Mata semua orang melebar!
Menantu tak berguna itu sudah gila!"Aditama! Berani sekali kau melukai Edward?!" Kakek Hermanto berseru marah seraya bangkit dari kursinya."Menyentuh istriku, tentu saja aku harus memukulnya!" ujar Aditama yang sekarang berada di hadapan Vania, memisahkan wanita itu dari Edward dan keluarga Hermanto yang lain."Pria tidak berguna, apa kamu tahu Edward itu siapa?!" sambung ayah Bella, Bastian, yang juga secara refleks ikutan berdiri."Siapa dirinya, aku tidak peduli! Yang jelas, dia tidak pantas menyentuh istriku!" balas Aditama dengan tegas. "Menyentuh wanita bersuami, apa pria ini masih ada harga diri!?"Walau merasa pukulan Aditama sekeras baja, Edward yang sudut bibirnya berdarah langsung berdiri saat dihina. "Bajingan! Apa kau kira aku akan diam saja!? Keluarga Bintoro tidak akan melepaskanmu!"Aditama mendengus dingin. "Tidak peduli dirimu berasal dari keluarga Bintoro atau keluarga lain, aku tidak takut menghadapimu!"Seisi ruangan terbelalak dengan keberanian Aditama. Baru kali ini pria itu secara terbuka dan gamblang menunjukkan perlawanan ketika ditindas. Akan tetapi, menurut keluarga Hermanto, itu adalah keputusan gila!"Aditama, kalau ingin mati, mati saja sendiri! Jangan ajak-ajak kami! Asalkan kamu tahu, keluarga Bintoro memiliki hubungan dengan Gandara Group! Mencari masalah dengan mereka, kamu akan berakhir mengenaskan!" kata Bastian lagi seraya menunjuk muka Aditama.Aditama mengerjap, mencerna sepersekian detik omongan paman Vania itu.Berhubungan dengan Gandara Group? Itu alasan Aditama harus takut pada Edward? Konyol!Melihat pandangan meremehkan di wajah Aditama, Bastian mengerutkan kening. "Kenapa kau tertawa? Ada yang lucu?!" serunya penuh emosi menggebu.Ada, tentu saja ada. Bagaimana mungkin Aditama tidak merasa lucu dengan ucapan Bastian?Gandara Group adalah perusahaan milik Ayahnya dan ia adalah pewaris dari keluarga itu!Melihat Aditama bersikap demikian, Vania dengan sigap langsung menarik Aditama menjauh dari sana, tidak ingin semuanya menjadi semakin parah."Tama, hentikan! Jangan bersikap seperti ini!" Melihat ekspresi Edward yang sangat buruk, Vania tahu dia harus melakukan sesuatu. Dia pun menatap Aditama dan berujar, "Kenapa kamu harus datang dan mengacaukan semuanya?!"Aditama mengerutkan kening, beralih menatap Vania dengan lekat. "Vania, berhentilah bersandiwara. Semua ini kamu lakukan karena dipaksa Kakek, kan?" tanya Aditama setelah terdiam sebentar.Vania tertegun. Bagaimana suaminya tahu?!Walau Vania tidak menjawab, tapi Aditama sudah mendapatkan jawabannya dari ekspresi sang istri. "Jika ini semua karena uang dua miliar itu, kamu tidak usah khawatir, Vania."Vania terbelalak. Apa? Apa Aditama sudah mendapatkan biaya operasi ibunya?'Bagaimana mungkin?' pikir Vania.Melihat bahwa cucunya mulai terpengaruh Aditama, Kakek Hermanto langsung angkat suara. "Menantu kurang ajar, berhenti menghasut cucuku!"Aditama langsung melemparkan tatapan mematikan kepada Kakek Hermanto. "Menghasut? Dibandingkan diriku, bukankah kalian yang telah melakukan itu kepada istriku!?"Mendengar itu, wajah semua anggota keluarga Hermanto mengeras!”Omong kosong! Kamu hanya ingin yang terbaik untuk Vania! Cucuku bertalenta dan memiliki kecantikan luar biasa, tentu saja dia lebih cocok dengan pria lebih baik dibandingkan dirimu!