Share

Suamiku, Nerakaku!
Suamiku, Nerakaku!
Author: Kiah Nyla

Bab 1

Author: Kiah Nyla
Hari saat aku berjalan telanjang kaki memasuki pusat kota, aku masuk berita.

Putri angkat Keluarga Prakoso yang diculik selama beberapa bulan, muncul kembali dengan mengenakan pakaian compang-camping, tampak kotor dan bau, bahkan sekujur tubuhnya dipenuhi luka.

Aku melihat kilatan lampu dari para media yang mengarah padaku. Mereka berebutan mengambil fotoku. Hatiku yang sudah lama mati pun tidak merasa goyah sedikit pun.

Lovia yang dulu sudah mati. Gadis yang bersinar, polos, ceria, dan aktif itu sudah tiada. Yang menghancurkannya adalah para penculik, yang juga adalah Kennedy.

Tidak berselang lama, sekelompok pengawal bersetelan hitam membuka jalan di tengah kerumunan. Yang memimpin mereka bernama Eason. Aku mengenalnya.

Selama tujuh tahun aku mendekati Kennedy, Eason ini yang selalu menarikku secara paksa untuk keluar dari ruang kantor dan apartemen Kennedy. Bahkan, bisa dibilang aku diseret karena sangat keras kepala dan Kennedy sudah jenuh.

"Nona Lovia, Tuan menunggumu di mobil. Silakan ikut aku." Saat melihatku, mata Eason tampak terkejut untuk sesaat. Jelas, dia tidak menyangka aku akan terlihat seperti ini.

Aku mengangguk, lalu melangkah mengikutinya, meninggalkan noda darah di jalan. Sekujur tubuhku sudah mati rasa. Perjalanan kecil seperti ini tidak bisa dibandingkan dengan pelarianku yang sebelumnya.

Eason berdiri di belakangku, lalu tiba-tiba memanggil. "Nona ...."

Aku tidak merespons. Apa dia merasa kasihan padaku? Seharusnya dia merasa senang karena aku tidak akan mengganggu Kennedy lagi setelah ini. Dia pun tidak akan repot-repot mengusirku lagi.

Setelah naik ke mobil, aku melihat Kennedy yang duduk sambil memejamkan mata. Rambut hitamnya sangat rapi, fitur wajahnya tegas. Dia sempurna tanpa cacat sedikit pun.

Benar juga, selama aku hilang, dia pasti merasa sangat tenang. Makanya, dia terlihat jauh lebih baik daripada sebelumnya.

Ketika mendengar suara, Kennedy perlahan-lahan membuka matanya. Begitu melihatku, dia hampir tidak mengenaliku. "Lovia?"

Aku mengangguk dengan patuh. Benar, aku sudah belajar untuk bersikap patuh. Dulu aku tidak peduli dengan statusku sebagai putri angkat Keluarga Prakoso, menganggap diri sendiri sebagai putri kandung Keluarga Prakoso. Sikapku pun sombong dan angkuh.

Namun, setelah diculik, aku baru tahu nyawaku ada di tangan Keluarga Prakoso. Jika Kennedy menolak untuk membayar uang tebusan, nyawaku tidak ada artinya.

Kennedy mengernyit dengan kesal. "Kenapa kamu jadi seperti ini?"

Seperti ini? Seperti apa? Gila? Pengemis? Aku melarikan diri hingga puluhan kilometer. Aku tidak tidur beberapa malam. Selain para penculik, aku juga harus waspada terhadap binatang buas yang memangsa di pinggiran hutan.

Jika haus, aku hanya bisa minum air hujan. Jika lapar, aku hanya bisa mencari sampah di pinggiran jalan tol. Dalam situasi seperti ini, siapa pun pasti akan menjadi gila, 'kan?

Aku tahu dia marah karena aku muncul di depan media seperti ini. Kemunculanku ini akan membawa masalah bagi perusahaan, lebih tepatnya perusahaan Keluarga Prakoso.

"Maaf." Maaf telah mengotori mata Kennedy.

Begitu mendengarnya, Kennedy termangu sejenak sebelum tersenyum. "Yang dia bilang benar, kamu jadi patuh."

Aku tidak memahami apa yang dikatakan Kennedy. Setelah pintu mobil ditutup, mobil pun melaju.

Kennedy tiba-tiba menjulurkan tangan panjangnya dan mendekatiku. Aku secara naluriah mundur dan meringkuk di pojok. Tiba-tiba, Kennedy berhenti dan berujar dengan gusar, "Lovia, kamu bau."

Mungkin karena ruang di dalam mobil sempit, Kennedy akhirnya mencium bau tak sedap dari tubuhku. Itu adalah bau darah bercampur keringat. Setelah aku berguling di tanah dan bergesekan dengan tumpukan sampah, baunya pun semakin menyengat.

