Miska menyiapkan segala keperluan untuk acara syukuran nanti malam di rumahnya. Sebagai seorang sahabat, dia senang akhirnya Haziya secara resmi berpisah dengan Shabir. Bahkan dia berencana untuk memperkenalkan Haziya dengan temannya yang masih single, nanti jika Haziya sudah terlihat lebih baik dan mulai membuka hati kembali.Namun, sebenarnya dia lebih suka jika Zaweel yang menjadi lelaki hebat untuk Haziya. Meskipun sikap Zaweel terkesan suka humoris, tetapi dia yakin jika Zaweel bisa melindungi sahabatnya dari gangguan mantan suami Haziya, apalagi dari tekanan Bu Karni, dan lain-lain.Miska sedikit tahu tentang perjodohan Zaweel dengan Safia, walaupun belum ada keputusan lebih lanjut. Monika pasti akan merencanakan perjodohan itu berjalan sesuai harapan mereka. Sekar dan Monika sudah bersahabat dan saling mengenal, serta keluarga mereka juga menjalin bisnis. Tentu saja bersatunya Zaweel dan Safia akan semakin meningkatkan hubungan persahabatan mereka.&n
Miska akan menginap di rumah Haziya malam ini, karena dia ingin menemani sahabatnya, serta akan ikut ke pengadilan besok. Sedangkan Zaweel sudah berpamitan sejak memasuki waktu ashar, dia shalat berjamaah di masjid terdekat bersama ayah Haziya. "Makasih ya Nak, kamu mau membantu putriku." "Sama-sama, Pak. Insya Allah besok kita pasti bisa menyudahi semua perkara ini." "Aamiin." "Kamu bakal balik ke Jakarta lagi setelah ini?" tanya Ayah Haziya ketika mereka menuju parkiran Masjid. "Iya, Pak, masih ada kerjaan di Jakarta," jawab Zaweel, dia juga enggan cepat balik ke kota karena merasa nyaman di sini. Namun, statusnya masih sebagai pengacara, dia harus profesional dan kembali melanjutkan profesinya. Ditambah perusahaan papanya yang juga membutuhkan dirinya. Meskipun dia tidak lagi bekerja di bidang pembela klien, Monika tidak akan membiarkannya menetap di Aceh. Zaweel harus menjadi penerus sang papa. "Semoga saja
Haziya bersiap untuk ke rumah bimbingan belajar, dia akan mulai mengajar lagi hari ini. Miska menghubunginya ketika dia hendak ke Sigli."Assalamualaikum, kamu baik-baik saja, kan?" Miska terdengar khawatir di seberang. "Kenapa baru aktif nomornya?""Waalaikumsalam, Alhamdulillah baik-baik saja Miska. Maaf semalam lupa aktifkan ponsel," jawab Haziya jujur."Ada apa? Dia mencoba menghubungi kamu lagi makanya kamu harus matiin HP?"Tebakan Miska tepat sasaran, Haziya membenarkan karena dia tidak akan bisa membohongi sahabatnya yang sudah terlalu pandai membaca dirinya."Lelaki pecundang. Dia pasti mencoba menggelabui kamu lagi, pura-pura menyesal dan minta balikan padahal sudah punya istri baru. Ckck!" gerutu Miska kesal dengan sikap tak berpendirian Shabir."Masih banyak lelaki lain, jangan sampai kamu masuk ke lubang yang sama. Biarkan dia bersama Tante itu, nanti yang ada kamu malah dituduh sama Tante itu merebut sua
Bu Laela berdiri di depan kompor, suasana hatinya berubah tidak karuan disebabkan kedatangan tamu tadi. Bahkan tadi dia sangat bersemangat untuk memasak rebung kala merah."Bu, biar aku saja yang masak. Ibu istirahat saja ke kamar!" saran Haziya meminta Bu Laela untuk tidak memaksakan diri memasak dalam keadaan tidak konsentrasi."Enggak apa-apa, Ibu bisa lanjutin. Kamu datang?" tanya Bu Laela seraya membuka penutup panci, memasukkan bumbu yang sudah dihaluskan untuk merebus ayam."Sekarang aku kembali harus dapat izin dari ayah dan ibu kalau mau ke mana saja, Bu. Jadi, aku bakal patuhi semua kata Ibu. Ibu jangan resah, aku enggak bakal datang tanpa izin dari kalian." Haziya tersenyum hangat memberikan ketenangan pada perempuan yang begitu disayanginya itu."Assalamualaikum, Bu!" Ayah Haziya masuk tergesa-gesa setelah mengucapkan salam. Dia langsung menuju dapur karena mencium aroma harum dari masakan yang sedang dimasak."Waalaikumsala
Bu Karni memandang mereka dengan senyum menyeringai, begitu juga dengan Vina di sebelahnya.Mengapa mereka datang ke sini?Suami Bu Laela sedang di luar, sedangkan Adil masih kecil tidak mungkin bisa kuat mengusir keduanya dari rumah. Bu Laela sendiri tidak mau membuat keributan yang menarik perhatian dari tetangga jika dia mengusir mereka."Ada apa?" ketus Bu Laela di tempatnya."Bu, kita duduk dulu yuk!" ajak Haziya. Dia bisa memahami ketidaksukaan Ibunya pada kehadiran Bu Karni, mantan besannya setelah perlakuan mereka terhadap Haziya selama ini. Namun, bagaimanapun mereka harus menghormati dan menghargai tamu."Ibu, sebentar ya aku ambilkan minum," tawar Haziya seraya membuat air untuk Bu Karni juga Vina. Sebagai tuan rumah dia harus menyajikan setidaknya minuman pada mereka, meskipun tamu tak diundang.&nbs
Lidya terpaksa harus kembali ke Lhokseumawe lagi sehari setelahnya. Haziya tidak ingin adiknya ketinggalan mata kuliah. Dia juga tidak mempermasalahkan jika Lidya tidak bisa hadir di persidangan keputusan nanti."Doakan saja Kakak, Dik. Kamu belajar yang rajin di sana, ya," pesan Haziya sebelum Lidya berangkat ke Lhokseumawe."Iya, Kak. Kabarin aku ya perkembangannya. Semoga dimudahkan dan Kakak bisa memulai hidup bahagia dengan baik.""Aamiin."Haziya memasukkan baju-baju ke dalam lemari setelah menyetrikanya. Dia berniat untuk istirahat sebentar sebelum masuk waktu shalat ashar.Namun, baru saja dia memejamkan mata, ponsel di atas nakas berdering yang menunjukkan nomor tak dikenal. Dia ragu mengangkatnya, karena khawatir jika panggilan tersebut dari Shabir, atau Vina.Haziya tidak mengangkatnya, tetapi penelepon tidak putus asa meskipun telah diabaikan hingga ke dua kali. Pada panggilan ke tiga