“ jawab kakek Hermanto seraya membusungkan dadanya.Aditama menggeleng seraya tersenyum kecut. "Ingin yang terbaik untuknya ... atau terbaik untuk ambisimu!?""Lancang!" bentak Kakek Hermanto dengan mata mendelik. "Kamu--!""Cukup! Singkirkan semua rencanamu untuk memisahkanku dari istriku, atau aku tidak akan lagi bersikap sungkan!"Aditama berseru dengan lantang, membuat orang-orang di sekitarnya membelalak!"Sungkan?" Edward tertawa. "Memangnya apa yang bisa kau lakukan selain menjadi beban untuk Vania, hah? sindirnya sinis. "Setelah bertahun-tahun membuatnya menderita dan menjadi parasit dalam hidupnya, sekarang kau menahan Vania untuk bahagia denganku?! Dasar pria tidak tahu malu!""Aku? Bagaimana denganmu? Memaksa wanita dengan uang dan harta, padahal hatinya sama sekali tidak ada padamu? Apa kau tidak malu?""Bajingan!!" Edward melotot marah. Tangannya mengepal, siap melayangkan tinju ke arah Aditama. "Rasakan---""Ada apa ini? Kenapa kalian ribut-ribut begini?"Suara menggelegar itu sontak membuat tangan Bastian berhenti.Seorang pria paruh baya dengan jas hitam mewah tiba-tiba muncul dan menyisir wajah orang-orang yang ada di sana."I-itu manager hotel! Joseph Hugo!" seru salah satu sepupu Vania dengan wajah berbinar, mengenali salah satu pria ternama dari kalangan atas tersebut.Melihat hal tersebut, Edward pun tersenyum penuh kemenangan. "Habis kau, Aditama!" Dia menghadap sang manager hotel dan berujar, "Pak Joseph! Singkirkan pria miskin ini dari restoran ini! Dia telah membuat keributan!"Joseph Hugo memasang wajah buruk, lalu menoleh ke arah Aditama. Namun, seketika wajah pria itu memucat.'Pemuda itu ...!'Mata Joseph melebar melihat sosok yang sangat ia kenal. Namun, buru-buru ia berusaha menguasai diri."Pak Joseph, tunggu apa lagi?! Usir orang ini! Bisa-bisanya dia mengusik urusanku di ruang privat. Anda tahu kan hanya orang-orang kalangan atas yang bisa menyewa ruang privat di restoran kawasan hotel milik Gandara group..."Aditama menyunggingkan senyum kecil, ia paham kenapa manajer hotel itu begitu ketakutan melihat wajahnya. 'Hotel milik Gandara group? Pantas saja...'"Betul apa yang dikatakan Nak Edward. Orang ini justru malah merusak semuanya. Tolong usir orang ini Pak!" ucap Kakek Hermanto sambil menunjuk-nunjuk Aditama.Joseph begitu terkejut melihat orang-orang memintanya untuk mengusir Aditama pergi.Bagaimana bisa orang-orang ini begitu berani melakukannya?! Tidakkah mereka tahu siapa orang yang mereka ingin usir itu?!Dengan mengepalkan tangan, Joseph Hugo langsung mendekat dan menatap tajam orang-orang itu satu per satu."Apa kalian tidak sadar siapa pria yang...""Pak Joseph," ucap Aditama memotong ucapan Joseph seraya menatapnya tajam, "sebagai manajer hotel Gandhi Life, bagian dari Gandara group, saya yakin anda bisa memutuskan perkara ini dengan adil, bukankah begitu?"Joseph tercekat seketika."Heh bodoh! Kau pikir kau siapa bisa menyuruh manajer hotel mewah ini, hah?! Kau itu hanya pria gembel tak berguna!" ucap Edward, diikuti tertawaan anggota keluarga Hermanto yang lain."Aditama, kau tidak sadar