Share

Makanan favorit

Auteur: Suzy Ru
last update Dernière mise à jour: 2025-08-09 15:54:08

Rasa takut dan was-was mulai datang saat dua orang berpakaian serba hitam itu mengetuk pintu mobil dengan tatapan tajam.

Dua bola mata Shera tertuju ke arah sopir taksi online yang membuka pintu mobil begitu saja. Terlihat begitu jelas, orang asing itu menarik tubuh sopir hingga keluar dari mobil.

"Seharusnya kamu menginap di sini saja, Sher! Kamu tau kan ini sudah malam. Dan kamu juga tau betul kan, kalo jalanan rumah ke rumahnya pak David itu sangat sepi jika menginjak pukul 9 malam. Atau nggak? Kamu naik taksi online saja," perkataan Manda melintas kembali dalam benaknya.

Shera tertunduk. Memejamkan mata seraya berdoa untuk keselamatannya.

"Ya Tuhan, aku sudah pasrah. Jika aku akan mati di tangan dua begal itu, aku sudah ikhlas!" gumam batin Shera menitikkan airmata.

Klek

Shera membuka matanya bersamaan saat pintu itu terbuka.

"Tenang Shera tenang. Sebentar lagi, kamu akan bertemu dengan ayah!" kata batin Shera menyemangati dirinya sendiri.

"Maaf ya, Mbak. Saya menghentikan kendaraan saya sebentar!" Suara sopir itu membuat Shera mendongak menatapnya.

Bulu mata indahnya tak mampu berkedip saat kenyataan yang ada tidak seperti yang ia bayangkan.

Mobil hitam yang menghadang tiba-tiba pergi begitu saja.

"Mereka saudara jauh saya yang ingin berpamitan, Mbak. Jadi, sekali lagi saya benar-benar minta maaf atas ketidaknyamanannya," tutur sopir menjelaskan.

"Jadi, mereka tadi bukan begal?" tanya Shera memastikan.

"Bukan, Mbak!" jawab sopir itu menggelengkan kepala.

Shera bernafas lega. Sungguh, ia tak menyangka jika salah prasangka.

"Lagi dan lagi, suatu keadaan dan kenyataan mengejutkan diriku!" kata batin Shera menghela nafas panjang.

Di rumah, Bara tak berhenti menatap ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Di mana waktu telah menunjukkan pukul 22.00 WIB.

Bara meraih ponsel miliknya yang tergeletak di atas meja. Dengan cepat, ia mencari nomor kontak milik Shera yang ia simpan tanpa meminta izin terlebih dahulu.

Drt ... Drt ...

"(Hallo)"

Bara terdiam. Dahinya mengernyit saat suara yang terdengar bukanlah suara Shera.

"(Hallo, siapa ini?)" Suara itu keluar dari benda layar pipih yang menempel di telinga Bara.

Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa. Bibirnya merapat mengimbangi rasa penasaran yang datang menghampiri.

"Saya suaminya Shera. Apakah Shera bersama dengan Anda?" tanya Bara memastikan.

"(Oh, Bara. Ini Kak Manda, kakaknya Shera. Shera otw pulang kok. Handphonenya Shera ketinggalan. Jadi, kakak deh yang angkat teleponnya.)"

"Terimakasih, Kak Manda!" jawab Bara mematikan ponselnya."Ternyata, dia masih ceroboh seperti dulu!"

Sesampai di depan rumah, Shera mengernyitkan dahi ketika melihat mobil hitam terparkir di halaman rumah.

"Apa dia pulang ke rumah ini? Kata mbok Darmi, hari Jum'at sampai Minggu dia pulang ke rumah satunya?" gumam Shera bertanya seorang diri.

Kedua kakinya melangkah dan mendekat ke arah mobil mewah tersebut.

"Perasaan, sewaktu aku pergi tak ada mobil yang terparkir di sini?" tanyanya seraya mengingat kembali."Atau mungkin, mobil ini sudah terparkir di sini dan aku tak menyadarinya?"

Helaan nafas panjang keluar dari hidung mancung yang di miliki Shera."Ahh, sudahlah! Ngapain juga aku bingung tentang mobil ini. Kurang kerjaan banget!"

