Share

Bab 7. Kelicikan Mereka

last update Last Updated: 2023-02-10 15:24:14

SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU

PART 7

Mika melangkah, sesampainya di kamar, wanita itu gegas mendudukkan bokong di tepi ranjang setelah mengambil ponsel yang ada di dalam sakunya.

Sejenak Mika memandangi wajah sang bayi, dan seketika saja dada wanita itu terasa begitu sesak.

Tangan Mika terulur, mengusap lembut kepala sang anak dengan perasaan hancur.

"Maafkan Mama ya, Nak, jika setelah ini kamu akan tumbuh tanpa kehadiran sosok Papa. Tapi Mama janji, kamu tidak akan merasa kekurangan kasih sayang. Mama akan menjadi Mama sekaligus Papa untuk kamu." Mika berucap lirih, tanpa sadar kedua kelopak matanya mulai berkaca-kaca seiring rasa sesak yang kian mendera.

Ah, air mata memang tidak bisa menyembunyikan sedalam apa rasa sakit yang dirasa.

Mika menghela napas dalam-dalam, setelahnya ia mengusap matanya dengan jemarinya–menghalau air mata agar tak luruh begitu saja.

Lagi, Mika meraup udara dalam-dalam lalu tersenyum. Meyakinkan diri jika semua akan baik-baik saja.

Mika bergegas mencari nomor ponsel Elisa. Begitu menemukan, ia langsung menekan menu panggil.

"Halo, assalamualaikum, Mika?"

"Waalaikumsalam, Sa. Sa, apa kamu besok sedang sibuk?" tanya Mika yang berniat untuk meminta tolong pada sahabatnya.

"Enggak, ada apa memang?"

"Bisa aku antar ke toko emas palsu?"

Di seberang sana, kening Elisa berkerut tajam. Masih tak paham dengan maksud dari ucapan sahabatnya itu.

"Jadi begini, aku tadi menemukan kotak perhiasan di laci Mona. Dan itu barang sa persis sekali seperti punyaku yang diberikan sama Mas Johan." Mika menjelaskan, seolah-olah wanita itu paham jika lawan bicaranya terdiam dengan perasaan heran.

"What?! Serius kamu?" cetus Elisa.

"Iya, persis sekali, Sa. Ada kalung sama cincin. Waktu aku acak-acak isi laci, aku juga mendapatkan bukti pembelian kwitansi dan semua atas nama Mas Johan."

"Terus?" tanya Elisa singkat.

"Nah, rencananya aku mau ambil perhiasan-perhiasan itu. Kalau langsung aku ambil aja, pasti ketahuan dong. Makanya aku mau sedikit memberikannya kejutan dengan mengganti perhiasan itu dengan emas palsu. Gimana?"

Tanpa sadar, kedua sudut bibir Elisa tertarik ke atas.

"Idemu bagus sekali, jadi kapan? Aku lagi nggak ada kesibukan akhir-akhir ini," ucap Elisa setelah mengingat-ingat apakah ia memiliki agenda keluar apa tidak.

"Kalau besok gimana, Sa? Lebih cepat lebih baik, bukan? Kalau nanti nanti, takutnya mereka keburu kuusir, ha ha ha." Tawa renyah terdengar dari bibir Mika.

"Baiklah, lalu bagaimana dengan suamimu?"

"Besok bilang saja kalau kita mau menjenguk saudara kamu yang baru saja melahirkan."

"Oh, baiklah. Besok aku kesana jam 10 ya."

"Ok, Sa. Maaf ya kalau aku selalu merepotkan kamu."

"Jangan bicara seperti itu, kayak sama siapa saja. Santai ya, jika kamu memang membutuhkan bantuanku, katakan saja."

Bibir Mika tersenyum, ia merasa haru.

Meskipun Mika tak memiliki saudara dan orangtua, masih ada sosok yang selalu ada untuknya.

Ya, Mika memang seorang yatim piatu. Kedua orangtuanya meninggal karena tragedi kecelakaan tepat 2 tahun sebelum Mika melangsungkan pernikahan.

****

"Mas, aku besok sama Elisa mau ke rumah Rina."

"Rina siapa?" tanya Johan singkat tanpa menoleh ke arah sang istri. Pandangannya masih tersita oleh tayangan sepak bola di televisi.

"Saudaranya Elisa, Mas. Dia baru saja pulang dari rumah sakit karena melahirkan," ucap Mika berbohong.

