Share

Memahami

Tepat di pukul sepuluh malam. Baik Kate dan Dicky sama-sama berekspresi serius di cafe dekat perusahaan. Dicky menatap ke sembarang arah tak berani menatap lawan bicaranya.

"Alexian, aku nggak tahu apa yang kamu bicarakan dengan Freddy. Tapi bisa kau jelaskan situasi semalam? Kenapa Freddy bisa tahu kita punya hubungan sebelumnya?"

"Jawabannya itu ada pada dirimu, Kate."

"Maksudmu?"

"Kamu nggak ingat semua yang kamu ceritakan samaku? Tentang suamimu yang tak mau menyentuhmu?"

"Kapan aku bilang begitu?"

"Tiga hari yang lalu, saat kau mabuk berat di cafe Abel."

Ini kesalahan Kate setiap kali ia mabuk. Kate cenderung mengutarakan semua isi hatinya saat mabuk. Dan sekarang, ia terjebak dengan kata-katanya sendiri.

"Lalu, apa yang kau sampaikan pada, Fred?" tanya Kate sekali lagi.

"Nggak ada, aku hanya mengingatkannya, jangan seperti itu sebagai seorang suami. Aku hanya berusaha mendekatkan kalian, memang itu salah? Kau tahu sendiri sifatku bukan?"

"Apapun yang aku sampaikan denganmu, tapi kau nggak berhak mencampuri urusanku, Dik. Memangnya aku menyuruhmu untuk menasehatinya?"

"Kenapa aku selalu salah di matamu Kate? Aku tahu aku salah memutuskanmu! Dan aku menyesal."

"Kau gila? Hubungkan kita sudah usai. Jangan ganggu kehidupanku dengan Freddy."

"Lagi pula aku ada alasan minta kita berpisah. Karena itu, setidaknya anggap aku sahabatmu!"

"Dicky Alexian, presiden direktur yang terhormat. Kau ingin kita berteman? Kalau itu permintaanmu aku wujudkan. Tapi jangan harap hubungan kita lebih dari itu. Kau sendiri yang tak memberitahu alasan kita berpisah. Dan sekarang, kau mau bilang ada alasannya?"

"Baiklah aku mengaku salah..., Tapi biarkan aku tetap di sisimu. Biar aku bisa menjagamu dari kejauhan."

"Terserah! Itu hakmu, bukan urusanku. Yang terpenting kau tak mengganggu hubunganku dengan Freddy," ujar Kate sembari menaruh uangnya tepat di atas meja. Gadis itu beranjak dari kursinya meninggalkan Dicky yang mematung di sana.

....

Sesampainya di rumah, Kate berbaring sebentar setelah mandi. Hari semakin larut, Kate jadi penasaran apakah Freddy sudah tidur atau belum. Dengan langkah pasti, gadis itu pelan-pelan membuka pintu kamar suaminya agar ia tak terbangun. Namun Freddy tak berada di sana.

Sudah bisa ditebak, kalau Freddy sekarang berada di studio dengan raut wajah tenang dan tangan tampak lihai. Ia menyadari bahwa Kate memperhatikannya dari belakang. Tapi ia masih dalam suasana hati yang tidak baik.

Tuukk

Satu kaleng cat kosong terjatuh menggelinding di bawah kaki Freddy dan itu ulah Kate yang tak sengaja menjatuhkannya.

"Kau sudah pulang?" tanya Freddy tanpa menoleh.

"Su-dah. Kamu nggak makan malam?"

"Aku pesan makanan siap antar tadi. Aku beli dua bungkus. Kalau kamu mau, makanannya ada di dapur."

"Terimakasih. Tapi aku udah makan tadi," jawab Kate.

"Dengan Dicky?" Freddy menekan setiap kalimatnya. Ini terdengar sedikit menakutkan bagi Kate. Tapi ia tak peduli, dia harus menyangkal kalimat Freddy soal semalam.

"Memangnya kalau dengan Dicky kenapa? Kau terlalu sensitif. Dia juga menasehatimu semalam, kenapa kau harus sampai segininya?"

"Menasehati? Hahaha, benar. Tadinya aku pikir juga begitu, tapi... Sudahlah. Lebih baik kau tidur, aku sedang tak ingin bertengkar sekarang."

Kate tetap memandangi punggung pria yang sudah menjadi suaminya ini. Kenapa dia menjadi kesal melihat Freddy? Apa mungkin ia menyesal dengan menyetujui pernikahan ini?

"Tunggu apa lagi?" tanya Freddy menoleh ke belakang.

