Share

Bab 3

Author: Ida Saidah
last update Last Updated: 2022-04-01 17:16:03

Dengan langkah terseok aku berjalan ke rumah untuk mengambil ponsel dan menghubungi Abraham. Aku juga berniat merekam aksi bejat mereka, sebagai bukti jika mereka berkilah saat penggerebekan nanti.

"Loh, Bu Mayla. Kenapa malam-malam berada di sini?" tanya Bang Ali–satpam komplek yang kebetulan sedang berjaga.

"Bang, tolong panggil warga yang masih melek dan Pak Rt. Bawa mereka kesini!" titahku setengah berbisik.

"Emangnya ada apa, Bu May?" Bang Ali menatapku heran.

"Panggil saja. Nanti kumpul di depan rumah itu!" Menunjuk rumah yang di dalamnya terdapat dua manusia yang sedang berlayar di samudra dosa.

"Tapi tolong jangan berisik. Saya tadi lihat ada laki-laki masuk ke dalam rumah itu dan sepertinya mereka sedang berbuat mesum!"

Bang Ali langsung ke pos ronda memanggil teman-temannya dan juga Pak Rt, sedang aku sendiri langsung bergegas mengambil posel, buru-buru ke rumah perempuan jalang itu dan merekam video perbuatan asusila mereka walaupun mata serta bathin ini tidak sanggup menyaksikannya.

Selang beberapa menit kemudian terdengar suara segerombolan orang menghapiri rumah tersebut. Aku segera keluar, memberi kode mereka untuk masuk dan mendobrak pintu.

Semua mata membelalak ketika melihat kedua insan menjijikkan itu sedang bermadu kasih di dalam. Saking asyiknya, mereka sampai tidak menyadari kehadiran kami semua, dan menghentikan aktivitasnya ketika Pak Rt melempar kaleng biskuit ke tepi ranjang.

"Mayla?" Wajah Mas Ibnu langsung terlihat pucat seperti mayat hidup.

"Tega kamu, Mas! Tega kamu, Lusi!" Aku jambak rambut wanita itu dan menyeretnya dari atas tempat tidur.

"Sakit, Tante!" pekik wanita berusia tiga puluh empat tahun itu sambil berusaha menutupi tubuhnya.

"Sakitan mana sama hati aku, jal-ang!" Kutarik perempuan itu dan melemparkannya ke tengah-tengah kerumunan orang-orang tanpa membiarkan dia mengenakan bajunya terlebih dahulu.

"May, Mayla. Kamu jangan seperti itu, May. Kita bisa bicarakan semua ini baik-baik!" rengek Mas Ibnu seperti bocah yang ketahuan mencuri. 

"Bicarakan baik-baik apanya, Mas?!" Aku menarik selimut yang menutupi tubuh Mas Ibnu. 

Entah mendapatkan kekuatan dari mana, aku merasa tenagaku sudah seperti Hulk saja saat itu. Mungkin karena rasa kecewa, marah sekaligus sakit hati membuatku tenagaku menjadi berlipat-lipat.

"Ini mereka berdua bagusnya diapain, Bu?" tanya Bang Ali.

"Terserah kalian saja. Mau diarak keliling komplek, mau diviralkan, atau apalah, saya sudah tidak perduli!" sahutku seraya memijat pelipis yang terasa mulai nyut-nyutan.

"May, kita bicarakan di rumah saja, Mayla. Aku malu kalau sampai diarak keliling komplek, apalagi sampai diviralkan. Nanti kalau anak kita lihat bagaimana?" Mas Ibnu bersimpuh di hadapanku, sambil terus mencekal kedua kakiku.

"Malu, Mas?!" Aku mengangkat satu ujung bibir. "Kamu masih punya rasa malu? Sebelum kamu melakukan hubungan haram ini apa kamu memikirkan rasa malu kamu. Enggak kan?!" 

"Aku khilaf, May. Aku minta maaf. Aku juga baru melakukannya sekali ini saja kok!" 

"Terus pas malam pertama aku datang ke Jakarta, bukannya kamu juga habis melakukannya?!"

"Aku bisa jelasin, May!" 

