Share

Bab 6: Blue dan alkohol sialan

Bayu sudah terlelap saat senja datang. Nala menghisap rokoknya di balkon kamar sambil melihat lampu kota bertebaran. Bau lembab mulai memasuki paru-parunya, berlomba dengan asap rokok yang menusuk. Angin menerbangkan rambutnya.

Nala berusaha tak memikirkan apapun. Ia berjuang keras untuk menyuruh otaknya beristirahat. Ada banyak hal yang sudah terjadi belakangan ini, membuat hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat hanya dalam semalam, sepuluh tahun yang lalu.

Nala berdiri anggun, memantapkan posisi dan bernafas tanpa suara, menikmati petang di ibukota. Meskipun dalam kondisi tenang, benaknya tetap berteriak mengagungkan sebuah nama.

Bram.

“Nala..”

Nala menoleh. Blue membawa dua cangkir teh panas dan menaruhnya di meja terdekat. Ia menyalakan rokoknya, dan berjalan ke tempat Nala berdiri.

“Hari ini makan malamnya apa?”

“Sepertinya menu khususnya kepiting. Aku alergi makanan laut, jadi kita pesan layanan kamar saja.”

Sebenarnya, Nala tahu kalau hotel pasti sudah menyiapkan menu lain selain kepiting. Tapi Nala juga malas turun dan makan bersama tamu-tamu lain. Jadi, ia setuju dengan ide Blue.

“Blue, soal ciuman itu..”

“Hei, aku sudah bilang kalau aku tidak apa-apa, kan?”

“Tidak.” sahut Nala. “Aku yang ada apa-apa.”

Blue terpaku. “Eh? Apa maksudmu?”

Nala menoleh, menatap Blue yang sedang kebingungan. Ia menatap Blue lekat-lekat. Bagaimanapun, ia masih seorang wanita yang membutuhkan sosok lelaki, sekalipun ia mencintai Bram. Kehadiran Blue yang mirip dengan Bram, malah membuat Nala goyah.

“Aku melihat sosok Bram ada padamu.”

“Aku, kan, adiknya. Kau yang benar saja. Tentu saja kami mirip.”

“Iya.” kata Nala. “Aku tahu. Karena itu..” Nala menarik Blue. “Aku masih seorang wanita dengan nafsu membara, kau tahu? Sepuluh tahun, tanpa suami yang menyentuhku, dan sekarang aku melihat sosok suami itu pada orang lain, menurutmu..?”

Nala mengucapkan kalimat itu nyaris berbisik. Blue merinding. Ia merasakan darahnya berdesir. Ada sebagian otaknya yang mengolok-oloknya agar menolak tawaran tersirat Nala yang membuatnya akan dipukul abangnya.

Tapi, sebagian otak lainnya mengakui keseksian Nala yang tak mungkin ditepis.

Sebenarnya, kalau saja Nala bukan istri Bram, Blue pasti juga sudah takluk padanya. Siapa yang bisa menolak gadis dengan tubuh semampai, rambut panjang lurus terurai dengan wajah kecil dan bibir mungil yang ranum? Bahkan, meskipun sudah melahirkan, tubuh Nala tetaplah bagus dan bentuk tubuhnya adalah tipe kesukaan Blue.

“Kau.. kau mau aku..?”

Nala menatap mata dan bibir Blue bergantian. “Daripada kau mencari gadis lain untuk memuaskan nafsumu, kenapa kita tidak saling memuaskan?”

“Kau tidak gila kan, Nala?”

Nala cekikikan. “Sebenarnya aku sudah meminum setengah botol wiski barusan.”

Blue menghela nafas panjang. Tentu saja Nala tidak benar-benar tertarik padanya. Nala sedang mabuk.

“Aku tidak tidur dengan wanita mabuk.”

“Bohong.” sanggah Nala. “Wanita-wanita yang kau bawa, semuanya bau alkohol.”

Blue mendorong Nala agar menjauh. “Tapi aku tak pernah berhubungan lagi dengan mereka. Sedangkan aku harus tetap bersamamu sampai kakakku, Sky, ditemukan.”

Nala menarik kaos Blue dan menciumnya. Ia mencium Blue cukup intens sampai Blue kesulitan mengambil nafas dan mengatur detak jantungnya.

“Na..” Blue berusaha melepaskan ciuman itu. “Nala..”

“Kau kan tahu kalau aku akan melupakan seluruh kejadian yang terjadi selama aku mabuk.”

Blue termenung sejenak. Benar juga. Nala memang punya kebiasaan unik. Ia bertingkah tetap waras saat sedang mabuk. Bahkan, orang lain tak akan pernah sadar kalau Nala sedang mabuk saking normalnya ia bertindak. Satu-satunya perbedaan Nala sedang mabuk atau tidak bisa diketahui saat pagi menjelang.

Kalau Nala tidak ingat sama sekali kejadian semalam, itu tandanya, Nala benar-benar mabuk.

Otak Blue yang masih waras kalah telak. Ia akhirnya menarik wajah Nala dan menciumnya. Mereka berciuman sambil berusaha menutup tirai balkon agar Bayu tak melihatnya. Blue menyandarkan Nala ke satu sudut, tepat di samping pintu dan memojokkannya. Tangannya meraba seluruh tubuh Nala, dan Nala membantunya melepaskan celana.

Setelah mereka berdua sudah setengah telanjang, Blue mengecup dada Nala. Nala membiarkan Blue memainkan jari di bagian intimnya. Mereka berusaha sekuat tenaga agar tidak mengeluarkan suara desahan agar Bayu tak terjaga dari tidurnya.

Seperti sengatan listrik, Nala merasakan darahnya mengalir deras. Lonjakan itu membuatnya mendorong Blue dan membuatnya jatuh terlentang di atas lantai. Nala menaiki tubuh Blue, dan memposisikan dirinya. Blue menggigit bibir tatkala Nala menurunkan pinggulnya. Mereka sama-sama berusaha agar tidak mendesah terlalu kencang.

Blue memeluk Nala. Mereka beradu kehangatan di tengah semilir angin menjelang malam. Blue merasakan aliran darahnya membuncah. Ia merasakan dada Nala di kulitnya.

Nala menciumi leher Blue, membuat Blue semakin kencang menggerakkan pinggul Nala. Blue meremas pantat Nala sambil mempertahankan ciumannya. Lidah mereka beradu. Permainan itu berlangsung sampai keduanya merasakan sensasi panas dan geli yang melebur menjadi satu dalam kenikmatan paripurna. Blue menarik pinggul Nala sesegera mungkin, dan lemaslah mereka berdua. Nala menjatuhkan kepalanya di pundak Blue, tertidur.

Blue terengah-engah. Ia tak mengerti apa yang sudah ia lakukan barusan. Ia ini resmi menjadi selingkuhan kakak iparnya. Tapi, Blue tak bisa menepis kalau saat itu, ia baru saja mendapatkan pengalaman seksual fantastis yang tak pernah ia dapatkan bersama wanita lain.

“Sialan..” bisik Blue lirih, sambil memperhatikan lantai di bawah tubuhnya terasa licin dan becek.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status