Shera membuka pintu rumah mewah yang saat ini menjadi rumahnya. Dua bola matanya terus berputar menatap rasa kagum dengan keindahan rumah tersebut.

"Andai saja, aku menikah dengan orang yang aku cintai. Mungkin saat ini, aku sudah merasakan kebahagiaan yang tiada tara," gumam Shera duduk di atas sofa yang berada di ruang tamu. Merebahkan diri guna menghilangkan rasa lelah yang terkumpul sejak kemarin.

"Kamu sudah pulang?" Suara khas Bara membuat Shera terbangun.

Bulu matanya tak berhenti mengerjap. Dua bola manik matanya yang bulat tertuju ke arah Bara yang berdiri di depannya.

"Tak ada riwayat kecelakaan semasa hidupnya, Mas Bara, Non!" Pernyataan mbok Darmi terselip dalam ingatannya.

"Dia pasti marah karena aku tak menurut dengan perintahnya," kata Shera dalam hati. Ia mulai menunduk saat bara duduk di sebelahnya dan menatapnya begitu intens.

"Mau apa dia?" tanya batin Shera melirik ke arah sandal slop hitam yang terlihat olehnya."Apa dia akan mencekikku?"

"Apa kamu sudah makan?"

Glek

Shera tercekat. Ia terkejut saat pertanyaan Bara yang begitu perhatian kepadanya. Perlahan, ia mendongakkan kepala. Bola manik kedua matanya membulat menatap tatapan mata yang begitu tulus terlihat.

"Rasanya aku berhadapan dengan Bara yang berbeda,," gumam batin Shera terkejut saat jentikan tangan Bara mengarah tepat di depan wajahnya.

"Apa yang kamu pikirkan? Apa kamu memikirkan tentang malam pertama kita?" goda Bara yang membuat Shera berpaling menatapnya.

"Ng-nggak!" jawab Shera hati-hati. "Aku hanya bingung saja melihat tingkah lakumu yang sangat jauh berbeda dengan yang dulu!" tutur Shera merapatkan bibirnya seraya melirik Bara sekilas.

Bara menyeringai mendengar perkataan panjang yang di lontarkan Shera.

"Sebenarnya, apa yang membuatmu seperti ini? Bukankah kamu sangat membenciku? Tapi, kenapa tiba-tiba sekarang begitu lembut padaku?" cecar Shera yang begitu penasaran tanpa harus menatap.

"Haruskah aku menjawabnya?" tanya Bara menatap Shera yang terdiam kembali.

"Duhhhh, kenapa kata-kataku terkunci kembali, sih? Padahal, baru saja aku berkata begitu panjang lebar kepadanya!" keluh Shera dalam hati.

"Aku sudah menyiapkan makan malam untukmu. Mubazir juga kalo tidak di makan!" tutur Bara beranjak dari tempatnya.

Shera mengerling. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap menatap ke arah telapak tangan Bara yang meraih tangan kanannya. Begitu hangat dan terasa nyaman.

"Dia menyiapkan makan malam untukku? Serius! Dia melakukan ini kepadaku?" tanya Shera dalam hati."Ya Tuhan, bagaimana mungkin aku percaya jika dia tidak mengalami kecelakaan? Jelas-jelas, dia memperlakukanku seperti ratu dalam cerita dongeng."

Shera hanya berkeluh dalam hati. Kedua matanya intens ke arah tubuh atletis yang berjalan di depannya. Apalagi, tangan yang dulu suka mencengkram kerah bajunya kini menggenggam tangannya begitu erat.

Sesaat, langkah Bara terhenti. Ia berbalik ketika Shera melepaskan genggamannya.

"Aku bisa jalan sendiri! Kamu tak perlu menuntunku! Lagian, aku juga tak buta!" Shera melangkahkan kaki menuju ke arah tempat makan yang tak jauh darinya.

"Aku kamu buta! Sampai-sampai, kamu menabrakku!" Perkataan kasar Bara beberapa tahun silam.

Bara tercekat. Memori masa lalu seakan terulang kembali antara dirinya dan Shera.

