Aku tidak boleh kalah darinya. Oh, bukan! Bukan berarti aku harus selingkuh, tapi aku balas dengan kesuksesanku.
'Aku akan buat kamu menyesal, Mas!'
Dia pikir aku istri bodoh yang nggak bisa sukses? Kita lihat saja!
Aku langsung menghubungi Aina untuk mengambil ruko yang tadi dia tawarkan. Kata Aina, besok sudah bisa masuk karena tadi penghuni ruko itu sudah keluar lebih cepat.Baguslah. Aku akan menjalankan rencanaku!
***DrittDrittDrittGawaiku bunyi. Ternyata mas Dimas yang menelpon."Hallo mas, ada apa?" kataku lebih dulu."Hallo Nel, hari ini mas lembur, kemungkinan pulang larut atau bisa jadi gak pulang. kamu makan dan tidur sendiri aja ya," kata mas Dimas diujung sana.lembur? lembur yang dimaksut lembur bareng selingkuhan mu? kamu pikir aku tidakk tahu kelakuan D a j a l mu itu? malas sekali aku menagkapi ucapannya ini, rasanya aku sudah malas dengannya, bukan hanya nafkah bulanan yang pas-pasan saja, tapi kelakuan nya yang tidak beradab itu.kesalahan lain bisa di ampuni, tapi tidak untuk perselingkuan!, karena perselingkuhan itu tidak dibenarkan."Oke." jawabku singkat"Kok cuma oke, dek? biasanya kamu selalu ngomel kalau mas lembur," hardik mas Dimas, Yang aku pastikan dirinya sedang mengerut kening."Kalau aku komentar, larang kamu lembur, emang kamu nurut?" tanya ku."Ngak juga sih, soalnya ini penting banget ngak bisa mas tinggalkan nanti bos mas marah, dan mas ngak dapat gaji deh," celutuk Mas Dimas.Penipu kau mas, pake bawa-bawa nama bos mu segala."Yaudah, lanjut aja kerjanya," jawabku sambil menutup telepon.Biarkan dia ngak pulang agar, aku lebih leluasa membuat kue untuk besok, toh besok juga aku mau membuka tokoh kueku sendiri.******Pagi- pagi sekali, seperti biasa aku bangun menyiapkan jualan. Penghasilanku selama jualan kue semakin hari semakin meningkat. Setelah selesai aku melanjutkan aktiviktas sebagaimana mestinya: masak, sapu rumah, ngepel dan nyuci pakaian.Tiba-tiba aku mendengar bunyi motor mas Dimas di halaman depan.'Pasti Mas Dimas sudah pulang' batinku.Ku lirik jam dinding di rumah menunjukan pukul tujuh tiga puluh, ku dengar langka kaki mas Dimas memasuki rumah."Dek mas pulang," panggilnya.Aku berpura-pura tidak mendengarkan, masi malas aku melihat wajahnya."Mas udah pulang?" Aku sengaja bertanya saat mas Dimas berada dimeja makan hendak minun air."Iya." jawabnya singkat"Aku pikir gak pulang lagi," sindirku yang masi sibuk masak."Apa makustmu?" tanya mas Dimas binggung."Gak maksut apa-apa, aku kira mas langsung kantor ngak pulang ke rumah," jelasku.Mas Dimas hanya mengangguk dengan wajah tidak suka, dan menuju kamar mandi hendak membersikan diri. Aku pikir dirinya peka tapi ternyata tidak.Beberapa saat setelah itu dia keluar dari kamar mandi dan menuju kamar. Aku masi sibuk di dapur memasak. setelah selesai memasak, aku memanggil suamiku itu untuk sarapan. Walaupun dia begitu tapi tetap aku harus menyiapkan makanan untuknya bagimanapun dia masi status sebagai suamiku."Mas makan dulu," Teriak ku dari dapur.Tidak lama, mas Dimas keluar dari kamar sudah rapi sekali, Seperti mau ke kantor."Ngantor mas?" tanya ku dengan raut wajah binggung. Bukanya kalo setiap kali dia lembur di kantor dan pulang pagi, biasanya libur?"Ya iyalah, pertanyaan macam apa ini." jawabnya sambil duduk dan menyantap sarapan Nasi goreng kesukaaan nya. dulu waktu masi awal- awal pernikahan mas Dimas, paling suka masakan ku ya nasi Goreng ini jadinya setiap pagi dia menyuruku membuat nasi goreng entah itu toping telur, ayam, udang, dll."Kan semalam mas udah lembur, masa pagi ini ke Kantor lagi," kataku."Lembur apa nya?kerjaan lagi biasa-biasa aja." ucapnya keceplosan tidak sadar dengan apa yang sudah ia katakan."Bukanya kemarin malam mas nelpon aku, bilang lembur?" tanya ku penuh selidik.Rasaiin lu keceplosan kan.Mas Dimas salah tingkah, wajahnya merah merona."Ehh ma- maksut mas, bukan gitu