Home / Rumah Tangga / Suara Suamiku di Kamar Pembantu / Bab 5. Wujud Asli sang Art

Share

Bab 5. Wujud Asli sang Art

last update Last Updated: 2023-01-30 11:47:27

SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU

Part 5

Satu minggu telah berlalu. Sejauh ini Mika tak mendapatkan satu bukti apapun yang menyatakan ada perselingkuhan di antara mereka.

"Apa mereka melakukan pertemuan di luar ya?" lirih Mika menerka-nerka.

"Sepertinya iya, setelah malam itu Mona sering sekali berpamitan pergi keluar. Apalagi kepulangan Mas Johan dengan Mona hanya selisih hitungan menit." Diam-diam, Mika mengamati mereka.

Mika pun kembali memutar otak, mencari cara yang tepat untuk menjebak sang suami dan asisten rumah tangganya.

Mika sudah berusaha mencari bukti di ponsel, namun nihil. Ia tak mendapati apapun.

Dret

Dret

Ponsel yang ada di atas nakas bergetar. Ada panggilan masuk. Gegas Mika meraih ponselnya. Bibir wanita itu mengulas senyum saat melihat nomor sang sahabat terpampang sebagai pemanggilnya.

"Assalamualaikum, Sa." Mika mengucapkan salam begitu panggilan dari Elisa terhubung.

"Waalaikumsalam, Mik. Bagaimana?"

"Apanya?"

"Ya itu, yang kemarin. Apa kamu sudah mendapatkan bukti perselingkuhan mereka?" tanya Elisa.

Mika menghembuskan napas kasar. Hingga tanpa perlu menjawabnya Elisa bisa menarik kesimpulan.

"Rasa-rasanya mereka masih enggan untuk melakukan hal menjijikkan itu di rumah, mengingat kamu hampir saja memergoki mereka. Aku kok kepikiran kalau mereka melakukan pertemuan di luar ya," ucap Elisa yang ternyata memiliki pemikiran yang sama dengan Mika.

"Aku juga mikirnya gitu, Sa. Seminggu ini sih semua aman-aman saja. Hanya saja setelah kejadian itu, Mona sering sekali pamit keluar bertepatan dengan jam istirahat Mas Johan," ucap Mika.

"Kalau pun nggak siang waktu istirahat, pasti sore hari waktu Mas Johan pulang dari kantor. Dan jika Mona keluar sore, pasti pulangnya nggak berselang lama dengan kepulangan Mas Johan."

"Fix! Mereka ketemu di luar!" Seruan dari Elisa terdengar begitu kencang, membuat tangan Mika secara refleks menjauhkan ponsel dengan daun telinga.

"Kenceng banget, Sa. Berdengung ini telingaku." Mendengar ucapan Mika, seketika tawa Elisa meledak begitu saja.

"Mika, tapi kamu sudah mengamankan semuanya kan?"

Kening Mika berkerut, lalu ia pun berucap, "Mengamankan apa maksud kamu, Sa?"

"Semua harta kalian. Jangan sampai harta itu jatuh ke tangan suamimu. Kamu harus mengamankan semua harta itu untuk masa depan Nando, Mik. Jangan sampai selingkuhan suamimu itu menikmati setiap hak milik Nando."

Mika menepuk pelan jidatnya.

"Ah, bagaimana bisa aku melupakan hal sepenting itu? Untung saja kamu mengatakannya, Sa. Kalau enggak, entahlah," ucap Mika.

"Sambil kamu menyelediki suamimu, kamu mulai saja mengurus semuanya, Mik. Mending kamu bikin saja surat perjanjian, dimana surat perjanjian itu bertuliskan kalau seluruh harta akan jatuh ke tangan pihak yang dikhianati."

Mika masih terdiam, mencerna setiap kata yang ia dengar.

"Kamu paham kan maksudku?"

"Ya, aku paham Sa. Kalau hanya kusimpan sertifikat rumah dan BPKB mobil beserta motor, itu terlalu beresiko. Sepertinya idemu sangat cocok. Apalagi kalau surat perjanjian itu ditandangani oleh Mas Johan dan bermaterai."

"Nah, tepat sekali! Cepat-cepat saja kamu siapkan semuanya, nanti kamu atur saja gimana caranya agar bisa mendapatkan tandatangan suamimu tanpa sepengetahuannya. Karena ... kalau dia tau kamu membuat perjanjian itu, tentu dia akan menolaknya. Iya kan?" ucap Elisa yang lagi-lagi dibenarkan oleh Mika.

