Share

Bab 5

"Mas kau yakin kita akan datang?" tanya Rahma, ada keraguan di hati wanita itu.

"Iya, bukankah tak baik menolak, lagipula kita diundang ke acara itu, benar kan?"

"Lalu kita akan datang ke acara yang mana? akad nikah atau resepsinya mas? Acara akad nikahnya di gelar di rumah, sedang resepsinya di Hotel Venus." Kembali, Rahma bertanya.

"Undangannya bagaimana?"

"Dua duanya mas, aku bahkan sudah diberi seragam oleh Nia," tutur Rahma mende$ah.

"Ya berarti, kita akan hadir di acara akad nikah dan juga resepsinya, lumayan kan kita bisa makan enak, dan jalan jalan ke hotel bagus," gurau Yudha menggoda istrinya. Membuat wajah Rahma cemberut.

"Keenakan dong Mbak Widya nanti mengejekku, mas," Rahma mengeluh, sungguh dirinya malas bertemu dengan wanita menyebalkan itu, seringkali Rahma mengump4t Deni, kakak sulungnya yang bisa- bisanya memiliki istri seperti Widya.

"Aku hanya tak ingin mendengar mereka menghinamu lagi mas, apalagi di tempat ramai, membuatku kesal dan marah saja," ujar Rahma menunduk.

Yudha memandang istrinya dengan tatapan teduh, diangkatnya dagu Rahma dengan pelan. Wajah wanita itu kini memerah, seakan sedang menahan tangis.

"Jika kau tidak ingin datang, maka kita tidak perlu datang. Jika kau mau, kita bisa jalan jalan saja di hari akad nikah dan resepsinya digelar, bagaimana?" ujar Yudha lembut menghibur istrinya.

"Entahlah mas," balas Rahma setengah berbisik.

"Jika memang tak berniat datang, sebaiknya kembalikan seragam pernikahannya karena takut akan jadi masalah," saran Yudha yang langsung dijawab anggukan kepala oleh Rahma.

Ada sedikit ketenangan di hati Rahma setelah mendengar ucapan suaminya. Mengembalikan seragam adalah hal utama yang dipikirkan Rahma saat ini karena ia malas jika nantinya kehadirannya di acara akad nikah sepupunya itu akan berakhir di tempat cuci piring dan rasa sakit hati.

Bibir Rahma kini mengulas senyum, wajah murungnya kini telah berganti sumringah, namun itu tidak berlangsung lama karena tiba tiba Rahma teringat akan perkataan Widya tadi siang yang mengatakan bahwa mereka tidak bertemu dengan Yudha saat mendatangi laundry, tempat suaminya itu bekerja, membuat mata Rahma kini menyipit memandang suaminya.

"Mas, hari ini kau pergi kemana? Mbak Widya tadi bilang bahwa saat ia dan bibi datang ke tempat kerjamu. Kata pegawai di sana, kau tidak masuk kerja hari ini?" tanya Rahma hati hati karena takut menyinggung perasaan suaminya.

Kerongkongan Yudha tercekat, ia tak menyangka jika Rahma mengetahuinya. Lelaki itu diam sesaat, mencoba memikirkan jawaban yang bisa meyakinkan istrinya.

"Oh itu, hari ini aku pergi menemani Pak Haji membeli beberapa perlengkapan," jawab Yudha berbohong, berusaha keras menyembunyikan rasa gugup yang menderanya saat ini.

"Benarkah? Pantas saja Mbak Widya tidak bertemu denganmu disana, mas," sahut Rahma mempercayai ucapan suaminya.

Yudha tersenyum kecut, dilihatnya wajah polos Rahma yang tampak begitu mempercayai alasannya. Bukan tak ingin berkata jujur, hanya saja Yudha merasa bahwa belum saatnya ia menjelaskan situasinya pada Rahma sekarang.