Aku menjauhkan tangan Mas Ibnu dari kaki, merasa jijik disentuh oleh tangan yang baru saja menjamah barang haram.

"Sudah, Pak! Sekarang tugas Bapak memberi hukuman seadil-adilnya buat dua pezina ini!" perintahku kepada Pak RT.

Aku melenggang pergi meninggalkan rumah Lusi dengan perasaan yang teramat hancur.

Tidak lama kemudian, terlihat mobil Abraham berhenti tepat di depan pagar rumahku. Lelaki berambut panjang itu langsung turun dari mobilnya dan menghampiriku.

"Ada apa, May?" Wajah Abraham terlihat begitu khawatir.

"Kamu lihat saja di rumah pink yang ramai orang itu!" sahutku, menunjuk rumah yang ternyata ditinggali oleh Lusi–calon istri Abraham.

Aku menggeser pintu pagar, berjalan terhuyung menuju teras dan menumpahkan tangisku. 

Aku benar-benar tidak menyangka kalau suamiku memiliki hubungan terlarang dengan keponakannya, bahkan sampai melakukan hal sejauh itu. 

Pantas saja dia sudah dua bulan tidak pulang ke kampung halaman dan meminta jatah kepadaku. Ternyata di sini dia sudah memiliki hati yang lain.

Kuseka air mata yang terus saja berduyun-duyun keluar dari kedua sudut netra, mencoba menahan rasa sakit yang begitu meraja di hati.

"Sejak kapan mereka memiliki hubungan terlarang itu, May?" tanya Abraham yang tiba-tiba sudah duduk bersila di sisiku.

"Pantas saja Lusi selalu menolak cepat-cepat aku halalkan. Ternyata dia lebih suka melakukannya dengan yang haram!" 

Aku menoleh menatap wajah Abraham yang terlihat memerah. Aku tahu dia juga pasti sangat terluka.

"Selama tiga hari aku keliling Jakarta mencari keberadaan Lusi. Ternyata dia malah tinggal di komplek ini dan menjadi duri dalam rumah tangga kamu, May!" 

"Aku juga tidak menyangka mereka bisa setega ini kepadaku, Bram!" Lagi-lagi air bah yang sudah aku tahan, kembali merebak membanjiri pipi.

"Nggak usah nangis, May!" Abraham menyodorkan sebuah sapu tangan.

"Orang seperti Ibnu tidak pantas kamu tangisi!"

"Lantas, kamu sendiri bagaimana, Bram? Apa kamu tidak sakit hati melihat calon istri kamu ternyata menghianati cinta kamu?" 

"Dia memang tidak pernah mencintaiku, May. Mungkin ini jawaban dari doa-doaku selama ini. Aku selalu meminta kepada Tuhan, supaya mendekatakanku dengan Lusi jika memang kami berjodoh, dan menjauhkannya jika aku memang tidak pantas untuk Lusi. Sekarang, aku sudah tahu kelakuan busuk Lusi. Padahal, May. Setiap bulan aku juga selalu mentransfer sejumlah uang yang dia minta untuk membayar sewa rumah serta kebutuhannya sehari-hari. Ternyata dia malah main serong sama pamannya sendiri!"

Aku hanya bisa diam sambil menahan nyeri di sanubari. 

Selama bertahun-tahun aku mengabdikan hidupnya kepada Mas Ibnu, dia malah membalasnya dengan penghianatan.

***

Pagi-pagi sekali Pak Rt mendatangi rumahku dan menanyakan kelanjutan hubungan Mas Ibnu dengan Lusi. Pria berkemeja putih itu juga meminta izin kepadaku, untuk menikahkan keduanya karena mereka sudah melakukan zina.

Hatiku benar-benar seperti sedang dicacah-cacah lalu disiram menggunakan air cuka. Sakit, perih hingga ke urat nadi.

"Kita panggil orang tuanya Lusi dulu, Pak. Kakak dari suami saya!" ucapku sambil menahan tangis.

"Lusi masih memiliki orang tua, jadi harus ada wali ketika menikah!" imbuhku kemudian.

