Share

Bab 6. Rencana Mika

SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU

BAB 6

"Pantas saja jika Mas Johan tertarik, pakaian Mona saja seperti itu. Benar-benar cocok! Mas Johan seperti sampah dan Mona adalah penampungnya."

Mika tersenyum sinis.

"Ternyata seleramu begitu menjijikkan, Mas," lirih Mika. Selanjutnya, wanita itu menutup aplikasi rekaman cctv lalu kembali merebahkan tubuhnya. Akan tetapi, tiba-tiba saja dia teringat perihal ucapan Elisa yang menyangkut perjanjian pernikahan.

Mika bangkit dari ranjang, setelahnya ia berjalan keluar dan langsung menuju ke ruang kerja sang suami yang letaknya persis di samping kamar mereka.

Mika bergegas masuk, tak lupa ia mengunci pintu ruangan kerja sang suami. Lalu, ia pun melangkah dan mendudukkan bokongnya di kursi yang didepannya telah tersedia meja kerja berikut dengan komputer dan alat printer.

Cepat, Mika mengetikkan huruf demi huruf hingga terangkai menjadi kalimat.

"Bismillah, semoga saja rencanaku berhasil," lirih Mika sembari menatap layar komputer. Mika kembali membaca kalimat yang ia tulis. Memastikan jika tidak ada kesalahan.

Tak banyak yang ditulis oleh Mika. Ia hanya menulis sebuah perjanjian jika salah satu pihak berselingkuh, maka seluruh harta akan diberikan kepada pihak yang tersakiti. Berikut juga dengan hak asuh anak akan jatuh kepada pihak yang tersakiti pula. Bahkan, jika salah satu pihak ketahuan selingkuh, maka dirinya hanya boleh membawa baju yang melekat di tubuhnya. Itu saja.

"Kurasa ini sudah adil. Toh harta itu juga untuk masa depan Nando, bukan untuk aku bersenang-senang," lirih Mika.

Berikutnya, ia langsung mencetak selembar surat perjanjian itu pada kertas berwarna putih. Wanita itu pun lantas membuka laci meja kerja untuk mengambil materai.

Dan untuk ke sekian kalinya bibir Mika tersenyum. Ia membayangkan jika sang suami hidup sengsara.

"Setelah ini lihat saja, Mas. Apakah Mona akan menerimamu di saat kamu miskin?" lirih Mika.

"Ah, itu bukan urusanku. Entah pada akhirnya kamu didepak ataupun diselingkuhi, aku hanya akan melihat penderitaanmu sembari bertepuk tangan."

Mika menghembuskan napas kasar. Sejenak ia terdiam, lalu ia kembali merapikan meja kerja sang suami–mematikan mesin komputer–lalu mengembalikan sisa materai ke dalam laci.

****

Mika mengetuk-ngetuk pintu kamar Mona sembari sesekali memanggil nama sang art.

"Kemana dia?" lirih Mika karena tak mendapatkan respon sama sekali.

Wanita itu pun lantas meraih gagang pintu lalu menekannya ke bawah. Hingga hanya dengan sekali dorong pintu itu terbuka.

Akan tetapi, begitu Mika melongokkan kepala ke dalam, tak ia dapati siapapun.

Akhirnya Mika mengutak-atik ponselnya, tentu untuk menghubungi Mona.

"Halo, Mon. Kamu dimana?" tanya Mika begitu panggilan diangkat setelah dering ketiga.

"Maaf, Bu, ini lagi di minimarket sebentar, lagi cari pembalut. Ini lagi antri di kasir kok," ucap Mona dari seberang sana.

"Oh, yaudah, mampir ke apotek ya. Tolong belikan obat ...." Mika menyebut salah satu obat pereda nyeri di kepala. "Kamu bawa uang?" tanya Mika.

"Bawa, Bu. Kalau begitu habis dari minimarket, saya langsung ke apotek."

"Baiklah, makasih ya."

Panggilan dimatikan oleh Mika. Selanjutnya, ia masukkan ponsel ke dalam saku dasternya.

"Kenapa rasanya ingin sekali aku masuk ke sana, ya. Apa ada sesuatu yang bakalan aku temukan?" lirih Mika sembari ragu menutup pintu kamar.

"Bukankah insting seorang istri itu begitu kuat?"

"Ya, barangkali aku menemukan sesuatu," ucapnya lagi. Tangan kanannya kembali mendorong daun pintu.