posisimu sekarang, hah?! Berani sekali kau berkata begitu pada pak Joseph?!" ucap Bastian mendukung Edward."Anda," tiba-tiba Joseph bersuara, "seharusnya anda yang pergi dari sini!"Mendengar perkataan Joseph, Edward langsung tersenyum penuh kemenangan dan langsung memandang remeh Aditama."Nah, Pak Joseph telah melakukan tindakan tepat! Aditama, silakan pergi dari...""Maksud saya, anda, Tuan Edward!" ucap Joseph menyela Edward dengan cepat.Apa?!Satu bulan yang lalu, Vania telah melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Darren Alvaro Gandara. Sebagai bentuk untuk mengungkapkan kebahagiaan yang tengah dirasakan anggota keluarga Gandara, khususnya bagi pasangan Aditama dan Vania, sekaligus untuk menyambut anggota keluarga Gandara yang baru, keluarga Gandara kembali menggelar pesta besar-besar an. Pesta diadakan di ruangan dan halaman rumah. Malam ini, ruangan dan halaman itu disulap menjadi tempat pesta yang megah. Ada ratusan undangan yang datang dalam acara. Kerabat dekat, kolega, rekan bisnis dan kenalan keluarga Gandara. Meja-meja makanan tampak tersusun rapi dengan menu spesial di atasnya. Dekorasi acara terhampar di setiap titik-titik paling pasnya. Juga halaman rumah dihiasi lampu-lampu yang membuat belakang rumah itu terlihat lebih menawan. Di saat ini, Aditama dan Vania—yang sedang menggendong bayinya—tampak berdiri di dalam ruangan menyambut para tamu yang terus berdatangan silih berganti. Tamu-tamu it
Begitu melihat sang suami memasuki rumah, Vania yang sedang duduk di sofa ruang tamu bersama sang ibu—langsung bangkit dari duduknya—segera berhambur setengah berlari ke arah Aditama, lantas langsung memeluknya dengan erat. "Kenapa malam sekali pulangnya, Tam ... aku sungguh mencemaskanmu tadi ... takut terjadi apa-apa denganmu. Juga Papa. Aku tidak bisa tidur, sayang. Entah kenapa, rasanya tidak tenang saja kalau kamu belum pulang." Ucap Vania dalam posisi wajah tenggelam di dada suaminya. Di saat yang sama, Vania merasa sangat lega karena sang suami pulang dengan selamat. Dalam keadaan baik-bajk saja. Begitu pula dengan sang Ayah. Aditama menghela napas. "Maafkan aku, sayang karena baru sampai rumah. Karena urusannya baru selesai. Jadi, aku dan Papa baru bisa pulang." Balas Aditama seiring menghembuskan napas lega, mengusap kepala sang istri dengan lembut, juga terus mengecup keningnya. Aditama lanjut berkata. "Sekarang aku sudah pulang sesuai janji aku tadi, Van ... p
Sementara itu, Aditama dan sang Ayah memutuskan beranjak dari perumahan Paradise hendak pulang. Di dalam mobil, tiba-tiba ponsel Aditama berbunyi menandakan ada panggilan masuk yang membuat perhatian pria tampan itu teralihkan. Seketika ia merogoh saku jas, mengeluarkan ponsel dari dalam sana, nama Heru terpampang jelas di layar ponsel. Melihat hal itu, mata Aditama melebar! Mendadak, ia teringat sesuatu. Apakah Kak Heru hendak memberitahu kabar mengenai Edwin? Juga Robert dan Andika? Pikir Aditama. Melihat sang anak laki-lakinya bersikap demikian, Laksana Gandara mengernyitkan kening. "Telepon dari siapa, Tam?" tanya Laksana Gandara seraya menghadap Aditama.Mendapatkan pertanyaan dari sang Ayah membuat Aditama menoleh. Dia kemudian menjawab. "Kak Heru, Pa,"Laksana Gandara mengerjap mendengarnya. Dia kemudian buru-buru berkata. "Cepat angkat, Tam ... sepertinya dia mau mengabarkan sesuatu tentang Edwin." Laksana Gandara langsung mendesak Aditama yang dijawab angg