Ya Allah, remuk redam hati ini. Pondasi cintaku telah roboh, hancur berkeping-keping dan rata dengan tanah. Kini hanya menyisakan kepingan luka yang tidak mungkin bisa diobati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
istri goblok. klu bertindak jgn nanggung2. orang berzina itu ya harus dihukum dan bukannya dinikahkan.
goodnovel comment avatar
Nelma Sari
lah mana bisa nikah sama paman sendiri, kalau sepupu baru bisa
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suamiku Terjerat Hubungan Terlarang   Part 110 (Ending)

    Abraham terkekeh mendengar jawaban dari istrinya. “Kamu itu sekarang istrinya Mas, An. Nggak apa-apa kali Mas liat aurat kamu!” “Tapi, Mas. Aku malu.” Lagi. Pria bertubuh tegap serta berambut panjang itu tertawa nyaring. “Udah, buruan keluar. Mas kebelet!” Menggedor-gedor pintu. Pelan-pelan Andita membuka pintu, menyilang tangan di depan dada kemudian berjalan gemetar melewati suaminya. “Lama!” Abraham menjawil pipi sang istri lalu masuk ke dalam kamar mandi. Belum juga mengenakan pakaian, Andita kembali dibuat kaget oleh suaminya yang tiba-tiba sudah terlihat dalam pantulan cermin. Wajah wanita itu bersemu merah ketika merasa sedang diperhatikan oleh Abraham, sebab ini kali pertamanya berada dalam satu kamar dengan laki-laki, dengan keadaan seperti ini pula. Buru-buru Andita membuka tasnya, mengambil sepotong gamis dan segera mengenakannya. “Di lemari banyak baju, An. Ibu sengaja beliin buat menantu kesayangannya. Kamu pakai baju pemberian Ibu saja!” titah Abraham seraya mend

  • Suamiku Terjerat Hubungan Terlarang   Part 109

    “Saya terima nikah dan kawinnya Andita Putri binti Bapak Yusuf, dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!” Dengan sekali tarikan napas Abraham mengucap janji suci di hadapan Allah, mengambil alih tanggung jawab serta dosa Andita ke pundaknya.Semua hadirin ramai gemuruh mengucap ‘sah’ diiringi lelehan air mata Yusuf—ayah Andita. Laki-laki berusia empat puluh enam tahun itu merasa begitu bersyukur karena akhirnya sang anak dipersunting oleh seorang laki-laki yang paham agama, baik, mapan pula. Rasanya bagaikan mimpi bisa menikahkan anaknya dengan orang yang kastanya lebih tinggi darinya, tetapi mau menerima Andita apa adanya.Tidak lama kemudian Andita keluar menemui laki-laki yang kini sudah menyandang gelar sebagai suami, menyalami serta mencium punggung tangannya dengan khidmat.Tangan Abraham terlihat begitu gemetar ketika untuk pertama kalinya bersentuhan begitu lama dengan seorang wanita. Dia terus menatap Andita yang terlihat begitu cantik memesona dengan kebaya putih melekat di

  • Suamiku Terjerat Hubungan Terlarang   Part 108

    Dia kemudian kembali membawa istrinya ke rumah sakit menuruti saran bidan, walaupun ada sedikit rasa kesal dalam hati. Tapi mau bagaimana lagi. Demi anak yang ada dalam rahim Lusi, supaya dia selamat dan mendapatkan kesempatan menatap dunia ini.***Sesampainya di rumah sakit. Lusi segera mendapatkan penanganan dan segera dibawa masuk ke ruangan khusus sebelum menjalani operasi sectio caesarea.Wajah Ibnu mulai menegang serta ketakutan. Dia berdoa dalam hati, semoga Tuhan menyelamatkan istri serta calon anaknya.Lampu indikator menyala. Pertanda tindak operasi sudah dimulai dan beberapa menit lagi bisa melihat calon anak yang sudah ditunggu selama tujuh bulan lebih ini.Tidak lama kemudian, seorang dokter anak keluar mendorong sebuah boks bayi dengan raut wajah mendung. Dia menghampiri Ibnu yang sedang duduk terpekur di kursi tunggu dan menyuruh ayah dari bayi yang baru saja dilahirkan untuk segera mangazani anaknya.“Astaghfirullahaladzim!” Ibnu beringsut mundur saat melihat keadaan

