Share

Bab 4 - Bersedia Kembali

Ucapan Panji membuat Aditama terkejut. Dia menautkan alis. "Bukankah kamu berada di pihak ayahku? Kenapa kamu memberikan saran seperti itu padaku?"

Mata Panji menutup seiring dia menggelengkan kepala. Dia kemudian berkata, "Saya adalah kepala urusan rumah tangga keluarga Gandara. Saya hanya memikirkan yang terbaik untuk keluarga Gandara."

Aditama memicingkan matanya, lalu mendengus dingin. "Gila." Dia berbalik, lalu pergi meninggalkan Panji.

**

Keesokan harinya, setelah operasi selesai dan berjalan lancar. Aditama tampak tengah memegang tangan sang ibu yang masih tertidur lelap. Wajah wanita paruh baya itu tampak jelas membaik.

Mencium tangan ibundanya, Aditama berkata, "Ibu, cepatlah sembuh ...." Kemudian, wajahnya berubah sedikit murung. "Maafkan putramu yang tidak berguna dan harus menggunakan uang pria itu ...."

Selagi Aditama tengah memandangi wajah sang ibu, tiba-tiba ponselnya bergetar. Dia segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana dan melihat nama sang istri terpampang jelas di layar.

"Vania?" Aditama bertanya-tanya.

Dia pun langsung duduk di kursi yang ada di lorong rumah sakit sembari menerima panggilan masuk dari sang istri.

"Vania, ada apa?" tanya Aditama begitu menerima panggilan tersebut.

"Kamu di mana?" Suara Vania terdengar parau, seperti baru saja menangis.

Ekspresi wajah Aditama menjadi semakin sendu, berpikir bahwa istrinya itu pasti terkena omelan hebat dari sang kakek dan ibu tadi malam. Akan tetapi, mengingat sifat Vania, Aditama tahu istrinya itu pasti tidak ingin membicarakan masalah kemarin malam.

"Aku di rumah sakit."

"Bagaimana kondisi ibumu?" tanya Vania lagi.

Aditama tak elak tersenyum mendengar pertanyaan sang istri. "Baik. Bagaimana denganmu, apa kamu baik-baik saj--"

"Tama," potong Vania mendadak, membuat Aditama terdiam. "Ayo kita bercerai."

Mendengar hal itu, Aditama terkejut bukan main. "Bercerai? Apa maksudmu?" Pegangan Aditama pada ponselnya mengerat.

Sehari yang lalu, Vania menolak permintaan sang kakek untuk bercerai darinya. Lalu, kenapa sekarang wanita itu meminta perceraian ini sendiri?!

Pasti ada yang terjadi!

"Apa yang Kakek katakan padamu setelah aku pergi?" ujar Aditama dengan alis tertaut.

"Jangan salahkan Kakek," ujar Vania dengan suara bergetar, kentara tengah berbohong. "Keputusanku sudah bulat, Tam dan itu adalah keputusan yang terbaik untuk kita berdua."

"Van--"

Belum sempat Aditama mengatakan apa pun, Vania mematikan panggilan. Hal tersebut membuat Aditama sangat bingung.

Apa yang sebenarnya terjadi!?

Kala Aditama memikirkan hal tersebut, ponselnya kembali berbunyi. Tanda ada notifikasi pesan masuk.

Aditama segera mengecek ponselnya kembali dan mengernyitkan dahi saat melihat nama Bella yang mengirimkan pesan.

Bella adalah sepupu Vania, tapi Aditama tidak pernah dekat sebelumnya dengan wanita itu.

Bertanya-tanya, Aditama pun membuka pesan Bella. Ada foto Vania duduk tidak nyaman di sebelah seorang pria muda yang begitu dekat dengannya. Beberapa keluarga Hermanto lain tampak hadir di sana bersama keduanya!

Wajah Aditama menggelap, dia mengenali pria muda di sebelah Vania. Pria itu adalah Edward Bintoro, anak dari pemilik Bintoro Group yang sangat kaya raya!

Sedari dulu, Edward memang mengincar Vania dan memang Kakek Hermanto dari dulu ingin menjodohkan keduanya!

Di bawah foto itu, sebuah pesan dituliskan Bella.

[Demi mendapatkan uang untuk operasi ibumu dari Kakek, Vania bersedia menceraikanmu dan dinikahkan dengan Edward Bintoro. Kalau memang kamu suami yang baik, cepatlah datang dan selamatkan istrimu di restoran Hotel Gandhi Life!]

Tangan Aditama mengepal. Keterlaluan! Beraninya mereka melakukan ini pada istrinya!?

Aditama langsung berdiri, siap untuk pergi menyusul Vania. Akan tetapi, kemudian dia berpikir. Di depan keluarga Hermanto saja dia tidak berdaya, apalagi di hadapan Edward Bintoro!?

Di saat itu, benak Aditama pun teringat akan ucapan Panji sebelumnya.

"Dibandingkan bersikeras menolak dan berpegang pada harga diri, kenapa tidak membalas Tuan Besar dengan mempergunakan segala yang bisa dia berikan?"

Mata Aditama menutup. Benci, tapi dia harus akui bahwa ucapan pria tua itu benar adanya.

Akhirnya, setelah beberapa saat terdiam, Aditama membuka mata dan menghubungi seseorang.

"Panji ... aku bersedia kembali."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status