Share

Bab 3

Author: By. S.A
last update Last Updated: 2025-10-26 09:47:53

Keesokan harinya, Revan dan Aruna berangkat kerja bersama menggunakan motor tua kesayangan mereka.

Udara pagi masih terasa sejuk, jalanan belum terlalu ramai, hanya beberapa orang terlihat sibuk menuju tempat kerja masing-masing.

Sesampainya di dekat gedung tempat Aruna bekerja, Revan melambatkan laju motor.

"Mas cuma bisa antar kamu sampai sini ya, soalnya tempat kerja mas udah bukan di arah sini lagi," ujar Revan pelan.

Aruna tersenyum, lalu menepuk lembut bahu suaminya.

"Hi hi iya mas, hati-hati di jalan ya. Jangan nakal-nakal."

Revan menoleh sekilas, ekspresinya serius tapi ada guratan manja di wajahnya.

"Nggak akan. Orang mas cinta mati sama kamu."

Aruna menunduk malu, kemudian turun dari motor. Ia meraih tangan suaminya, menciumnya penuh hormat.

"Kalau gitu, Aruna pergi dulu ya."

Namun tangan Revan menahan. "Ada yang kurang," katanya dengan suara genit.

Aruna mengernyit bingung. "Apa?"

Revan tersenyum penuh arti, lalu mendekatkan wajahnya.

"Lihat saja."

Cup!

Kecupan hangat mendarat di pipi Aruna. Seketika pipinya merona, matanya melebar.

"Masss… ih, banyak orang lihat, malu tau…" katanya dengan nada protes, tapi matanya berbinar.

Revan hanya tertawa kecil, kemudian melajukan motor meninggalkan Aruna yang masih berdiri sambil menutupi wajahnya.

°°°

Tak lama, di perjalanan menuju rumah Cynthia—bos sekaligus wanita yang diam-diam menjadi tujuan lain Revan—tiba-tiba sebuah tangan terjulur menahan motornya.

"Mas Revan?" suara seorang perempuan terdengar.

Revan spontan menghentikan motor, wajahnya berubah agak kesal.

Di hadapannya berdiri Lita, tetangganya, dengan raut wajah cemas.

"Ada apa?" tanya Revan dengan nada dingin.

"Arunanya mana? Kok nggak bareng?" Lita menatap penuh selidik.

"Udah saya antar ke kantornya." Revan menjawab singkat.

"Oh gitu…" Lita menunduk sebentar, lalu menatapnya lagi dengan ragu. "Mas… boleh nggak antar saya ke sana juga? Udah telat banget ini. Masa iya hari pertama kerja langsung terlambat…"

Revan menahan helaan napas.

"Banyak ojek lain, Mbak. Kenapa harus saya?" tanyanya sinis.

Lita menggigit bibir bawah, terlihat gugup.

"Saya… saya nggak biasa naik ojek. Saya bayar lebih deh, gimana?"

Revan diam sejenak, jelas enggan.

Namun melihat wajah Lita yang penuh harap dan waktu yang makin sempit, ia akhirnya mengangguk pasrah.

"Yaudah. Anggap aja saya jadi ojek pagi ini. Naik."

Dengan senyum puas, Lita segera naik ke jok belakang motor Revan.

Rok kerjanya sedikit tersibak karena terburu-buru, tapi ia tidak peduli.

Revan menghidupkan motor, namun sesaat kemudian wajahnya berubah tegang. Ia bisa merasakan sesuatu yang padat menempel erat di punggungnya.

"Mbak, munduran dikit bisa nggak?" tanyanya ketus sambil menoleh separuh.

Lita langsung merangkul erat tubuh Revan dengan tatapan menggoda.

"Nggak bisa! Nanti aku jatuh, Mas Revan," jawabnya manja.

Revan menghembuskan napas kasar, jelas risih. Tapi ia memilih pasrah daripada ribut di pinggir jalan.

"Ya sudah, cepat kita berangkat," gumamnya.

Motor kembali melaju.

Jalanan pagi yang biasanya terasa biasa saja, kini dipenuhi suasana aneh.

