sontak membuat kepala Widya menoleh, tak butuh waktu

  • Suamiku Mualaf Kaya Raya   Bab Ekstra 4

    Deni mengulum senyum ketika di lihatnya Widya yang tampak canggung saat mereka duduk berdua saja di dalam mobil. Lelaki itu tak menyangka jika rencana Rahma untuk membuat istrinya kembali ke rumah tanpa paksaan, akan berjalan dengan sempurna.Tadinya ia sempat tak yakin, namun atas dukungan dari Nella, Deni akhirnya memberanikan diri menelpon ayah mertuanya dan meminta bantuan darinya, agar Widya bisa pulang tanpa harus membuatnya memohon dan menjatuhkan harga diri di depan istrinya.Untuk beberapa saat, suasana terasa hening, karena tak ada satupun dari mereka yang mau membuka percakapan lebih dulu, baik Deni maupun Widya, tampak masih berusaha mengatur nafas masing-masing. "Aku dengar kau sering belanja di warungnya si Mirna? Apa benar, mas?"Pertanyaan Widya akhirnya memecah keheningan di antara mereka, membuat Deni memalingkan wajahnya dari Widya sembari menyunggingkan senyum. "Kalau iya, apa ada masalah? Semua orang tahu jika dia cantik dan sendiri," Pancing Deni menggoda istri

  • Suamiku Mualaf Kaya Raya   Bab Ekstra 3

    "A-aku mau pulang, mas."Ucapan Widya membuat tiga pasang mata yang ada di sana sontak menoleh padanya. "Benarkah?" Ceplos ibu mertuanya sambil melempar pandangan pada Sofyan, suaminya.Mata Deni tak berkedip saat mendengarnya, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja tadi didengar oleh telinganya, begitu juga dengan Sofyan, ayah mertuanya yang tanpa sadar memandang tajam pada putri sulungnya tersebut.Mungkinkah, istrinya yang keras kepala itu telah berubah? Batin Deni berbisik."Nggak lagi ngelindur kan?" "Kemarin katanya nggak mau pulang, dipaksa- paksa, tetap kekeuh bilangnya males pulang, kok sekarang beda lagi? padahal Deni nggak bilang mau ajak kamu pulang lho, Wid?" Goda ayahnya."Itu ... Ya, terserah dong," ketus Widya yang membuat lelaki paruh baya itu akhirnya terkekeh.Setelah mengatakannya, dengan wajah masam Widya angkat kaki dari sana dan bergegas masuk ke kamarnya. Wanita itu tampak kesal dengan dirinya sendiri karena bisa bisanya terpancing emosi."Sepertinya, a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status