Share

Sebuah keputusan

Keluarga kecil yang rukun dan harmonis, bisa hancur karena, perdebatan perdebatan kecil yang tidaklah penting. Tapi ini lain Bramantyo telah menghamili perempuan itu, sebenarnya Bramantyo adalah pria yang romantis dan penyayang, bersamanya Shelomitha lupa bagaimana caranya menangis.

Delapan tahun menikah, baru kali ini Bramantyo menyakiti hati Shelomitha, kenapa? Ini soal yang ada diperut wanita itu bayi yang tak berdosa bagaimanapun bayi yang dikandung harus mendapatkan perhtian dari Ayah biologisnya. Dengan cepat Shelomitha menghapus air matanya yang sedari tadi hujan di wajahnya. Mobil terparkir di depan rumah mama Wulan, mereka masuk dan wanita paruh baya itu menyambutnya dengan sangat senang. Mamanya bahagia andai mereka tak berpisah.

Tapi kenyataannya lain sebentar lagi mereka akan berpisah. Itu yang membuat hati wanita paruh baya itu bersedih.

"Pagi, Mama."

Shelomitha membawakan oleh-oleh buah dan juga kue kering.

"Pagi sayang, gimana hari ini sehat," jawab Mama Wulan, setelah selesai mencium kedua pipi menantunya.

"Alhamdulillah sehat, Ma, Mitha baik."

"Alhamdulillah kalau begitu."

"Arya mana, Ma, kok sepi?"

Shelomitha mencari ke sana kemari namun ia tak kunjung menemukan adik iparnya itu.

"Arya lagi ngikutin lomba kejuaraan sayang, di luar kota apa di luar negri gitu katanya," jawab Mama mertuanya yang tidak tahu jadwal anaknya.

"Memang, Arya enggak mau, kerja di kantor Mama?"

"Mau sih sayang, tapi enggak terjun langsung di lokasi, Dia bantuin Mama ngerjain file di rumah saja."

"Oh ... gitu, Ma."

"Iya sayang, Mama sih enggak ngelarang apa yang jadi hobbinya adik kamu, asal Arya mau bantuin, Mama kerja. Katanya ribet kalau harus ke kantor, semalam Mama tungguin sampai larut malam ngerjain laporan, Mama."

Shelomitha tersenyum. "Aku pikir cuma jadi pesilat saja, Ma?"

Mama Wulan menggeleng pelan. "Ya enggak, sudah waktunya juga menikah."

"Kan masih muda, Ma jangan disuruh nikah dulu, biarkan tumbuh dewasa dari pada menikah muda nanti salah-salah jadi duda."

"Kamu itu, Tha pikirannya kejauhan, yang namanya orang ya sifatnya berbeda-beda, meskipun satu rahim, belum tentu sama sifatnya, 'kan."

"Hmmm iya juga sih, Ma."

Bramantyo yang mendengarkan percakapan Shelomitha dan Mamanya wajahnya seketika memanas. Tamparan itu kembali menyeruap di hatinya, ia tak bisa berkata apa-apa lagi hanya diam. Kesalahanya mungkin sudah di luar batas.

Raka dan Rania bermain di halaman belakang. Ditemani Mama Wulan juga Shelomitha, Bramantyo hanya mampu memandangi wajah istrinya dari jauh, wajah cantik yang penuh luka. Luka karena dirinya. Kenapa Bramantyo baru sadar bahwa perselingkuhanya akan membawa kehancuran keluarga kecilnya.

Arya memarkirkan motor kesayanganya, ia melihat mobil Bramantyo. Sesaat ia berjalan menuju ke dalam rumah melihat Bramantyo duduk di sofa ruang tamu. Arya lalu menghampirinya.

"Sudah lama, Mas?"

"Lumayan sudah dari pagi, kata Mama mau bertanding lagi, di luar kota apa di mana?"

"Iya, Mas Bram, ini lagi ambil formulirnya, rencana mau keluar kota nanti sore ini aku berangkat."

"Iya semangat ya, mudah-mudahan menang."

"Aamiin makasih do'anya, Mas, hanya do'a Mas yang bisa menyemangatiku."

"Iya sama-sama."

Arya tersenyum melihat kakak ipar yang sekarang menjadi lebih baik dengan berhijab.

"Om Arya sudah pulang?" Rania berlari memeluk pamannya.

"Iya sudah, Rania."

Arya membalas pelukan hangat keponakannya.

"Om, enggak bawa es krim?"

Arya menggeleng pelan.

"Beli yuk, Om Arya."

"Rania mau? Ayo kita beli di luar ya?"

"Raka juga ikut Om?"

"Baiklah ayo berangkat!"

Arya mengajak mereka keluar, Bramantyo melihatnya dengan sangat sedih anak-anak sudah sedikit menjauh darinya. Posisinya saat ini sudah tergantikan. Mereka lebih nyaman sama Arya dari pada Bramantyo yang tak lain adalah Ayah kandungnya.

Sementara Shelomitha membantu Mamanya memasak, selang beberapa jam masakan telah siap di meja makan, mereka bersama-sama menikmati hidangan hingga habis. Shelomitha membersihkan sisa makanan dan mencuci piring di wastafel. Shelomitha duduk digazebo belakang, seraya memadangi dan memberi makan ikan yang ada di kolom belakang rumah.

"Mbak, kata Mama, mau pulang kerumah Ayah ya dikampung?" tanya Arya.

"Iya, Mbak butuh sendiri dulu, Mbak harus bisa menata hati Mbak dulu, Arya."