"Makasih ya, lain kali jika aku membutuhkan masukan darimu, jangan pernah bosan ya."

"Haha, gampang. Bagaimana pun juga kamu sudah kuanggap lebih dari seorang sahabat. Aku nggak mau kalau kamu dan Nando hidup menderita. Enak aja, suamimu seneng-seneng sedangkan kamu menderita."

Tiba-tiba saja suara derap langkah sayup-sayup terdengar di telinga Mika.

"Aku matikan dulu ya, Sa. Sepertinya Mona baru saja pulang."

"Iya, gapapa. Sehat-sehat ya, jangan gegabah dan hancur. Ada Nando yang lebih membutuhkanmu."

Mika tersenyum penuh haru, meskipun Elisa yang berada di seberang sana tak bisa melihat senyuman di bibir Mika.

Di saat Mika kembali memastikan jika sang bayi masih tertidur, Mona berjalan mengendap-endap untuk masuk ke dalam rumah.

Wanita berjaket coklat dengan celana kulot panjang itu bernapas lega saat berhasil melewati ruang tamu. Sejenak ia mendongak–menatap ke arah tangga–memastikan jika tak ada yang melihat kedatangannya.

"Huh, aman!" batin Mona sembari menepuk pela dadanya yang berdebar-debar.

Akan tetapi, saat Mona akan kembali mengayunkan kaki, tiba-tiba saja suara Mika kembali membuat dada Mona berdebar-debar.

"Baru pulang belanjanya, Mon?" tanya Mika sembari menuruni anak tangga satu per satu, hingga akhirnya sampailah ia berada di anak tangga terkahir.

"Iya, Bu. Maaf kalau lama, tadi harus muter-muter pasar buat cari bahannya. Waktu mau pulang, nunggu ojek juga nggak datang-datang," ucap Mona berusaha setenang mungkin.

"Kan saya sudah bilang kalau ke pasar bawa motor saja. Gapapa loh motor saya dipakai." Kali ini Mika berjalan mendekat ke arah Mona.

"Kamu belanja apa saja? Coba saya cek, barangkali ada yang kurang."

Mika ingin mengambil kantong kresek merah yang ditenteng oleh Mona. Akan tetapi, Mona langsung menjauhkan kantong kresek itu.

"Ada ikannya, Bu. Kalau dibuka di sini takutnya bau amis."

"Halah gapapa. Cuma dibuka aja kok."

Mika kembali ingin mengambil kantong itu, namun lagi-lagi Mona menahannya.

"Mon! Berikan!" Nada suara Mika begitu datar.

"Ba–baik, Bu. Maaf ...." Mona menyerahkan kantong tersebut. Lalu dengan cepat Mika mengambilnya dan membukanya.

"Loh, kok isinya kayak gini?!" Mika menatap isi kantong kresek yang ternyata hanya berisi bekas-bekas kantong kresek yang jumlahnya banyak.

"Mon? Apa ini?" Mika mengeluarkan satu per satu kantong itu sembari sesekali menatap sengit ke arah Mona.

Lagi-lagi Mika hanya bisa menggeleng saat mendapati bongkahan batu berada di bagian paling bawah.

Sebenarnya Mika sudah menebak, jika Art-nya itu tak hanya pergi ke pasar. Namun Mika juga curiga jika Mona bertemu dengan suaminya di luar sana. Mengingat Mona pergi lebih dari 2 jam. Apalagi ada sebuah hotel bintang tiga yang jaraknya tak jauh dari pasar. Hanya saja ia cukup terkejut karena pergi ke pasar hanyalah alasan belaka.

"Ma–maaf, Bu. Itulah sebabnya kenapa saya tadi tidak memberikan kantong kresek ini ke Ini. Di jalan tadi saya baru menyadari jika kantong ini tertukar dengan pemilik toko, Bu. Ah, iya. Begitulah, Bu. Kantong itu tadi tertukar."

"Oh, ya? Masa kamu tidak menyadari sih?"

"Beneran, Bu. Soalnya itu ada batunya, jadi sama beratnya."

Mika mencebik.

"Yaudah, kamu mau ambil kembali barang belanjaanmu sekarang?"

"Kan kalau jam segini udah tutup, Bu. Jadi besok Mona baru bisa mengambilnya."

Sebenarnya Mika ingin membuat Mona mati kutu dengan pertanyaan-pertanyaannya. Akan tetapi, Mika memilih untuk pura-pura percaya saja.