Sambil mengepalkan tangannya, Kate menghentak-hentakkan kakinya pergi meninggalkan studio.

Beberapa panggilan video terus berbunyi di ponselnya. Sejujurnya gadis itu enggan mengangkat panggilan, namun ketika melihat yang menelepon adalah kedua orangtuanya, terpaksa Kate mengangkat panggilan video tersebut.

"Oh ya ampun Kate! Mama dan Papa sangat merindukanmu. Kenapa kalian belum berkunjung juga kemari?"

"Maaf, Ma, Pa. Aku dan Freddy sangat sibuk. Tapi aku usahain besok pulang lebih cepat dan pergi ke sana bersama Fred."

"Jangan terlalu sibuk-sibuk. Kalian itu pengantin baru, nikmati masa-masa kalian berdua dulu. Oh iya, di mana Freddy?"

"Dia sedang di studio melukis. Mungkin bakal selesai lebih larut."

"Kalau begitu Mama dan Papa kirim salam pada Fred. Katakan padanya untuk tidak bekerja terlalu keras."

"Oke siap! Papa mama juga jaga kesehatan ya! Besok aku ke sana bersama Freddy.

Setelah panggilan tersebut selesai Kate bernafas lega. Untung saja semua ini selesai tanpa ada kecurigaan. Terpaksa ia kembali ke studio untuk bertanya pada Freddy tentang hal ini.

Ditatapnya kembali punggung Freddy yang seolah tampak menjengkelkan. Entah mengapa wajah tampannya terlihat menyebalkan sekarang.

"Kenapa kembali?" tanya Freddy yang menyadari keberadaan Kate di belakangnya. Kali ini gadis itu berjalan lebih dekat, berharap Freddy mau pergi bersandiwara untuk hari esok.

"Mama dan Papa minta kita datang ke rumah mereka besok. Aku harap kamu bisa luangkan waktu dan bersandiwara di depan mereka."

Freddy membalikkan tubuhnya. Entah mengapa dia tak suka kata 'sandiwara' yang diucapkan Kate. "Kenapa harus bersandiwara?"

"Karena kamu benci lihat aku," jawab Kate ketus.

Freddy malah tertawa kecil terdengar seperti meledek. "Wanita suka menyimpulkan sesuatu itu dengan sendiri ya? Aku nggak pernah sekalipun berpikir untuk membencimu, Lagipula apa alasanku untuk membencimu?"

"Kalau begitu, kembalilah ke sosok Freddy yang biasa! Kenapa akhir-akhir ini kamu melihatku dengan tatapan sinis. Memangnya apa salahku?"

Kate benar. Kenapa tiba-tiba ia mendadak kesal setiap kali melihat gadis itu. Apa mungkin karena ia cemburu dan tidak ingin menerima kenyataan bahwa yang dikatakan Dicky itu benar?

"Maaf, besok kabarin aja kalau kamu sudah mau pulang. Tapi aku mungkin gak bisa nginap di rumah Papa, soalnya aku harus ke galery art nanti malam."

"Kalau kamu gak bisa nginap, berarti aku juga. Aku ikut kamu ke galery art."

"Terserah kamu aja. Sekarang kamu tidur, sudah larut. Nanti kamu malah tak bisa bangun."

Kate memutar malas bola matanya. Sambil menghentakkan kaki, gadis itu beranjak pergi ke kamar. Ia sangat kesal dengan sikap cuek Freddy. Kenapa pria itu selalu menang atas dirinya.

"Dasar cowok ngeselin!"

Setelah setengah jam berlalu, Kate tampak sudah tertidur pulas di ranjangnya. Dengan langkah pelan, Freddy berjalan masuk ke kamar memandangi istrinya yang tampak lelah dengan sedikit air mata di pelupuk matanya. Tatapan Freddy berubah menjadi sendu. Dia mencintai Kate, tapi tak bisa berhenti menyakiti hatinya.

"Maaf...," ucapnya lirih sembari menyelimuti gadis itu.

"Kau baru saja membangunkanku," ujar Kate membalikkan tubuhnya menghadap Fred. Tanpa sadar Kate menarik tangan Freddy dengan kilat. Freddy terduduk dan mematung.

"Jangan sentuh aku, Kate...!"

"Freddy sadarlah! Tidak akan terjadi apa-apa kalaupun aku menyentuhmu." Kate menghela nafas besar sebelum melanjutkan kalimatnya. "Tiduri aku!"

"M-maksudmu?"

"Maksudku tidurkan aku--"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status