Saat mendengar ucapan Kennedy, aku tanpa sadar menjauh. Namun, mobil tiba-tiba berguncang, membuatku terjatuh dan berlutut.

"Maaf, maaf. Aku nggak akan mengotori kursimu. Aku akan ...." Aku akan berlutut di sini saja.

Rasanya sakit sekali. Lututku terluka karena ditusuk dengan jarum oleh para penculik itu. Mereka menyalahkanku karena tidak penting bagi Kennedy. Jika mereka tidak mendapat uang tebusan, tindakan mereka ini sama saja dengan membuang-buang waktu. Makanya, mereka melampiaskan amarah kepadaku.

Karena tidak bisa berdiri, aku memilih untuk tetap berlutut. Kennedy sontak marah. "Apa yang kamu lakukan? Kembali ke kursi!"

Dia memberi perintah, tetapi tidak membantu karena aku bau. Aku hanya bisa menurut. Dengan susah payah, aku menopang tubuhku untuk bangkit dan duduk kembali.

Rasa sakit ditambah gula darah rendah karena tidak makan berhari-hari, membuat air mataku tak kuasa menetes.

Kennedy yang biasanya mengabaikan air mataku karena merasa sangat menjengkelkan, tiba-tiba melemparkan sapu tangannya kepadaku. Aku mencengkeram sapu tangan bersih itu. Dulu aku pasti merasa senang, tetapi sekarang satu tangan itu hanya menunjukkan betapa kotor dan hancurnya diriku.

Eason melirikku dari kaca spion tengah. Aku menunduk. Mungkin, dia belum pernah melihatku yang semenyedihkan ini.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Chantiqa Chiqa
anak angkat sombong pula, gak tau di untung. malah tergila2 pada laki2 kaya. emang sampah ne perempuan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suamiku, Nerakaku!   Bab 12

    Pada hari kami mendaftarkan pernikahan, aku sengaja memberi tahu Keluarga Prakoso dan malamnya, aku membawa Eason serta surat permohonan maaf untuk makan malam di rumah Keluarga Prakoso.Sekarang, aku hanya bisa makan sedikit makanan utama. Terlebih lagi, Eason yang sekarang merasa memiliki alasan resmi, semakin ketat mengawasi pola makanku.Ibu Kennedy menggenggam tanganku sambil tersenyum. "Sayang, kapan kalian mau ngadain pernikahan? Kasih tahu Tante lebih supaya Tante bisa persiapkan semuanya dengan baik."Ayah Kennedy mengeluarkan sepasang liontin giok yang terlihat sangat berharga. "Liontin ini dibuat Tante waktu kamu berusia 18 tahun, hanya untuk menunggu hari ini."Aku menerimanya dengan hormat dan berterima kasih kepada ayah Kennedy.Sepanjang makan malam, Kennedy tidak muncul sama sekali. Ketika kami meninggalkan rumah Keluarga Prakoso, aku tiba-tiba merasa seperti ada seseorang yang mengawasi dari belakang. Aku menoleh, tetapi tidak ada siapa-siapa."Ada apa?" tanya Eason me

  • Suamiku, Nerakaku!   Bab 11

    Setelah pensiun, Eason terlibat dalam kasus ini sebagai bentuk keberanian warga sipil yang membantu melawan kejahatan. Setelah menyelesaikan laporan tugasnya, dia bahkan mendapat penghargaan khusus.Dia terlihat agak malu, mungkin karena ada sedikit niat pribadinya juga. "Apa yang membuatmu malu? Kamu melakukan sesuatu yang luar biasa, ini harus masuk dalam catatan keluarga kami," kataku.Eason memayungiku saat kami berjalan pulang setelah berbelanja. "Keluarga kalian masih punya catatan keluarga?" tanyanya sambil tersenyum."Tentu saja," jawabku."Kalau begitu, pastikan untuk mencatat apa yang aku lakukan. Atau, lebih baik malam ini aku langsung memberi penghormatan pada paman dan bibi dengan menyalakan dupa. Menulis surat terlalu lama."Aku hanya menatapnya tanpa kata.Setelah kami tiba di rumah, Eason menghabiskan cukup lama untuk membujukku. Dia menjelaskan bahwa ketika polisi tiba-tiba meminta bantuan, dia tidak sempat membangunkanku dan langsung keluar rumah.Dia berencana kembal