emang kemarin lembur tapi kerjaanya gak terlalu berat,"Halah, dasar Suami d a j a l! dia pikir aku percaya?"Kalo lembur, bilang lembur mas jangan berkeliaran cari mangsa." celutuku pelan tapi ku pastikan dia mendengar."Apa maksutmu itu Nel ?" tanya nya dengan nada jengkel."Ngak." jawabku acuh."Kamu pikir aku bohong, ngak lembur? pagi- pagi udah bikin suami ngak mood! aku udah kenyang!" katanya dan berjalan pergi tanpa pamitan kepadaku.Baiklah, kita lihat saja sampai mana kamu berbohong mas. Aku membereskan meja makan dan bergegas menyiapkan diri ke ruko Aina tak sabar untuk berjualan.Ting..pesan masuk diaplikasi hijauku.[Nela, entar siang kalo ada waktu ke butik ya mbak ada job buat kamu].pesan dari mbak Fika, pemilik butik tempat biasa aku desainer.[oke mbak].Gegas aku meyiapkan diri dan pergi ke ruko dan lanjut ke butik.*******B E R S A M B U N G....Setelah permasalahan sudah selesai, persahabatan ku dengan Aina kembali seperti semula. Namun, kami jarang sekali bertemu apalagi bertukar cerita, entah itu di dunia nyata ataupun di dunia maya. Sekalinya bertukar pesan, ia hanya memesan kue untuk hajatan di rumah mertua nya. Setelah itu, tak lagi ada perbincangan akrab. Sepertinya ia masi canggung jika diajak berbicara. Seperti pagi hari ini, tiba - tiba saja ia memesan 20 bentuk kue tart dengan model yang berbeda dan varian rasa yang best seller di toko kue ku. Aku segera mengerak kan, karyawan - karyawan ku untuk segera membuat tart, pesanan Aina. Karena sore nanti, sudah harus selesai. Setelah semuanya selesai, aku kembali menghubungi dirinya untuk segera menuju rumah mertuanya, utuk mengantarkan pesanan.Sore ini cukup cerah. Karena melihat, karyawanku yang sudah kelelahan, aku memutuskan untuk mengantar pesanan semuanya sendiri saja. Toh, mereka juga sudah sangat bekerja keras, untuk membuat pesanan kue dadakan dari Aina ini. S
P O V Aina. Sesuai kesepakatan, hari ini aku akan ke kantor polisi dan memberi pengakuan semuanya. Aku di arahkan, ke ruang interogasi. Di hadapanku, sudah duduk pria berumur yang akan menyelidiki diriku. Setelah itu, aku pun memberi pengakuan seperti apa yang aku tahu. Sebenarnya, aku juga harus di tangkap, karena terlibat dan mendukung rencana suamiku. Tak hanya itu, aku juga sudah memutar balikan fakta dan berbohong kepada Nela. Aku meminta polisi itu juga turut adil, dalam menangkap diriku. Tapi, nyatanya tidak. Ia hanya mengatakan kalau semuanya tergantung pada keputusan Robi. Aku masi saja, bersihkeras untuk menyerahkan diri, tapi itu hanya angin lalu baginya dan, ia mengabaikan diriku lalu melangka keluar. Aku pun ikut keluar, dan menghampiri dua insan yang tengah menatapku. Aku meminta mereka, untuk menuntutku, agar turut mendapatkan hukuman juga. "Tidak, kami tak akan menuntut kamu," ujar Robi, ketika aku mengatakan itu. "Aku mohon, biarkan aku menebus kesalahanku ini. Nel
P O V Aina. Rencanaku hari ini, adalah ke toko kue milik Nela. Aku mencoba untuk, memelas meminta dirinya membebaskan mas Bian. Semoga saja, dirinya mau dan luluh dengan diriku, yang memohon untuk membebaskan suamiku , atau setidaknya bertemu sedetik dengan mas Bian. Sesampainya di toko cake Nela, aku bergegas masuk. Sepertinya Nela, ada di toko karena mobilnya sudah terparkir rapi di garasi toko kue nya. "Nela ada?" Tanyaku, pada salah satu karyawan yang berada di meja kasir. Entah lah, siapa. Aku Lupa dengan nama nya. "Bu Nela, ada bu." Jawab wanita itu. "Okey," langsung saja, aku masuk dalam ruangan nya. Benar saja, Nela sedang fokus berkutat dengan komputer yang ada di depan nya. Tanpa basa basi lagi, aku langsung mengatakan tujuanku kesini. "Nela.. aku mohon, tolong bebaskan mas Bian... tolong Nel, tolong cabut tuntutan itu," cercaku, yang datang langsung memohon. Nela hanya sedikit terkejut, dengan kedatanganku. Tapi, segera ia memalingkan wajah dan mengabaikan diriku.
