Share

Hanya Prank?

Suamiku Simpanan Tante-tante 5

Hanya Prank?

"Dek, kamu ngapain dengan ponselku itu?"

Aku tentu saja langsung panik saat ini, ketika aku sedang melamun malah ternyata Mas Saleh saat ini sudah terbangun.

"I-ini tadi ponsel kamu terus berbunyi, Mas. Jadi Kuambil saja, siapa tahu ada hal penting yang ingin dibicarakan," jawabku dengan sedikit gugup, karena takut bercampur dengan kaget saat ini.

Mas Saleh pun wajahnya saat ini nampak tegang, entah kenapa. Kini dia sudah bangkit dari tidur dan menuju ke arahku.

Dengan segera dia pun merebut ponsel itu dari tanganku, sama saat dulu ketika aku menanyakan tentang kunci ponselnya.

"Kenapa tak langsung kau berikan padaku ponsel itu? Kenapa malah kamu terus memandangnya? Kamu ingin membuka kuncinya?"

Mas Saleh memberondong banyak pertanyaan padaku, tetapi matanya tak berpaling sekali pun dari benda pipih kesayangannya itu.

"Tadi aku sudah mencoba membangunkan kamu, Mas. Tapi kamu tak juga bangun. Dan, nomer yang sama dengan foto profil seorang tante cantik itu terus-terusan menghubungi kamu, jadi terpaksa deh aku menerima panggilan itu," jawabku dengan sedikit berbohong.

Tadi memang aku berencana untuk membangunkan Mas Saleh tetapi aku mengurungkan niat itu. Tapi agar suamiku itu tak marah, maka kali ini aku pun berbohong.

"Kenapa kamu menerima panggilan ini sih, Dek? Seharusnya kamu itu memberikan ponsel ini padaku bukan malah dengan lancang menerimanya sendiri! Sekarang katakan, apa yang tadi sempat kalian berdua perbincangkan?"

Wajah Mas Saleh kini terlihat garang dan geram, tapi aku masih bisa melihat jika suamiku itu tetap mencoba menekan emosinya. Rupanya hal ini amat mengusik pikirannya.

"Ya karena dia terus menghubungi kamu, Mas. Aku kan sudah bilang jika dia itu terus menghubungimu dan aku takut jika ada sebuah kepentingan gitu, Mas," ucapku dengan sebenarnya.

"Lalu apa yang kalian bicarakan?!" Mas Saleh kali ini terlihat dingin, sepertinya saat ini dia memang amat penasaran dengan percakapanku tadi.

"Wanita itu lah yang terus berkata aneh-aneh, Mas. Sepetinya dia sangat rindu padamu. Tapi ketika aku baru saja berucap kata HALO, eh dia malah langsung menutup panggilan itu. Sungguh nggak berakhlak!" ucapku sedikit kesal.

Wajah Mas Saleh seketika itu berubah lagi, kali ini dia terlihat lebih rileks dan tak tegang lagi seperti tadi. Kemudian dia menyunggingkan sebuah senyum, tapi tanpa berucap sepatah kata sama sekali.

"Emangnya siapa sih dia itu, Mas? Tante cantik siapa sih? Kok malem-malem begini menghubungi kamu? Dan juga dari kata-katanya itu, kayaknya kok kamu itu dekat sekali dengan dia sih?"

Karena dia dari tadi Mas Saleh hanya diam saja, maka aku pun menanyakan hal itu. Toh nyatanya suamiku tak marah ketika mengetahui aku memegang ponselnya dan juga menerima panggilan itu.

"Hahaha ... kamu itu sedang kena prank, Dek. Itu adalah temanku juga, itu si Ari namanya dia itu jahil banget orangnya."

Secara tak terduga Mas Saleh malah tertawa terbahak-bahak saat ini. Dia malah merangkul pundakku tetapi dengan cepat memasukkan ponselnya itu ke saku.

"Prank? Nggak deh kayaknya! Memangnya temanmu si Ari itu wanita, Mas?" tanyaku masih bingung juga.