  • Suamiku, Nerakaku!   Bab 10

    Setelah keluar dari rumah sakit, Eason membawaku ke kantor polisi. Dengan bantuannya, para penjahat yang menculikku akhirnya ditangkap semuanya."Eh, dengar-dengar, Kapten Eason jadi pengawal keluarga kaya setelah pensiun, ya? Kok sekarang kembali ke profesi lamanya?""Astaga, kamu nggak dengar ceritanya? Kapten Eason kabarnya disukai putri keluarga kaya itu. Tapi kemudian putri itu diculik, jadi Kapten Eason nggak mungkin diam saja, 'kan? Demi cinta, dia bertindak!"Sebagai orang yang dibicarakan, aku duduk di luar ruang interogasi sambil memakan kue kacang hijau yang dibelikan Eason sambil mendengarkan gosip tentang diriku sendiri."Dik, kenapa kamu duduk sendirian di sini? Mana keluargamu?" tanya seorang polisi dengan ramah.Aku menunjuk ke arah dalam ruangan.Tidak lama kemudian, Eason keluar dengan wajah masam. Dua polisi langsung berdiri tegak dan memberi hormat. "Kapten Eason!"Eason melirik mereka tajam. "Kalian berdua, jangan asal nyebarin gosip terus."Dia menarikku berdiri d

  • Suamiku, Nerakaku!   Bab 9

    Bau disinfektan di rumah sakit sangat menyengat. Aku terbangun dengan kepala dan tubuh yang sangat sakit. Pertengkaran di luar bangsal semakin keras dan perlahan terdengar di telingaku."Pantas saja setelah Lovia kembali, dia nggak mau dekat dengan kita. Dia pasti pikir kita sudah mencampakkannya!""Kennedy, gimana bisa aku punya anak sepertimu! Gimana aku harus menjelaskan ini?""Ayah, Ibu, aku juga nggak nyangka akan begini. Aku cuma ingin dia lebih patuh."Plak! Terdengar suara tamparan keras, lalu diikuti dengan suara pukulan. Aku kira Paman yang memukulnya, tetapi tiba-tiba aku mendengar teriakan dari Bibi. "Eason!"Eason! Aku ingin turun dari ranjang, tetapi malah terjatuh. Oh, ternyata kakiku patah. Kamarku di rumah itu hanya di lantai dua, jadi lompat dari atas tidak akan membuatku mati.Mendengar suara itu, Eason buru-buru masuk. Wajahnya kotor, dagunya ditumbuhi kumis. Sepertinya dia sudah beberapa hari tidak mencukur."Eason." Aku meraih buah di nakas dan melemparkannya ke a

  • Suamiku, Nerakaku!   Bab 8

    Selama tiga hari berturut-turut, aku mengikuti resep yang ada di kulkas yang ditinggalkan oleh Eason. Aku mengambil makanan yang telah disiapkan olehnya untuk makan tiga kali sehari. Namun, rasanya sangat hambar di lidahku.Aku sangat merindukan Eason, tetapi aku tidak tahu dia pergi ke mana. Di ponselku, tidak ada panggilan yang terlewat. Sebaliknya, semuanya adalah panggilan yang aku tolak. Itu adalah nomor yang kuhafal dengan sangat baik dulu.Aku berencana keluar untuk mencari Eason, bahkan berniat untuk melapor polisi. Namun, polisi bahkan tidak bisa menemukan para penculik yang menangkapku. Bagaimana bisa aku memercayai mereka?Aku menyusuri jalan dengan bingung. Ketika hampir sampai di ujung gang, tiba-tiba seseorang menarikku ke dalam mobil. Ketika aku sadar kembali, aku sudah berada di ranjang kamarku. Lebih tepatnya, ini adalah kamar di rumah Keluarga Prakoso.Kamar ini gelap gulita. Cahaya bulan menyinari masuk melalui jendela. Aku melihat seseorang duduk di tengah kegelapan

  • Suamiku, Nerakaku!   Bab 7

    Setelah keributan yang dibuat Sarah beberapa waktu lalu, aku memutuskan untuk pindah rumah. Tujuan awalku adalah agar Kennedy tidak bisa menemukanku lagi. Namun, ternyata setiap gerak-gerikku masih di bawah pengawasannya.Eason tidak pernah menentangku, tetapi saat ini tidak ada tempat yang cocok untuk pindah. Dia menawarkan, "Gimana kalau ... sementara tinggal di rumahku dulu?"Alamat ini sudah diketahui oleh Kennedy. Eason khawatir Kennedy akan mencariku saat dia tidak ada."Rumahmu?" tanyaku balik.Eason masih malu-malu. Namun, dia sudah lebih berani dari sebelumnya. Setidaknya, sekarang dia berani menatapku dalam situasi seperti ini. "Hm ... jangan salah paham, rumahku ada dua kamar tidur. Cukup untuk kita berdua ....""Tapi, kita nggak bisa terus tidur terpisah." Di rumahku, kami juga tidur di kamar yang berbeda. Kalau begitu, kapan kami bisa memvalidasi perkataan Sarah?Eason agak terkejut, seolah-olah aku mengatakan sesuatu yang sangat mengejutkan. Sementara itu, aku tetap tenan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status