Belum sempat Mika berucap, tiba-tiba suara tangisan Nando terdengar. Bergegas Mika melangkah lalu menaiki setiap anak tangga.

"Huh, syukurlah, selamat ...." Lagi, Mona mengusap dadanya yang berdebar-debar.

Bergegas ia melangkah tergopoh-gopoh menuju kamar, tentu setelah memasukkan kembali seluruh kantong kresek yang tadi dikeluarkan oleh Mika.

Begitu masuk kamar, Mona langsung mengunci pintu. Wanita muda itu bergegas melangkah menuju ranjang.

Ia lepaskan satu per satu jaket dan celana kulot yang dipakainya tanpa menyadari ada sosok yang memantaunya melaluinya sambungan cctv.

"Astaga ... benar-benar niat banget ini orang," lirih Mika. Ia menggelengkan kepala, sebab begitu celana kulot dan jaket dilepaskan, ternyata Mona hanya memakai kaos merah yang ketat dengan belahan dada rendah. Bahkan, karena terlalu ketat dan rendahnya, dua benda kenyal di dada Mona menyembul dengan begitu jelasnya.

Tak hanya itu, keseksian Mona ditambah dengan dirinya yang hanya memakai celana levis yang panjangnya tak lebih dari 30 cm.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
g heran pelakor selalu terdepan sekarang. krn istri sah kebanyakan tolol dan dyngu jadi gampang dibohongi
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 66. Sidang Putusan!

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 65Tegukan demi tegukan minuman memabukkan itu terus masuk ke dalam perut Johan. Hingga akhirnya lelaki itu merasa benar-benar pusing. Dan di saat jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, pemilik warung meminta mereka untuk segera membubarkan diri. Dengan dibonceng oleh rekannya yang menjemputnya tadi, Johan kembali pulang. Brak!Brak!Johan menggebrak pintu beberapa kali, namun pintu tak kunjung terbuka. "Brak!"Satu gebrakan yang begitu keras membuat Mona yang tengah tertidur tersentak kaget. Bahkan membuat dada wanita yang kini tengah mengandung terasa berdebar-debar. Pandangan Mona beralih ke arah jarum jam yang menggantung di dinding. Dimana tengah menunjukkan pukul dua dini hari. Mona mendengkus kesal. Kemudian, ia bergegas beringsut dari ranjang lalu melangkah ke arah depan. Di sepanjang perjalanan, Mona terus menggerutu. Hingga akhirnya langkah wanita itu terhenti tepat di depan pintu. Segera ia mengambil kunci yang sebenernya sudah ia

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 65. Lingkungan yang Salah

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU PART 65Tak bisa dipungkiri, ada yang terasa berdenyut di dalam batin Mika saat Johan tak hanya mengabaikan dirinya, melainkan juga tak menganggap lagi keberadaan Nando. "Bisa-bisanya Mas Johan melupakan Nando begitu saja. Padahal Nando adalah darah dagingnya," batin Mika. Pandangan wanita itu terus lurus ke arah depan. Sesekali ia melirik ke arah Nando yang tengah tertidur di pangkuan Bude Sumi. Hingga puluhan menit kemudian, mobil yang dilajukan oleh Mika memasuki halaman rumahnya. DretDretTiba-tiba ponsel Mika yang tersimpan di dashboard mobil bergetar bersamaan dengan kendaraan yang telah berhenti. "Bude turun dulu ya, Mbak." "Iya, Bude." Setelah menjawab ucapan Bude Sumi, Mika segera mengambil ponsel. Dan terlihat sebuah nomor asing terpampang sebagai pemanggilnya. Tak berpikir lama, Mika segera mengangkat panggilan itu. "Halo, selamat sore," sapa Mika begitu panggilan diangkat olehnya. "Selamat sore juga, benar dengan nomor Mbak Mika?"