  • Suamiku Terjerat Hubungan Terlarang   Part 107

    POV Author.Ibnu duduk sambil meremas rambutnya frustrasi. Berkali-kali dia mencoba membuka usaha, akan tetapi hingga uang yang dia pinta kepada Mayla, uang hak Raihan putranya habis tapi tidak ada satu usahanya pun yang berkembang. Semuanya bangkrut tidak menyisakan apa-apa selain hutang yang kian menumpuk di bank.“Mas, bagi duit dong!” Lusi—istrinya menghampiri seraya menodongkan tangan.Ya. Ibnu dan Lusi sudah menikah. Mereka sengaja pindah tempat tinggal jauh dari orang-orang yang mengenali mereka dan kemudian melangsungkan pernikahan secara siri. Sebab di kota kelahiran mereka, tidak ada satu ustaz pun yang mau menikahkan karena mereka masih ada hubungan darah.Pun ketika di Jakarta dan di komplek tempat tinggal mereka. Pak RT serta ustaz yang diminta untuk menikahkan selalu saja menolak. Mereka tidak berani melanggar peraturan agama sebab Lusi adalah keponakan Ibnu sendiri dan masih ada garis keturunan nasab di antara mereka berdua.“Kamu itu minta duit melulu, Lus. Nggak tahu

  • Suamiku Terjerat Hubungan Terlarang   Part 106

    “Kalau sakit bilang ya, Bu.” Dokter berujar lagi sambil terus menatap teman sejawatnya yang berada di balik tirai.Suara dentingan alat medis saling beradu mendominasi ruangan. Para dokter dan perawat asyik berbincang entah apa yang sedang mereka bicarakan aku kurang paham. Sementara diriku, masih saja dalam suasana ketegangan, walaupun tidak setakut saat baru masuk ke ruangan ini.Aku menghela napas panjang, menepis rasa itu jauh-jauh sambil membaca semua doa yang aku bisa. Hingga akhirnya merasa dada ini seperti sedang diimpit benda berat, sesak, hampir tidak bisa bernapas kemudian ucapan hamdalah diserukan oleh para dokter di ruang operasi.“Baby boy sudah keluar satu ya, Bu.” Dokter anestesi yang sedang memperhatikan teman-temannya berkata.“Alhamdulillah ....” responsku sembari menitikkan air mata yang sudah tidak bisa lagi dibendung. Bahagia karena akhirnya salah satu anak kembarku sudah lahir ke dunia ini.Suara tangis jagoan kecilku bagai menyulap rasa yang sedang bertengger d

  • Suamiku Terjerat Hubungan Terlarang   Part 105

    “Sayang, lagi ngapain?” Menoleh ke sumber suara sambil menerbitkan senyuman di bibir.“Nggak ngapa-ngapain, Mas. Cuma lagi kepanasan saja!” jawabku singkat.“Oh, istrinya Mas gerah?” Dia melenggang ke ruang tengah dan tidak lama kemudian kembali lagi dengan kipas anyaman bambu di tangannya. Orang Tegal biasa menyebutnya ilir.“Sini Mas kipasin biar nggak kegerahan!” Gus Azmi segera duduk di sebelahku, membiarkan tubuh gemukku bersandar di tubuhnya lalu dengan cekatan mengipasi tubuh ini yang sudah basah oleh keringat.“Pinggang Adek juga sakit, Mas. Kaki rasanya ngilu semua. Pokoke nikmat.....banget rasanya, Mas.” Bukannya mengeluh kepada Tuhan, tapi hanya ingin suami tahu apa yang sedang aku rasa saat ini. Supaya dia tambah sayang dan perhatian kepada diriku.“Sabar ya, Sayang. Dua bulan lagi dedeknya lahir. Terima kasih ya, Dek, karena sudah mau menjadi Ibu dari anak-anaknya Mas.” Dia mendaratkan ciuman singkat di pipi.Segera kurebahkan tubuh di atas sofa, dengan paha suami sebagai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status