Selepas keluar dari rumah pagi tadi, ponselnya berdering, dan mengabarkan bahwa ada sebuah mobil yang telah menunggu didepan gang rumahnya. Tak dapat menghindar, Yudha pun naik ke dalam mobil tersebut dan mengantarnya ke sebuah rumah tempat dimana lelaki itu menghabiskan masa kecilnya dulu.

"Sudah malam, lebih baik kita tidur saja," ajak Yudha pada Rahma. Menyudahi pembicaraan mereka malam ini.

*****

Keesokkan harinya, Rahma terkejut dengan kedatangan Deni, sang kakak sulung. Entah mengapa, mukanya tampak begitu murung.

"Tolong tanda tangani ini, Rahma," pinta Deni, tampak begitu memohon.

Untuk beberapa saat Rahma tertegun, ditatapnya wajah Deni yang tampak murung.

Selepas Zhuhur, kakak lelakinya itu mendatangi rumahnya, membawa sebuah map kertas yang berisi beberapa dokumen.

Rahma tak mengerti, apa yang harus ditandatanganinya, karena begitu datang, Deni langsung memintanya membubuhkan tanda tangan.

"Apa ini mas? dan dokumen apa yang harus kutanda tangani?" tanya Rahma tak mengerti. Lalu menarik sebuah dokumen dan membacanya.

Yudha yang kebetulan tak bekerja, ikut duduk mendampingi Rahma. Tampak, mata lelaki itu menyipit tajam ketika melirik isi dokumen yang dipegang istrinya.

"Apa maksudnya ini, mas?" tanya Rahma pada Deni.

"Aku ingin menjaminkan tanah warisan bapak ke bank. Aku butuh uang Rahma," jelas Deni begitu lugas.

"Oh," jawab Rahma datar karena tak tahu harus berekspresi seperti apa.

"Lalu apa hubungannya denganku? Bukankah kau dan Mbak Nella yang memutuskan sendiri untuk mengurus tanah dan sawah warisan bapak? Kalian berdua hanya memberiku uang lima belas juta karena merasa aku tidak berhak atas warisan itu, bukankah begitu?" sindir Rahma.

Wajah Deni tampak pias dan gelisah, terlihat dari bahasa tubuhnya yang tidak nyaman atas pernyataan Rahma.

"Sebenarnya sebelum meninggal, tanah itu sudah dibalik nama oleh Bapak menjadi namamu, Rahma," ungkap Deni, yang membuat mata Rahma terbelalak.

"Su-sudah di ubah bapak menjadi namaku?" Ungkap Rahma terkejut.

Deni mengangguk.

"Iya, karena itu aku ingin meminta tanda tanganmu sebagai persetujuan. Pihak bank menolak menyetujuinya jika kau sebagai pemilik tanah itu tidak ..."

"Jadi, Mas Deni selama ini merahasiakannya dariku? Kenapa? Karena ingin memiliki tanah itu untuk dirimu sendiri, begitu?" potong Rahma cepat, kemarahan kini terlihat jelas di wajahnya.

"Tuhan memang adil, ia membuka kezalimanmu padaku, sungguh rasanya aku ingin tertawa! Selama ini, aku tidak tahu jika tenyata akulah pemilik tanah warisan itu," lanjut Rahma sesaat kemudian.

"Baiklah, aku minta maaf karena tidak memberi tahumu. Iya memang benar, tanah itu diberikan bapak untukmu. Jadi, tolong biarkan aku menjaminkannya, aku butuh uang, Rahma," Deni mengiba.

"Untuk apa?" tanya Rahma cepat.

"Ah tidak, jangan bilang jika kau ingin menjaminkan tanah warisan milikku demi memenuhi gaya hidup istrimu yang hedonis itu mas? " Ekor mata Rahma mendelik tajam pada kakak sulungnya.

Terlihat Deni menelan ludah kasar.

Bersambung

Komen (15)
goodnovel comment avatar
Oliva Koneng
dibuka bab berikutnya
goodnovel comment avatar
Helbadri Kurniawan
kalau novel nya laris jangan ribet bukanyDeh
goodnovel comment avatar
Helbadri Kurniawan
apaan begini buka kunci aja ribet
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status