Lita sengaja menempelkan tubuhnya lebih rapat lagi.

Setiap kali motor berguncang, tubuhnya semakin menggesek punggung Revan.

Dalam diam, Lita menggigit bibir bawahnya.

Pikirannya melayang pada bayangan yang membuat wajahnya panas—Bayangan itu membuatnya semakin berani.

Tangannya yang awalnya hanya bertumpu di sisi motor kini perlahan merambat ke pinggang Revan.

"Mas… aku peluk ya, takut jatuh," bisiknya, suaranya nyaris terdengar seperti rengekan.

Revan mendengus. "Jangan, Mbak. Pegangan di belakang aja."

Tapi larangan itu percuma.

Lita tetap merapatkan lengannya ke tubuh Revan, memeluk erat seolah menolak dilepaskan.

Tak cukup sampai di situ, jemari Lita mulai bermain nakal.

Dari pinggang, tangannya bergerak lebih rendah, menyentuh paha Revan yang sedang fokus mengendarai motor.

Revan langsung menegang, rahangnya mengeras, matanya fokus ke jalan.

"Lita! Tanganmu—" Revan hendak menegur, tapi seketika ia menutup mulutnya sendiri.

Berbicara pun percuma, karena wanita itu malah tersenyum samar di belakang punggungnya.

Motor akhirnya berhenti di depan kantor.

Revan cepat-cepat menurunkan kakinya ke tanah, memberi isyarat agar Lita turun.

"Sudah sampai, Mbak," ucapnya datar, dingin.

Lita justru terlihat kecewa, seolah perjalanan barusan terlalu singkat. Ia merogoh tasnya, lalu mengeluarkan dua lembar uang merah, menyodorkannya dengan gaya genit.

"Makasih ya, Mas Revan…"

Revan menerima tanpa ekspresi, hanya mengangguk singkat, lalu segera memutar gas untuk pergi dari situ. Ia ingin menjauh secepat mungkin dari situasi yang membuatnya tidak nyaman.

Sementara Lita hanya berdiri di depan kantor, menatap motor yang menjauh. Senyumnya tipis, penuh arti, seakan ia baru saja menemukan permainan baru yang menantang.

Tetangga-tetangga Aruna yang bekerja sebagai cleaning service di gedung itu saling berbisik sambil melirik ke arah Lita.

"Hih, janda menggatal. Udah tahu suami orang, masih aja ditempelin. Awas aja kalo berani coba-coba sama suami saya."

"Iya. Dasar nggak punya malu. Padahal Aruna itu baik banget sama dia, malah ditusuk dari belakang. Emang dasarnya gatel nggak ketolong."

Lita mendengarnya samar-samar.

Bibirnya hanya tersenyum miring, dagunya terangkat tinggi. Ia melangkah cuek, seolah gosip-gosip itu hanya angin lalu yang sama sekali tak bisa merugikannya.

---

Sementara itu, motor Revan akhirnya berhenti di depan sebuah rumah mewah bercat putih gading.

Gerbangnya terbuka, suasananya lengang. Tidak ada suara apa pun selain kicau burung dari pepohonan sekitar.

Dengan jantung berdebar aneh, Revan turun dari motor dan menekan bel.

Tak lama, pintu terbuka.

Cynthia keluar dengan pakaian piyama tipis berwarna pastel, panjangnya hanya sampai di atas lutut.

Rambutnya masih tergerai acak, tapi justru membuatnya terlihat menggoda.

Revan menelan ludah, tenggorokannya terasa kering.

"Pak Bos ada, Bu?" tanyanya dengan suara serak.

Cynthia tersenyum samar, matanya menatap tajam ke arah Revan.

"Keluar kota, Masss… Yuk, sini masuk aja."

Revan mengerutkan dahi, menoleh ke kanan-kiri.

"Kok rumah sepi banget, Bu?"

Sambil berjalan anggun ke dalam, Cynthia menjawab santai, "Pembantu lagi antar anak saya sekolah. Supir juga lagi antar suami saya."