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 64. Hinaan Dari Mona

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 52"Aduhduh aduduh, yang dulunya kerjaan cuma ongkang-ongkang kaki, wajah glowing, terawat, sekarang jadi kucel, dekil dan penuh minyak!" "Kamu–" desis Mika begitu melihat Mona dan Johan melangkah mendekat ke arahnya. "Kenapa? Kaget ya?" Mona menampilkan senyum sinisnya. Dengan melipat kedua tangannya di depan dada, Mona mendekat ke arah Mika yang berdiri di depan pintu. "Lihatlah lah, Mas, istrimu yang dulu kamu puja-puja. Lihatlah sekarang, tubuhnya yang kurus kering, wajahnya kusam, jerawat dimana-mana, ditambah dengan mata panda pula. Ck! Menjijikkan," ucap Mona dengan begitu lancarnya. Senyum sinis tak hilang dari bibir berlipstik itu. "Dari sini kan kita bisa lihat siapa yang menderita, siapa yang bahagia setelah perpisahan. Makanya, jangan sombong sekali jadi perempuan. Sok-sokan pengen cere, tapi kehidupannya jadi blangsak!" Ucapan Johan menambah luka di hati Mika. Wanita itu tak kunjung merespon, ia hanya berdiri terpaku menatap waja

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 63. Siapa dia?

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 50Hari terus berganti dengan hari, tanpa terasa Mika telah melewati sidang pertama. Yaitu mediasi. Dengan ditemani oleh sang sahabat, Mika mendatangi kantor pengadilan agama. Tak bisa dipungkiri, dadanya terus terasa berdebar-debar saat ia ia menginjakkan kaki di tempat ini. Hanya hitungan menit Mika berada di dalam ruangan persidangan, hingga sepasang sahabat itu pun keluar dari ruangan persidangan. "Semoga saja sidang berikutnya Johan nggak datang," ucap Elisa saat keduanya melangkah menyusuri koridor dan menuju ke arah dimana mobil terparkir. "Semoga saja, Sa. Aku pun berharap demikian. Biar cepat selesai dan tidak berlarut-larut." "Tapi aku penasaran deh sama nasib mereka. Kira-kira mereka bahagia apa malah sebaliknya ya, Mik?" tanya Elisa. "Ya kita doakan saja yang terbaik untuk mereka." Mika berucap dengan nada tulus. Meski ia disakiti, dikhianati dan dikecewakan sedemikian rupa, tak membuat hati wanita itu merasa dendam. Ia menganggap

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 62. Kerja Keras Mika!

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 62DretDretPonsel yang sejak pagi Johan pegang, bergetar. Ada panggilan masuk, dan nama sang adik terpampang sebagai pemanggilnya. "Siapa, Mas?" "Putri," ucap Johan yang sepertinya masih bimbang untuk mengangkat panggilan tersebut ataukah tidak. "Oh, yaudah angkat saja." "Kalau bahas soal perhiasan ibu gimana?" tanya Johan sembari menoleh ke arah sang istri. "Tinggal bilang aja nggak tau, Mas. Beres."Sejenak Johan terdiam, namun pada akhirnya ia mengangkat panggilan itu juga. Dan setelah panggilan terhubung, Bagas menempelkan benda pipih ke telinga kanannya. "Halo, Put, ada apa?" "Mas, ada surat panggilan sidang perceraian, 1 Minggu lagi," ucap Putri dari seberang sana, dengan sebuah amplop coklat yang baru saja ia terima. "Yaudah, biar di situ saja. Nggak penting juga." "Siapa, Put?" Sayup-sayup suara Bu Susan terdengar di telinga Johan. "Mas Johan, Bu.""Mana, biar ibu bicara sama dia." Nada suara Bu Susan begitu ketus. "Hal–"Cepat

  • Suara Suamiku di Kamar Pembantu    Bab 61. Tetangga Kolot!

    SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 61"Saya ikut investasi, Mbak. Modal setidaknya harus 50 juta biar dapat hasilnya kerasa. Kalau di bawah itu, dapatnya kecil. Nggak perlu kerja keras, duit dah datang sendiri. Kebetulan saya ikut investasi teman saya, Mbak. Kalau Mbak Marni sekiranya ada uang 50 juta, ayolah gabung gapapa." Mendengar ucapan itu, sontak saja membuat Marni bergidik. Dan kini giliran kedua alis Johan yang saling bertaut begitu melihat respon tetangga samping rumahnya. "Aduh, Mas, zaman sekarang hati-hati deh kalau ikut investasi investasi macam gitu. Bukan gimana-gimana, zaman sekarang banyak sekali penipuan. Apalagi itu duit gede loh. Sayang banget kan kalau digondol orang." Marni mencoba menasihati. Namun, membuat Johan merasa jengah. "Itu kalau investasi bodong, Mbak. Kalau yang saya ikuti ini lain lagi. Sudah terpercaya. Dia temen baik saya, mana mungkin mau nipu. Ha ha ha, Mbak Marni ini ada-ada saja." Johan terkekeh, seolah-olah apa yang dia dengar dari mulut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status