P O V AinaSegera aku menghubungi mas Bian, tapi ponsel nya aktif. Tak seperti biasa ia begini, jika memang sibuk bekerja, tapi kalau aku yang telpon dia segera angkat. Firasat ku mendadak jadi tak enak, kepada dirinya. Apa yang sudah terjadi dengan suamiku? ****Aku semakin di buat pusing, karena mas Bian tak juga mengangkat telpon ku. Drittt...Drittt...Tiba - tiba, telpon ku berdering. Gegas aku meraih benda pipi yang layarnya sedang menyala kerlap kerlip itu, yang ku pikir adalah mas Bian, ternyata bukan...."Hallo bu, gawat!" Ujarnya, seorang pria dari sebrang sana. "Hallo.. kenapa Di?" "Bapak bu... Bapak...." Gugupnya, seraya menggantungkan kalimatnya. "Bapak kenapa Di?" Aku semakin panik dengan, perkataan Budi, yang tak menyelesaikan ucapanya. "Bapa ditahan-" "Maksud kamu? Ditahan sama siapa?" Potongku, yang sudah keringat dingin, padahal suhu Ac di ruangan ini sangat dingin. "Bapak ditahan polisi. Tadi, polisinya datang bu," "APA?!!" Sekujur tubuhku lemas, tanganku
Aina pun, sudah benar - benar pulih dan sekarang sudah di izinkan pulang oleh dokter. Akhirnya, yang di tunggu - tunggu tiba juga. Dimana, hari berlangsungnya sidang telah tiba. Didepan hakim, Aina, mas Bian, Budi, supir truk dan ada beberapa yang terlibat di seret semua ke hadapan hakim. Dulu, Aku sempat berpikir, kalau mereka akan menyewa pengacara untuk membantu dalam kasus ini. Ternyata tidak! mereka ingin bertanggung jawab atas perbuatan mereka. Baguslah! Padahal, aku dan Robi juga sudah merencanakan akan menyewa pengacara juga dalam kasus ini. Sebelum berjalan ke depan, Aina sempat melemparkan tersenyum padaku. Senyum, yang terlihat tulus. Dengan spontan, aku membalas senyum darinya. Ia terlihat, masi sangat pucat. Persidangan pun dimulai. Hakim menanyakan semuanya dan para tersangaka mejawab dengan jujur tanpa ada yang ditutupi. Aina pun, ditanya oleh hakim dan ia menjawab dengan jujur, seperti apa yang ia katakan kepadaku. "Saudara Bian Aditama, apa benar anda yang sudah me
Selepas pulang kerja, aku selalu mengunjungi Aina di rumah sakit. Seperti biasa, ia belum juga menyadarkan diri. Akhirnya, sidang itu diundur dilain waktu lagi, sampai Aina benar - benar pulih kembali. Kata Robi, mas Bian masi saja bungkam. Ia tak berniat mengakui semua kesalahanya. Saat, sudah berada di rumah sekitar jam empat, aku dikabarkan dari tante Risa, katanya Aina sudah siuman. Setelah mengurus Dania, aku bersiap diri untuk ke rumah sakit. "Kamu ikut, sayang?" Tanyaku, pada Robi yang sedang fokus pada laptop, di ruang kerjanya. "Nggak, aku masi banyak kerjaan," jawabnya, tanpa melihat ke arahku. "Baiklah, aku sediri saja," "Hati - hati, sayang. Oh iya, sampaikan salam pada Aina," tukasnya."Iya! Perhatikan Dania ya, kalau dia rewel, tolong kamu gendong dulu. Kasian bi Ijah," peringatku, karena bi Mey masi izin ke kampungnya. Jadi, Dana dijaga Bi Ijah. Aku segera masuk mobil dan menyalakan mobil lalu perlahan meninggalkan rumah. Saat sampai di rumah sakit, langsung saja