Sementara itu, tiba di gedung kasino milik Robert dan Andika, Edwin disambut keributan dan kericuhan oleh orang-orang di sana. Kesibukan pun menyertai. Para petugas pemadam kebakaran tengah berusaha memadamkan api yang melahap gedung kasino tersebut. Beberapa mobil-mobil tampak keluar, sebagian besar adalah para pengunjung kasino yang sedang bergegas pulang, tapi ada pula yang masih berada di sana—menonton. Namun Edwin tidak mempedulikan hal tersebut, ia bergegas mencari dua orang yang sebelumnya ia agung-agungkan, tapi kini ia telah berubah benci pada keduanya.Selang sebentar saja, tiba-tiba Edwin menghentikan langkah saat melihat dua orang yang sedang ia cari—berdiri di dekat salah satu mobil—menyaksikan kesibukan. Melalui ekor matanya, Robert menyadari kedatangan Edwin, ia pun segera menoleh diikuti Andika setelahnya. Kemudian, Robert memicingkan pandangan. Detik berikutnya, dia terhenyak. Begitu pula dengan Andika. Edwin!? Selama sesaat, keduanya kompak tercengang. Seg
Begitu melihat sosok Arumi dan Haikal, Laksana Gandara langsung murka bukan main. Seketika ekspresi wajahnya menjadi masam, seruan marah, sumpah serapah dan makian terlontar keluar dari mulutnya. Mendapati hal tersebut, Arumi dan Haikal hanya bisa pasrah. "Aku pikir kau sudah takut denganku, Arumi ... sudah takut dengan keluarga Gandara ... tidak mau berurusan dengan keluargaku lagi setelah kuusir dirimu," seru Laksana Gandara dengan emosi menggebu seraya menunjuk-nunjuk Arumi. "Tapi apa yang malah akan kau lakukan kepada anggota keluargaku, wanita iblis!? Kau bahkan berencana mau membunuh anggota keluarga tercintaku!?" Lanjut Laksana Gandara. Mendengar itu, Arumi refleks mengangkat wajah menatap Laksana Gandara. Kemudian, ia langsung menggeleng cepat. "Tidak, tuan. Bukan seperti itu. Itu bukan ide saya. Saya tidak ada niatan sedikit pun mau menghabisi anggota keluarga anda. Itu sepenuhnya adalah ide tuan Robert, tuan Andika, juga Edwin." Jawab Arumi yang langsung dibenarkan
Aditama menatap Arumi dan Haikal dengan saksama. Juga dengan dingin. Ekspresi wajahnya datar. Kemudian, ia pindah menatap Arumi untuk beberapa saat. "Akhirnya kita bertemu lagi, Nona Arumi ... setelah sekian lama," ucap Aditama. Dia kemudian menambahkan. "Aku tidak menyangka kalau anda benar-benar licik. Tak selemah yang dibayangkan. Aku pikir, anda sudah kapok, tak akan mau berurusan dengan keluarga kami lagi, tapi nyatanya aku salah." "Anda memang tidak bisa kami anggap remeh. Dan hal yang membuat aku cukup terkejut adalah ... Anda bekerja sama dengan Robert, Andika dan Edwin untuk membalas keluarga Gandara. Sungguh menakjubkan. Tapi terlepas dari itu, anda tidak bisa berbuat apa-apa." Aditama terdiam sebentar. "Seorang wanita seperti anda ... bisa meyakinkan Papa? Hal itu juga sungguh tak bisa dipercaya. Dan anda yang memfitnahku dan mama dulu ... benar-benar tidak akan pernah kulupakan, Nona Arumi." Kata Aditama lagi. Mendengar itu, Arumi mengangkat wajah menatap Aditama.