Revan sempat ragu, tapi akhirnya mengikuti langkah Cynthia.

Aroma parfum lembut dari tubuh wanita itu menguar, menusuk hidungnya.

Begitu tiba di ruang tamu, Cynthia tiba-tiba berbalik cepat, menarik kerah baju Revan dengan tenaga mengejutkan.

Revan kehilangan keseimbangan, tubuhnya jatuh terduduk ke sofa empuk. Sebelum ia sempat bangun, Cynthia sudah dengan berani duduk di pangkuannya.

"A-astaghfirullah, Bu Cynthia!" Revan tergagap, matanya membelalak.

Cynthia menunduk, wajahnya hanya sejengkal dari wajah Revan.

Senyum nakal tersungging di bibirnya, tangannya bermain di dada pria itu.

"Gimana, Mas? Mau nggak sama tawaran saya?" bisiknya menggoda, suaranya lembut namun menusuk.

Revan menahan napas.

Tubuhnya kaku, jantungnya berpacu liar.

Ada rasa takut sekaligus tergoda.

Bayangan wajah Aruna melintas cepat di benaknya. Tangan Revan terangkat, berusaha mendorong Cynthia, tapi tubuhnya seperti kehilangan tenaga.

"Emm… saya…." suaranya lirih, nyaris tak terdengar.

Cynthia semakin mendekat, napas hangatnya terasa di leher Revan.

"Sudah, jangan pura-pura nggak mau. Aku tahu kamu juga suka."

Revan memejamkan mata erat-erat. Dalam hatinya, ia sangat takut. Takut kalau Aruna sampai tahu semua ini.

Takut kalau sekali saja ia lengah, semua yang ia jaga akan hancur berantakan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku idaman istri orang dan JANDA   Bab 5

    Aruna sudah kembali di kantor. Tepat jam istirahat, ia melangkah ke kantin. Suara riuh pegawai yang sedang makan siang dan aroma masakan dari dapur menciptakan suasana yang khas. Ia menarik napas panjang sambil mengusap keningnya yang sedikit berkeringat."Ahhh, capek juga," gumam Aruna sambil memijat pundaknya yang pegal.Dari sudut kantin, seorang rekan kerja sekaligus tetangganya melambaikan tangan."Runa, sini kita makan bareng!" serunya sambil menepuk kursi kosong di sampingnya.Aruna berjalan mendekat, namun matanya menelusuri seisi ruangan, mencari seseorang."Kalian ada yang liat Lita nggak?" tanyanya begitu duduk.Salah satu teman mereka yang tengah mengaduk sambal dengan sendok plastik menoleh cepat, wajahnya masam."Gak tau. Si pemalas itu mending dipecat aja. Malas kerja, cuma makan gaji buta."Aruna tertegun sejenak, lalu tersenyum kaku. Ia mencoba meredakan suasana."Nggak boleh ngomong gitu, kita makan aja yuk," ujarnya, menyodorkan kotak makan yang baru dibuka.Namun

  • Suamiku idaman istri orang dan JANDA   Bab 4

    "Nggak usah tegang gitu mas, mau nggak?" bisik Cintya sambil mendekatkan bibirnya ke telinga Revan. Aroma parfum menyengat dari tubuhnya menusuk hidung. Dengan sengaja ia mengambil tangan Revan, menaruhnya di atas squishy miliknya yang terpantul jelas dari piyama tipis dan ketat yang dipakai. "Suami saya udah tua, nggak bisa puasin saya. Makanya saya nyuruh kamu. Revan..." suaranya bergetar nakal. Sebelum Revan sempat menolak, Cintya makin berani. Ia menggiring tangan Revan masuk ke dalam belahan piyamanya. Kulit hangat terasa di ujung jari Revan, membuat tubuhnya refleks menegang. Detik itu, dada Revan berdegup kencang. Ia ingin menepis, tapi tubuhnya kaku. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya. Namun tepat saat momen itu semakin memanas, suara langkah kaki terdengar mendekat dari arah pintu. Ctak… ctak… Cintya terperanjat. Dengan wajah panik, ia buru-buru turun dari pangkuan Revan. Napasnya masih terengah, piyamanya sedikit kusut karena ulahnya barusan. Pint