Sejenak Johan terdiam, mengingat-ingat nama Rina yang barang kali bersarang di kepalanya. Namun, lelaki itu tak kunjung juga mengingatnya.

"Iya, gapapa. Jangan lama-lama ya."

Mika hanya tersenyum.

"Permisi Bu Mika, Pak Johan, makan malamnya sudah siap." Suara Mona membuat Mika dan Johan serempak menoleh ke sumber suara. Setelahnya, Mika melirik ke arah sang suami.

"Tadi kuajak bicara pandangannya terus ke tv. Giliran Mona yang bersuara, perhatiannya langsung teralih." Mika mencebik.

****

Makan malam pun usai. Mika dan Johan kini melangkah menuju kamar. Meninggalkan Mona yang sedang membersihkan sisa-sisa dan bekas makan malam mereka.

****

Jarum jam di dinding menunjukkan pukul 8 malam. Johan yang tengah berbaring di atas ranjang merubah posisinya menjadi bangkit dengan kepala menoleh ke arah sang istri yang tengah memainkan ponsel.

"Sayang, tolong minta Mona buatkan kopi dong. Kepalaku rasanya pusing, siang tadi nggak minum kopi soalnya."

"Baiklah, Mas. Jaga Nando ya. Sekalian aku minta bikinkan teh hangat."

Johan mengangguk. Setelahnya, Mika turun dari ranjang lalu melangkah keluar. Seiring kepergian sang istri, bergegas Johan mengambil ponsel yang ada di atas bantal lalu mengutak-atiknya.

****

Tok!

Tok!

Tok!

"Bu Mika, saya mau mengantarkan teh dan kopinya." Suara Mona terdengar dari depan pintu.

"Iya, sebentar."

Gegas Mika turun dari ranjang lalu melangkah. Dan begitu dibuka, sosok wanita berpakaian kaos sedikit longgar yang berlengan panjang dengan rok hitam yang panjangnya di bawah lutut berdiri di depannya dengan membawa nampan yang berisi dua gelas minuman.

Mika meraihnya, ia mengucapkan terima kasih lalu menutup kembali pintu setelah mengambil dua gelas minuman.

"Ini, Mas, kopinya." Mika mengulurkan kopi permintaan sang suami.

"Makasih, ya." Johan mengambilnya.

Selanjutnya, sepasang suami istri itu mulai menyesap minumannya masing-masing.

Jika kopi Johan masih tersisa separohnya, berbeda dengan teh hangat milik Mika yang habis tak bersisa.

"Sayang?" Johan berucap sembari menatap heran ke arah wajah sang istri. Tangan kanannya langsung menyerobot gelas kosong yang hendak diletakkan ke atas nakas.

"Kenapa, Mas?" Mika menatap sang suami dengan kening berkerut. Bingung, sebab sang suami yang tiba-tiba memanggilnya dengan memasang wajah heran, ditambah sang suami yang mengambil gelas yang akan ia letakkan di nakas.

"Apa gelasnya bocor? Kok bisa habis seketika? Setetes aja tak bersisa."

Ucapan sang Suami membuat Mika tergelak tawa, refleks tangannya memukul paha sang suami yang duduk di sampingnya.

"Kamu ini ih, aku pikir kenapa. Haus aku, Mas. Ditambah rasanya kayak begah," terang Mika.

"Jaga-jaga kesehatan, jangan sampai sakit." Johan menarik pundak sang istri untuk dimasukkan ke dalam dekapannya. Dan di saat itu juga tiba-tiba saja bayangan sang suami yang merengkuh tubuh Mona Berkelebatan di kedua pelupuk matanya. Sontak saja Mika menarik tubuhnya hingga terlepas dari dekapan sang suami.

Johan menatap sang istri dengan keningnya yang berkerut. "Kenapa? Biasanya kamu suka sekali dipeluk," ucap Johan yang masih hapal betul kebiasaan sang istri yang suka sekali berada di dalam rengkuhannya.

"Aku ngantuk, Mas. Aku tidur dulu, ya."

Mika melangkah ke sisi ranjang tempat tidurnya, setelahnya ia membaringkan tubuhnya di atas sana.

Mika mencari posisi ternyaman, hingga akhirnya kedua kelopak matanya benar-benar terpejam.

*****

Beberapa jam sebelumnya .....

Dret

Dret

Ponsel yang sedari tadi berada di tangan Mona bergetar, ada sebuah pesan masuk. Dan begitu dibuka olehnya, sang kekasihlah si pengirim pesannya.