Shera terkejut ketika melihat hidangan yang berada di meja makan. Sebuah makanan yang merupakan makanan kesukaannya.

"Bakmi goreng, tempe penyet plus daun kemangi. Ini kan makanan favoritku? Kenapa kebetulan banget dia masak makanan favoritku!" gumam Shera menatap Bara yang duduk di depannya.

"Makanlah! Aku tak mau di salahkan mama jika kamu kelaparan," tutur Bara membuka piring yang tengkurap itu.

"Aku akan ambil sendiri!" ucap Shera yang menghentikan niat Bara untuk mengambilkan nasi.

Bara menegak salivanya dengan paksa. Terlihat begitu jelas, Shera menyimpan luka akibat ulahnya di waktu dulu.

Drt ... Drt ...

"Iya, Lun!" jawab Bara beranjak dari duduknya.

Jemari tangan Shera terhenti. Arah dua matanya mengerling ke arah Bara yang menjauh darinya.

"Luna!" kata batin Shera.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Pasar Malam

    "Sesudah dari rumah sakit, kita pergi ke pasar malam, yuk!" pinta Shera menggandeng tangan bara."Pasar malam?" tanya bara mengernyitkan dahi. Melirik ke arah Kevin yang berjalan tak jauh darinya sembari membawa bingkisan parcel tersebut.Kevin hanya menganggukkan kepala. Seakan memberi isyarat kepada tuan mudanya itu.Shera memicing menatap sang suami yang beralih menatapnya. Terlihat begitu jelas, ada sesuatu yang di sembunyikan dari mereka berdua."Jangan bilang kamu tak mengerti pasar malam?" "Kata siapa aku tak mengerti pasar malam. Mengertilah!" ucap bara menoel hidung mancung istrinya itu."Serius?" Shera seakan tak percaya.Bara menghela nafas panjang. Perlu ekstra hati-hati untuk berbicara pada istrinya saat ini. "Bukankah waktu sekolah dulu, kamu pernah bekerja di pasar malam?" tutur Bara mulai meyakinkan."Ternyata dia juga tau saat aku bekerja di pasar malam?" tanya batin Shera menyeringai. Benar-benar tidak menyangka, bara memperhatikan dirinya di saat hubungan mereka se

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    rindu seorang ibu

    "Kamu harusnya sadar diri. Jika perceraian itu tiba, jangan menuntut apa-apa lagi. Setidaknya, kamu dan keluargamu berterimakasih pada kami karena sudah melunasi hutang dan memberikan fasilitas yang layak. Dan apabila kamu melahirkan anak, sudah pasti kamu mendapatkan hadiah lebih dari istriku. Jadi, aku peringatkan sekali lagi. Untuk sadar diri!" Perkataan pak David sebelum pernikahan terjadi terlintas kembali dalam benaknya.Shera tersenyum saat Bara tiba-tiba melihatnya. Sosok lelaki yang dulu sangat ia benci kini telah mengisi relung hatinya. "Saling memiliki dan saling mencintai. Dia bilang seperti itu padaku! Tapi, tetap saja sepuluh tahun ke depan perceraian datang menanti. Gara-gara sebuah perjanjian, aku harus menelan kebahagiaanku bersamanya. Entah apa sebenarnya yang ia sembunyikan padaku, sampai-sampai dia tak mampu melawan perjanjian yang telah ditetapkan oleh pak David. Sebelum merubah isinya kembali, setidaknya dia berbicara dulu denganku. Mengubah salah satu perjanjia

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Masalah shera

    Mama Dewi mendongak. Bibirnya merapat mengimbangi rasa takut yang datang menghampiri."Aduh! Papa bangun lagi," gumam mama dewi memasukkan foto itu kembali ke dalam laci meja.Sesaat, ia menoleh. Bernafas lega saat sang suami tidur kembali."Syukurlah! Papa tak mendengarnya," ucap mama Dewi kembali merebahkan tubuhnya. Perlahan, jemari tangannya menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Kedua matanya mengerling menatap ke arah atas seraya mengingat kenangan indah saat bersama Rony, anak angkat Mana Dewi dan pak David sebelum mempunyai Kiara dan Bara."Rony, mama sangat merindukanmu, Nak!" gumam batin mama Dewi memejamkan kedua mata. Meneteskan air mata yang tertahan di pelupuk mata. Rasa rindu yang membuncah terasa begitu sakit hingga menusuk hati."Semoga saja, waktu bisa mempertemukan kita kembali!" harap mama dewi.****Shera menyeringai melihat bara yang begitu sibuk dengan pekerjaannya. Melangkah perlahan sembari membawakan secangkir kopi untuk sang suami tercinta."Apa masih lam