  • Suamiku idaman istri orang dan JANDA   Bab 3

    Keesokan harinya, Revan dan Aruna berangkat kerja bersama menggunakan motor tua kesayangan mereka. Udara pagi masih terasa sejuk, jalanan belum terlalu ramai, hanya beberapa orang terlihat sibuk menuju tempat kerja masing-masing. Sesampainya di dekat gedung tempat Aruna bekerja, Revan melambatkan laju motor. "Mas cuma bisa antar kamu sampai sini ya, soalnya tempat kerja mas udah bukan di arah sini lagi," ujar Revan pelan. Aruna tersenyum, lalu menepuk lembut bahu suaminya. "Hi hi iya mas, hati-hati di jalan ya. Jangan nakal-nakal." Revan menoleh sekilas, ekspresinya serius tapi ada guratan manja di wajahnya. "Nggak akan. Orang mas cinta mati sama kamu." Aruna menunduk malu, kemudian turun dari motor. Ia meraih tangan suaminya, menciumnya penuh hormat. "Kalau gitu, Aruna pergi dulu ya." Namun tangan Revan menahan. "Ada yang kurang," katanya dengan suara genit. Aruna mengernyit bingung. "Apa?" Revan tersenyum penuh arti, lalu mendekatkan wajahnya. "Lihat saja." Cup! Kec

  • Suamiku idaman istri orang dan JANDA   Bab 2

    Tangannya sempat buru-buru ia rapikan wajahnya agar tidak terlihat panik. “Eh, Bu Cynthia,” sambut Aruna dengan senyum ramah setelah membuka pintu. “Mari masuk.”Cynthia melangkah masuk dengan anggun. Wangi parfumnya langsung menyebar, menyisakan kesan elegan. Matanya menyapu ruangan, lalu berhenti menatap Revan yang berdiri agak canggung di sisi meja. Ada senyum tipis yang samar, hanya sekejap, tapi cukup menusuk bila ada yang jeli memperhatikan. Aruna sama sekali tidak menyadari tatapan. Ia sibuk merapikan rambutnya yang sedikit berantakan dan menawarkan duduk. “Silakan, Bu.” “Maaf mengganggu,” ucap Cynthia sembari duduk manis di sofa, meletakkan tasnya di pangkuan. “Tapi kedatangan saya ke sini untuk memberi tahu kabar baik. Mas Revan naik jabatan.” Aruna spontan menoleh ke suaminya dengan wajah berbinar. “Ini serius?” suaranya penuh semangat, seolah ada beban yang terangkat. “Iya, Aruna.” Senyum Cynthia meluas. Ia melirik Revan sejenak sebelum kembali menata

  • Suamiku idaman istri orang dan JANDA   Bab 1

    "Bisa kamu melayani saya?" Revan seketika bingung, dadanya terasa sesak. Ia menatap Cyntia yang duduk anggun di depannya, dengan gaun ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Suara tawaran itu seperti petir yang menggelegar di kepalanya. Dalam hatinya, ia tak ingin menyakiti Aruna, istri yang sangat ia cintai. "Jaminannya hutang kamu lunas, dan aku berikan bonus uang 10 juta," lanjut Cyntia sambil menyilangkan kaki. Kaki jenjangnya bergerak pelan, seakan disengaja untuk membuat Revan makin salah tingkah. Tawaran itu membuat pikiran Revan makin kacau. Ia menelan ludah, tangannya mengepal di atas lutut. "Jika aku menerima tawaran ini, Aruna pasti akan kecewa," pikirnya. Cyntia tersenyum nakal, senyum yang berbahaya. Ia lalu berdiri, melangkah perlahan ke arah Revan. Tumit sepatunya berdetak di lantai, menciptakan irama yang membuat jantung Revan berdetak makin kencang. "Tenang saja, dia tidak akan tau. Hanya kita berdua yang tau," ucapnya lirih, sebelum tangannya y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status