[Masukkan semua serbuk itu ke dalam teh.] Sebuah pesan yang dikirim oleh Johan membuat Mona tersenyum.

Belum sempat ia membalas pesan Johan, terdengar suara ketukan pintu dan suara sang majikan yang memanggil namanya.

Gegas Mona bangkit dari pembaringan lalu melangkah menuju pintu.

"Ada apa, Bu? Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Mona begitu pintu terbuka.

"Mon, tolong buatkan kopi sama teh hangat ya. Sekalian tolong antarkan ke kamar."

"Baik, Bu."

Seiring kepergian sang majikan, Mona kembali masuk ke dalam kamar. Wanita itu menyingkap kasurnya lalu mengambil obat yang berupa serbuk yang sejak tiga hari yang lalu diberikan oleh Johan padanya.

Mona tersenyum sinis, bayangan dirinya akan kembali mereguk kenikmatan di atas ranjang bersama orang yang dicintainya memenuhi angan-angan.

Sungguh, tak hanya Johan yang merasa candu dengan pelayanan Mona. Namun, Mona pun juga demikian. Wanita itu menyukai setiap sentuhan yang diberikan oleh sang kekasih yang notabenenya adalah seorang lelaki yang beristri.

"Ah, Mas Johan memang the best!" lirih Mona dengan senyum tak hilang dari bibirnya.

Selanjutnya, wanita itu melangkah menuju dapur, membuatkan dua minuman yang dipesan oleh sang majikan.

"Semoga kamu tidur nyenyak malam ini sampai besok pagi ya, Mika, biar tidak ada yang menggangu malam panjangku bersama suamimu," lirih Mona sembari memasukkan seluruh serbuk ke dalam minuman teh hangat milik Mika.

Wanita itu gegas memindahkan dua minuman ke atas nampan. Bibir itu menyeringai sebelum akhirnya ia melangkah menuju kamar sang majikan. 

"Terima kasih, Mika...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Dea Abel
iya katanya gak pake koin nyatanya gak bisa di buka parah nih
goodnovel comment avatar
Nurhayatiabifa
katanya gak pakai koin, kok gak bisa dibuka
goodnovel comment avatar
Author Remahan
bisa dibaca pakai koin atau nonton iklan kak
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 66. Sidang Putusan!

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 65Tegukan demi tegukan minuman memabukkan itu terus masuk ke dalam perut Johan. Hingga akhirnya lelaki itu merasa benar-benar pusing. Dan di saat jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, pemilik warung meminta mereka untuk segera membubarkan diri. Dengan dibonceng oleh rekannya yang menjemputnya tadi, Johan kembali pulang. Brak!Brak!Johan menggebrak pintu beberapa kali, namun pintu tak kunjung terbuka. "Brak!"Satu gebrakan yang begitu keras membuat Mona yang tengah tertidur tersentak kaget. Bahkan membuat dada wanita yang kini tengah mengandung terasa berdebar-debar. Pandangan Mona beralih ke arah jarum jam yang menggantung di dinding. Dimana tengah menunjukkan pukul dua dini hari. Mona mendengkus kesal. Kemudian, ia bergegas beringsut dari ranjang lalu melangkah ke arah depan. Di sepanjang perjalanan, Mona terus menggerutu. Hingga akhirnya langkah wanita itu terhenti tepat di depan pintu. Segera ia mengambil kunci yang sebenernya sudah ia

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 65. Lingkungan yang Salah

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU PART 65Tak bisa dipungkiri, ada yang terasa berdenyut di dalam batin Mika saat Johan tak hanya mengabaikan dirinya, melainkan juga tak menganggap lagi keberadaan Nando. "Bisa-bisanya Mas Johan melupakan Nando begitu saja. Padahal Nando adalah darah dagingnya," batin Mika. Pandangan wanita itu terus lurus ke arah depan. Sesekali ia melirik ke arah Nando yang tengah tertidur di pangkuan Bude Sumi. Hingga puluhan menit kemudian, mobil yang dilajukan oleh Mika memasuki halaman rumahnya. DretDretTiba-tiba ponsel Mika yang tersimpan di dashboard mobil bergetar bersamaan dengan kendaraan yang telah berhenti. "Bude turun dulu ya, Mbak." "Iya, Bude." Setelah menjawab ucapan Bude Sumi, Mika segera mengambil ponsel. Dan terlihat sebuah nomor asing terpampang sebagai pemanggilnya. Tak berpikir lama, Mika segera mengangkat panggilan itu. "Halo, selamat sore," sapa Mika begitu panggilan diangkat olehnya. "Selamat sore juga, benar dengan nomor Mbak Mika?"