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Rindu yang tak tertahankan

    "Kevin, siapkan mobil!" Suara bara terdengar dari balik handphone Kevin.Kevin terbangun. Baru saja ia merebahkan tubuhnya untuk menghilangkan rasa lelah. Tiba-tiba, ada perintah yang menghampiri."Buat apa, Mas?Bukankah jadwal acaranya besok pagi?" tanya Kevin mencoba mengingatkan."Batalkan semua! Kita pulang ke Malang sekarang juga!" Bara mematikan ponselnya seketika.Kevin mengernyit heran. Sejenak, ia berpikir. Apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarga besar atasannya itu. Sampai-sampai, menyuruhnya untuk pulang secara tiba-tiba."Digo juga tak ada kabar. Biasanya, kalo ada masalah dengan keluarga besar, digo selalu memberi kabar padaku," ucap Kevin berpikir sejenak."Apa jangan-jangan mbak Shera kenapa-kenapa?"Drt ... Drt ...Kevin beranjak dari tempatnya. Bergegas berlari keluar dari kamar, saat panggilan bara tertuju kembali padanya.Sepanjang perjalanan, Bara mendesah sebal saat Pikirannya selalu tertuju ke arah shera. Kedua matanya memicing ke arah depan yang macet total.

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Keyakinan Manda

    "Dokter salah paham. Dia bukan suami saya," tutur Shera mencoba menjelaskan. Namun percuma saja. Dokter itu melangkah menjauh darinya saat ada panggilan mendesak yang datang."Huft!" Helaan nafas keluar dari mulut dan hidung mancungnya. Duduk kembali sembari menjinjing rok panjang yang ia kenakan. Memastikan keadaan kaki kirinya yang terluka."Pantes saja, masih nyeri. Ternyata, lukanya sepanjang ini," gumam Shera menutup kembali rok panjangnya.Sesaat, pandangan matanya beralih ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Hampir satu jam berlalu, ia duduk seorang diri menunggu orang yang telah ia tolong."Kenapa tak ada satupun keluarganya yang ke sini? Apa mungkin ...," kata shera terhenti saat ada seseorang lelaki yang datang menghampiri."Apa Anda yang menghubungi saya menggunakan handphonenya pak Rony?" tanya lelaki tersebut yang merupakan sopir pribadi."Iya. Ini dompet dan handphone beliau," ucap Shera menyerahkan dompet coklat kecil dan benda layar pipih yang te

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    curahan hati Adit

    "Jika ada waktu, kamu ke sini, ya! Kakak butuh kamu," sebuah chat manda yang mengingatkan Shera kembali."Apa karena ini? Kak Manda memyuruhku ke sana?" batin shera bertanya. Memicing ke arah wanita yang terus saja melingkarkan tangan di lengan sahabatnya itu."Mas Adit, ada banyak hal yang perlu kita bicarakan!"Shera mendesah sebal. Memalingkan muka dan tak ingin melihat sikap manja yang keluar dari kekasih baru sahabatnya itu.Melangkah pergi meninggalkan mereka berdua yang masih saja berdiskusi.Lima menit sudah, Shera duduk seorang diri. Menunggu seseorang yang seharusnya bisa menyelesaikan beberapa pertanyaan yang bergelut dalam pikirannya.Shera mendongak. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa ketika Adit mulai datang dan duduk di sampingnya."Shera!" "Bagaimana dengan kak Manda, Mas?" Shera menoleh. Tersirat jelas, adit menunduk dan tak mampu menatapnya. Seakan rasa bersalah mulai datang menyelimuti diri lelaki berusia dua puluh tujuh tahun tersebut."Mas Adit telah putus d

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status