"Nggak dong, manna mungkin sih saat ini aku punya teman cewek, nggak lah. Semua temanku itu cowok, kamu tahu kan jika aku itu selalu menjaga perasaan kamu? Jadi saat ini aku nggak punya teman cewek kok." Mas Saleh berucap untuk meyakinkan.

"Lalu ... apa dia bisa menirukan suara wanita? Karena aku yakin jika yang tadi sedang bertelepon denganku adalah seorang perempuan. Dan dia itu sepertinya sangat dekat sekali denganmu loh!"

Ku tegaskan kata-kata itu, karena firasatku pun mengatakan jika saat ini suamiku itu tetap telah menyembunyikan sesuatu.

"Ya memang jelas sekali yang berbicara di telepon bersama kamu itu ya perempuan tulen, Dek. Namanya Mbak Retno. Wanita ini adalah pemilik warung kopi dua puluh empat jam, letaknya tak jauh dari tempat kerjaku dan kami pun sering nongkrong di sana. Gitu, Dek," jelas Mas Saleh masih sambil tersenyum.

"Aku ... masih kurang yakin dengan ucapan kamu itu, Mas. Apa kamu punya hubungan dengan pemilik warung kopi itu?" Aku memang saat ini malah bingung dengan ucapan Mas Saleh yang menurutku terlalu berbelit.

"Begini, Dek. Kamu hapus dulu deh negatif thinking itu padaku, agar kamu nggak bingung gitu. Ari ini memang terkenal jail, Dek. Ketika dia sedang sift malam seperti ini, dia akan menganggu teman lainnya termasuk aku. Dia akan meminta Mbak Retno untuk menelepon. Tujuannya sih hanya untuk usil aja sih, Dek. Jika ada yang berantem dengan istrinya, maka mereka tentu akan senang dan jadi bahan candaan, hahaha!"

Kucoba untuk mencerna apa yang baru saja diucapkan oleh Mas Saleh itu. Apa iya ada teman yang usil hingga seperti itu? Tetapi tadi kudengar suara si wanita sangat lancar, rasanya bukan seperti sebuah sandiwara deh. Tetapi apa mungkin juga karena aku ini sedang berpikir negatif, jadi apa yang diucapkan oleh Mas Saleh terasa salah semua.

"Oh iya, Mas. Tetapi kenapa nama kontraknya tidak Ari? Dan kenapa foto profil nya begitu?" Aku masih saja mengejar Mas Saleh, karena masih ada yang mengganjal ternyata.

"Ya ... buat lucu-lucuan saja sih. Ayo lah, Dek. Kamu jangan terus curiga sama aku, tak mungkin aku ini bermain api di belakang kamu. Jika aku melakukan tak itu, berarti aku adalah seorang lelaki yang bodoh, karena menyia-nyiakan seorang wanita hebat sepertimu. Tak ada wanita di dunia ini yang sempurna seperti kamu. Sudah cantik, baik, kalem, sabar sudah pokoknya kamu paket lengkap deh, Dek. Jadi jangan pernah berpikir jika aku akan mencari wanita lain."

Aku hanya terdiam dengan ucapan Mas Saleh itu. Kurasa aku tak sebaik yang diucapkannya. Selama ini dia pun tak pernah memujiku secara berlebihan seperti ini, tentu saja akhirnya aku makin curiga saja. Tetapi jika belum ada bukti nyata, aku tentu tak bisa menuduhnya, bisa saja memang apa yang tadi diucapkan oleh suamiku menang benar adanya.

"Oke deh, Mas. Aku akan mencoba mempercayai kamu hari ini. Tetapi aku minta dong berapa nomer kunci layar ponsel kamu itu. Tenang saja nggak akan aku apa-apaan kok, Mas, tetapi hanya kami menghalau perasaan curiga padamu saja."

Mumpung saat ini sedang pas waktunya, aku pun kembali menanyakan hal ini. Nyatanya wajah Mas Saleh kini kembali berubah, dan dia pun terdiam sesaat.

"Sekalian aku minta nomornya si Ari itu, Mas. Aku mau bilang sama dia, jika ssndiwaranya itu bagus banget nih," tukasku lagi karena suamiku itu juga masih terdiam.

Oek Oek Oek

"Mama!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status