"Kalau aku kangen sama Raka juga Rania bagaimana, Mbak?"

"Ya main ke sana saja orang enggak jauh ini, paling juga lama-lamanya tiga jamanlah.

"Lo ko jauh, Mbak sampai tiga jam, biasanya rumah Ayahnya Mbak kan lima belas menit sampai kan?"

"Jadi, Ayah. Mbak pindah, sudah tiga bulan yang lalu."

"Oh, terus rumah yang disini, Mbak?"

"Ya di kontrakkan, Ayah ingin cari suasana baru, cari yang udaranya dingin, dan juga di pedesaan."

"Baiklah nanti kasih tahu alamat, insyaAlloh kalau lewat aku nanti mampir."

"Oke!"

Mama Wulan memperhatikan Shelomitha dan Arya yang lagi ngobrol di gazebo, perasaannya sedikit berbeda, mungkin mereka akrab karena Arya sering nolongin Shelomitha.

Mama Wulan duduk di samping anaknya Bramantyo, beliau jengkel tapi ia tetaplah anaknya sebesar apapun kesalahan sang anak seorang ibu pasti akan memaafkannya lahir dan batin.

"Bagaimana, hubunganmu dengan, Mitha?"

"Mitha minta pisah, Ma." Bram frustasi seraya mengacak rambutnya.

"Sudah Mama duga Bram, wanita mana coba yang mau diselingkuhi, kalau Mama diposisi, Mitha. Mungkin akan mengambil keputusan yang sama."

"Apa yang harus aku lakukan Mama, bahkan aku sangat takut kehilangan, Mitha, Ma."

"Mama tidak pernah mengajari kamu untuk jadi pengecut. Apa yang sudah kamu lakukan kamu harus bertanggung jawab, masalah apapun itu, jadilah pria yang berprinsip. Jangan pernah mengulangi kesalahan yang sama, lihatlah anak-anak kamu yang jadi korban atas kesalahanmu."

"Tapi, Ma. Aku enggak rela kalau harus kehilangan, Mitha."

"Kamu yang sudah menyalakan api kamu juga yang harus memadamkannya, Bram."

"Ma!"

"Jika Mama ada diposisi, Mitha mungkin keputusan, Mama pun akan sama. Mungkin kalau perselingkuhanmu tidak membuahkan benih di rahim wanita itu. Mitha masih bisa memaafkanmu, tapi ini berbeda ada anak di dalam kandungan yang tidak berdosa membutuhkanmu."

"Mama, maaf, aku tak berfikir sejauh itu."

"Sudahlah nasi sudah menjadi bubur, ya di jalani sesuai kemampuan Mitha."

"Haruskah aku kehilangan cintaku? Apakah kisah cintaku dengan. mitha harus berakhir?"

"Itu sudah resiko karena skandalmu itu Bram." Mama Wulan mengingatkan.

"Ma, maafkan aku."

"Kesalahan tetaplah kesalahan kita harus belajar dewasa dari kesalah, mungkin dengan kesalahan kita bisa bersikap lebih baik lagi."

Sang Mama tahu jika ini semua memang sudah takdirnya, cobalah untuk lebih dewasa dalam menyikapi masalah Bram.

-

Arya menemui Mamanya yang sedang berbicara dengan Bramantyo.

"Ma, Arya seminggu di luar kota."

"Kemana saja, Nak? Lama sekali."

"Tour keliling, nanti sore berangkat dari Bandara Juanda menuju Jakarta, Ma. Habis itu belum tau jadwalnya lagi, katanya sih menyusul."

"Iya hati-hati jangan lupa makan sama vitaminya di bawa, sayang." Mamanya yang selalu khawatir jika Arya mau pergi jauh.

"Siap Mama, Arya pasti akan jaga kesehatan, tenang saja."

"Jangan sampai kelupaan, yang diperlukan dimasukkan ke dalam tas, biasanya kan kamu sering lupa tuh."

Arya tersenyum kecil. "Iya, Ma."

"Om, Raka ikut boleh?"

"Jangan sayang nanti kalau sudah besar baru boleh ikut."

"Gak seru ah."

Kehangatan mereka rasakan di ruang santai kecuali Shelomitha yang menyendiri di dekat kolam renang.

Mama Wulan menghampiri. Beliau tahu apa yang dirasakan menantunya itu, begitu kecewa dan pasti sedih.

"Mitha lagi apa?"

Shelomitha menoleh ke arah wanita paruh baya itu san tersenyum. "Ini, Ma lagi lihatin ikan."

"Gimana rencana kamu, Mitha." tanyanya.

"Besuk, Mitha pulang ke Nganjuk. Ke rumah, Ayah."

Shelomitha masih memberi makan ikan-ikan milik Arya.

"Pak Fandi pindah ke Nganjuk ya sekarang?"

"Iya, Ma, tolong jangan beritau Mas Bram ya, Ma? Mitha takut kalau keceplosan nanti Dia bilang sama Siska lagi, Mitha enggak mau, Ma."

"Baiklah sayang, Mama mengerti, tenang saja rahasianya aman ditangan Mama,"

Mama Wulan sambil memegang pundak menantunya.

Shelomitha menatap lekat ikan-ikan yang berenang ria, tanpa ada beban yang ia tahu hanyalah berenang dan mencari makan. Tidak ada scenario Allah yang tidak indah, semuanya akan indah pada waktunya walaupun kita sulit untuk memahaminya. Tetap semangat meski cobaan datang menyapa.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ida Nurjanah
bingung juga ,nama nya ganti2 mulu ,kadang sekar kadang Siska .pusing dahhhh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status