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 64. Hinaan Dari Mona

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 52"Aduhduh aduduh, yang dulunya kerjaan cuma ongkang-ongkang kaki, wajah glowing, terawat, sekarang jadi kucel, dekil dan penuh minyak!" "Kamu–" desis Mika begitu melihat Mona dan Johan melangkah mendekat ke arahnya. "Kenapa? Kaget ya?" Mona menampilkan senyum sinisnya. Dengan melipat kedua tangannya di depan dada, Mona mendekat ke arah Mika yang berdiri di depan pintu. "Lihatlah lah, Mas, istrimu yang dulu kamu puja-puja. Lihatlah sekarang, tubuhnya yang kurus kering, wajahnya kusam, jerawat dimana-mana, ditambah dengan mata panda pula. Ck! Menjijikkan," ucap Mona dengan begitu lancarnya. Senyum sinis tak hilang dari bibir berlipstik itu. "Dari sini kan kita bisa lihat siapa yang menderita, siapa yang bahagia setelah perpisahan. Makanya, jangan sombong sekali jadi perempuan. Sok-sokan pengen cere, tapi kehidupannya jadi blangsak!" Ucapan Johan menambah luka di hati Mika. Wanita itu tak kunjung merespon, ia hanya berdiri terpaku menatap waja

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 63. Siapa dia?

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 50Hari terus berganti dengan hari, tanpa terasa Mika telah melewati sidang pertama. Yaitu mediasi. Dengan ditemani oleh sang sahabat, Mika mendatangi kantor pengadilan agama. Tak bisa dipungkiri, dadanya terus terasa berdebar-debar saat ia ia menginjakkan kaki di tempat ini. Hanya hitungan menit Mika berada di dalam ruangan persidangan, hingga sepasang sahabat itu pun keluar dari ruangan persidangan. "Semoga saja sidang berikutnya Johan nggak datang," ucap Elisa saat keduanya melangkah menyusuri koridor dan menuju ke arah dimana mobil terparkir. "Semoga saja, Sa. Aku pun berharap demikian. Biar cepat selesai dan tidak berlarut-larut." "Tapi aku penasaran deh sama nasib mereka. Kira-kira mereka bahagia apa malah sebaliknya ya, Mik?" tanya Elisa. "Ya kita doakan saja yang terbaik untuk mereka." Mika berucap dengan nada tulus. Meski ia disakiti, dikhianati dan dikecewakan sedemikian rupa, tak membuat hati wanita itu merasa dendam. Ia menganggap

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 62. Kerja Keras Mika!

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 62DretDretPonsel yang sejak pagi Johan pegang, bergetar. Ada panggilan masuk, dan nama sang adik terpampang sebagai pemanggilnya. "Siapa, Mas?" "Putri," ucap Johan yang sepertinya masih bimbang untuk mengangkat panggilan tersebut ataukah tidak. "Oh, yaudah angkat saja." "Kalau bahas soal perhiasan ibu gimana?" tanya Johan sembari menoleh ke arah sang istri. "Tinggal bilang aja nggak tau, Mas. Beres."Sejenak Johan terdiam, namun pada akhirnya ia mengangkat panggilan itu juga. Dan setelah panggilan terhubung, Bagas menempelkan benda pipih ke telinga kanannya. "Halo, Put, ada apa?" "Mas, ada surat panggilan sidang perceraian, 1 Minggu lagi," ucap Putri dari seberang sana, dengan sebuah amplop coklat yang baru saja ia terima. "Yaudah, biar di situ saja. Nggak penting juga." "Siapa, Put?" Sayup-sayup suara Bu Susan terdengar di telinga Johan. "Mas Johan, Bu.""Mana, biar ibu bicara sama dia." Nada suara Bu Susan begitu ketus. "Hal–"Cepat

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 61. Tetangga Kolot!