Wanita 30 tahun itu pun membuang pandang ke arah kiri dan kanan, memastikan tak didapatinya Mona di sekitarnya. Padahal jelas-jelas sang Art sedang berada di luar.

Setelah dirasa aman, gegas ia melangkah masuk lalu menutup kembali daun pintu. Dan begitu ia di dalam, sepasang iris hitam langsung menyorot ke lemari yang berdiri di sudut kamar.

Mika melangkah, dengan perlahan ia mulai membuka sisi kanan pintu lemari. Dan begitu pintu lemari dibuka, sehelai baju lingeri terjatuh tepat di kakinya.

"Kukira cupu, ternyata suhu. Ck!" ucap Mika begitu ia lihat ternyata masih banyak lagi model lingerie dan baju-baju seksi di dalam lemari.

Wanita itu lantas memasukkan baju lingerie milik sang Pembantu kembali ke tempatnya. Hingga akhirnya sepasang iris hitamnya langsung menyorot ke sebuah meja yang ada di samping lemari.

Gegas Mika bergerak ke samping. Setelahnya ia menarik laci.

"Ah, terkunci. Biasanya, kalau laci terkunci pasti ada sesuai di dalamnya. Dimana Mona simpan kuncinya, ya?"

Pandangan Mika menyapu bagian atas meja. Dan terlihatlah sebuah mug keramik bergambar hello Kitty tertutup dengan sempurna.

Gegas Mika membukanya, seketika bibir Mika tersenyum kala mendapati ada sebuah kunci di dalam sana.

Mika mengambilnya, lalu ia membuka laci tersebut dan menariknya.

"Kotak perhiasan?" lirih Mika saat laci terbuka dan ia langsung melihat sebuah kotak perhiasan dengan bahan beludru merah yang berbentuk persegi tergeletak di dalam sana..

Ragu Mika mengambilnya.

Dan betapa terbelalaklah kedua bola mata Mika saat melihat ada beberapa perhiasan di dalam sana.

"Apa mungkin ini dibeli pakai gajinya sebagai seorang ART?"

Sejenak Mika menatap perhiasan itu, lalu ia mengambil salah satu kalung.

"Kok sama?" Mika menatap liontin yang ia pegang dan yang melingkar di kalungnya secara bergantian.

Bahkan, wanita itu sampai melepaskan liontin lalu disejajarkan. Dan benar saja, tak ada perbedaan di antara keduanya.

"Pasti ini yang belikan Mas Johan. Jadi lelaki itu beli 2 perhiasan yang sama lalu diberikan ke aku dan dia," lirih Mika. Ia masih ingat kapan sang suami memberikannya perhiasan tersebut, yaitu saat hari ulang tahun pernikahan mereka tahun lalu.

Tak hanya liontin yang sama, cincin pun sama.

"Wah tidak bisa dibiarin ini. Aku harus mengambil perhiasan-perhiasan ini. Tidak mungkin Mona membeli semuanya ini pakai uang sendiri, mengingat gajinya yang hanya 2 juta per bulan."

Mika kembali mengacak-acak isi laci. Dan akhirnya ia menemukan sebuah dompet kecil berwarna merah, dan begitu Mika buka, ternyata ada tiga kwitansi pembelian emas.

Dengan dada yang bergemuruh, wanita itu lantas membuka satu per satu, dan benar saja, kwitansi pembelian liontin itu dibeli tepat satu hari sebelum sang suami memberikannya hadiah itu. Semua kwitansi atas nama Johan Aditama Narendra.

Mika menggelengkan kepala, ia benar-benar tak menyangka jika sang suami sampai segitunya.

Sejenak Mika terdiam, rencana apa yang akan ia lakukan untuk mengambil semua perhiasan-perhiasan itu tanpa disadari oleh Mona dan juga Johan.

"Aku harus memesan perhiasan palsu lalu kutukar semua ini. Kalau aku langsung mengambilnya, tentu saja Mona akan tau," lirih Mika begitu satu ide terbersit di kepalanya.

Gegas Mika mengambil gambar setiap perhiasan yang ada. Setelah selesai, ia memasukkan kembali benda itu ke dalam tempatnya lalu Mika melangkah keluar dengan bibir tersenyum.

"Bersiap-siaplah kalian masuk ke dalam permainanku!" Mika menyeringai.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
si istri mau sok2an hebat. semoga aja berhasil
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status