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 61"Saya ikut investasi, Mbak. Modal setidaknya harus 50 juta biar dapat hasilnya kerasa. Kalau di bawah itu, dapatnya kecil. Nggak perlu kerja keras, duit dah datang sendiri. Kebetulan saya ikut investasi teman saya, Mbak. Kalau Mbak Marni sekiranya ada uang 50 juta, ayolah gabung gapapa." Mendengar ucapan itu, sontak saja membuat Marni bergidik. Dan kini giliran kedua alis Johan yang saling bertaut begitu melihat respon tetangga samping rumahnya. "Aduh, Mas, zaman sekarang hati-hati deh kalau ikut investasi investasi macam gitu. Bukan gimana-gimana, zaman sekarang banyak sekali penipuan. Apalagi itu duit gede loh. Sayang banget kan kalau digondol orang." Marni mencoba menasihati. Namun, membuat Johan merasa jengah. "Itu kalau investasi bodong, Mbak. Kalau yang saya ikuti ini lain lagi. Sudah terpercaya. Dia temen baik saya, mana mungkin mau nipu. Ha ha ha, Mbak Marni ini ada-ada saja." Johan terkekeh, seolah-olah apa yang dia dengar dari mulut

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 60. Kepolosan Johan

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 60Jarum jam di dinding menunjukkan pukul delapan pagi. Hangatnya sinar matahari menyentuh kulit wajah Mona yang tubuhnya masih berbaring di atas ranjang dan di bawah selimut. Wanita itu menggeliat pelan, lalu kedua netranya mengerjap beberapa kali. Mona pun bergerak pelan. Mengubah posisinya dari semula tertidur miring, lalu menjadi berbaring setelah memindahkan tangan sang suami yang melingkar di pinggangnya. "Mas, bangun. Sudah jam 8," ucap Mona pelan saat ia melihat ke arah jarum jam yang menggantung di dinding. Mona pun segera menyibak selimut, lalu mendudukkan tubuhnya. Ditepuk pelanlah pipi kanan Johan beberapa kali hingga akhirnya lelaki itu mulai membuka matanya. "Ada apa, Sayang?" tanya Johan dengan suara serak khas seorang yang baru saja bangun tidur. "Sudah jam 8 itu. Kita mau makan apa? Laper," ucap Mona sembari mengusap perutnya yang mulai terlihat membuncit. "Beli saja lah di luar." "Nggak ada motor, Mas. Mau jalan kaki?" uca

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 59. Investasi Mona dan panggilan sidang

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU PART 47"Jadi usaha yang lu lakuin bukan yang mengharuskan langsung ikut terjun, begitu?" tanya Johan setelah Bagas menceritakan perihal usaha yang selama ini geluti untuk mencapai kesuksesannya. "Enggak, Bro. Ibaratnya kita tinggal Investasi saja. Misal nih, lu investasi 50 juta, setiap bulan lu bisa dapat 10% dari modal yang lu kasih."Johan terdiam, menghitung dalam angannya berapa nominal yang akan ia terima jika ia menginvestasikan 50 juta uangnya pada Bagas. "5 juta per bulan?" "Iya. Lumayan kan. Tinggal duduk ngopi di rumah. Biarkan uang yang bekerja untuk kita, bukan malah kita yang bekerja untuk uang." Lagi, Johan kembali terdiam. Mencerna kalimat yang diucapkan oleh Bagas padanya."Lu kerja pagi sampai sore, gaji 10 juta. Dikibulin sama perusahaan itu!" Bagas tertawa mencemooh. "Gini saja deh, Bro. Coba saja Investakan 50 juta dulu, kalau lu merasa cocok, nanti tambah lagi nilainya. Katakanlah investasi 100 juta, bayangkan saja setiap bul

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 58. Harapan Mona

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 46Satu minggu berlalu, dan satu minggu sudah Mona dan Johan menempati tempat tinggal barunya. Dan kini, sepasang suami istri itu tengah bersiap-siap untuk datang ke tempat Johan bekerja dulu, untuk mengambil uang gaji terakhir dan pesangon berikut juga dengan bonusnya. "Ayo berangkat, Mas." "Iya, Sayang."Sepasang suami istri itu pun melangkah menuju ke arah depan. Dimana sebuah taksi online telah menunggu keduanya. "Sesuai aplikasi, Pak?" tanya Sang sopir begitu dua penumpangnya telah duduk di bagian belakang. "Iya," jawab Johan dengan singkat. Kemudian, mobil pun mulai bergerak lalu melesat membelah jalan raya."Nanti aku mau beli satu set perhiasan ya, Mas." Dengan wajah berbinar, Mona menoleh ke arah sang suami. "Iya, beli saja apa yang kamu mau." Semakin nampaklah kebahagiaan yang terpancar pada wajah Mona. Hingga puluhan menit kemudian, kendaraan roda empat itu mulai memelan lalu berhenti tepat di depan gerbang dimana dulu Johan beker

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status