Jax's PoV
Ivanna Sanchez bukan gadis remaja yang terjerat cinta pada seorang pria dan berubah menjadi bodoh. Ia tahu dan sudah mengendus apa yang dilakukan Damon di balik punggungnya. Dan kini, memergoki pria itu dan dengan gegabah berniat merangsek masuk demi memberinya pelajaran, bukan ide yang bagus.Dia pasti bertanya-tanya, mengapa Damon begitu tega menyakiti wanita sempurna sepertinya. Aku pun ingin menanyakan hal yang sama jika boleh. Sayangnya, pria bernama Damon itu bukanlah pria yang memiliki kecerdasan seperti Ivanna.Bohong jika kukatakan bahwa aku tidak terpengaruh dengan permainan petak umpet yang dilakukan oleh pria itu. Aku bahkan sudah mengawasinya sejak pertama kali menginjakkan kaki di mansion ini. Namun, aku harus berhati-hati karena Ivanna tampaknya mulai curiga terhadapku."Maafkan aku, Nona. Terkadang kau harus diam meski mengetahui sesuatu. Ini demi keselamatanmu," ucapku, berusaha menenangkan gemuruh dalam batinnya yang nyaris berkobar dan membakar segalanya.Bagaimanapun, akan sangat berbahaya jika ia benar-benar melakukan apa yang ada dalam pikirannya tadi."Seharusnya kau berhati-hati dengan ucapanmu, Jax. Berani sekali kau mengaturku! Jika kau menyuruhku diam setelah mengetahui pengkhianatan pria brengsek itu, maaf saja. Aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi." Gadis itu memberi perlawanan atas ucapanku. Aku bisa memaklumi sikapnya.Pertama, dia adalah majikanku, tidak seharusnya aku mengatur apa saja yang boleh dan tidak boleh ia lakukan. Sungguh, aku tidak bermaksud demikian. Aku hanya mencemaskan gadis ini. Berdasarkan sudut pandangku, ia kini tengah berada dalam bahaya besar. Namun, aku masih belum bisa memastikannya. Itu sebabnya aku memutuskan untuk tinggal di tempat ini."Aku tahu, Nona. Maaf jika aku terdengar lancang. Namun, ini demi keselamatanmu," jawabku, tanpa bermaksud untuk menyanggah prinsipnya. Aku sadari kekeliruanku, tetapi apakah ia akan percaya jika kukatakan semua ini kulakukan demi keselamatannya?Gadis itu bangkit dari kursinya dan melangkah mengikis jarak antara kami. Tatapannya tertuju lurus padaku, tidak tampak gentar sedikit pun. Ia justru menunjukkan dominasinya terhadapku. Bola mata hazelnya yang indah itu seakan ia hunjamkan tepat mengenai jantungku.Sialan! Aku tak pernah begitu ragu untuk membalas tatapan seorang gadis terlebih manusia biasa sepertinya. Dan kini, bolehkah kuakui kalau aku menyerah?"Katakan padaku, andai aku adalah adik perempuanmu dan kau tahu ada seorang pria yang bermain api di belakangku, apakah kau akan rela?" tanya Ivanna, sementara aku tidak segera memberi respon atas pertanyaannya. Aku masih berusaha mengendalikan perasaan aneh yang sejak tadi menggelitik hatiku. "Bagaimana, Jax?"Tolong, berhentilah menatapku seperti itu. Tatapannya itu membuatku secara ajaib menjadi lemah dan tunduk. Gadis ini seperti memiliki kekuatan magis yang tidak ia sadari."Aku pasti akan marah dan menghajar pria itu.""Lalu? Kau adalah pengawal yang bertugas menjagaku, tetapi justru memintaku untuk diam ketika seseorang berbuat kejam terhadapku. Apakah sikap itu bisa dibenarkan?""Maafkan aku, Nona."Gadis itu hanya menggeleng sekilas, lalu pergi meninggalkanku di ruangan ini. Aku tidak mengejarnya. Ayolah ... ini bukan kisah romansa di mana wanita marah kemudian sang pria harus membujuk dengan memberikan bunga. Aku tahu apa yang kulakukan. Aku sedang menjalankan tugas untuk melindunginya.Jika aku katakan ia sebaiknya tidak tahu apa pun dan tidak mencari tahu, aku serius dengan itu. Karena apa yang tengah Ivanna hadapi saat ini bukanlah hal biasa. Itu sebabnya aku mengikutinya. Ia sebaiknya kembali tidur dan aku akan berjaga di depan kamarnya, seperti biasa.***Aku tidak seharusnya memikirkan gadis itu terus-menerus. Setiap kalimat yang terucap dari bibirnya seolah begitu magis dan berhasil membuatku terus membayangkannya di rongga kepalaku. Apa yang sebenarnya terjadi?Aku, Jax Alister, tak pernah sekali pun terganggu setiap kalo menjalankan tugas. Aku profesional dan berdedikasi penuh untuk setiap yang kukerjakan. Jadi untuk masalah satu ini, mari kita cari tahu apa yang menyebabkan konsentrasi serta fokusku jadi terpecah.Apakah aku terlalu memerhatikan perkataannya semalam? Meski ada benarnya, tetapi aku punya alasan yang jelas mengapa melarang keras rasa ingin tahu gadis itu. Aku sedang menyelidiki hal yang sama dan aku tidak ingin, sikap ceroboh Ivanna lantas menggagalkan segalanya.Aku mengetuk pintu kamar Ivanna beberapa kali, matahari sudah tinggi dan seharusnya ia sudah bangun dan bersiap untuk jadwalnya yang padat hari ini. Namun, beberapa kali pun kuketuki tak ada sahutan dari dalam.Aku mendekatkan telinga di daun pintu untuk memastikan apakah dia masih berada di dalam. Dan tak berapa lama, terdengar suara gaduh yang disusul jeritan Ivanna."JAX! Tolong aku!"Apa yang terjadi? Dengan sigap dan sekuat tenaga kudobrak pintu kamar Ivanna dan tidak menemukan siapa pun di sana. Gadis itu tidak ada begitu pula tunangannya. Di mana pria itu? Bukankah seharusnya ia berada di kamar bersama Ivanna? Andai pun ia menyelinap di malam hari, pria itu biasanya akan langsung kembali setelah menyelesaikan 'pekerjaannya'.Sengaja kuberi tanda kutip pada kata 'pekerjaannya', karena kita tahu apa yang pria itu lakukan setiap malam. Lalu, kali ini, di mana pria itu?"Nona Sanchez! Di mana kau?! Nona Sanchez!""Aku di sini, Jax! T-tolong ... aku tidak kuat lagi! JAX!"Balkon! Suara itu berasal dari balkon. Aku bergegas menuju ke sana dan menemukan Ivanna bergelantungan dengan berpegang pada teralis. Beberapa kali ia menoleh ke bawah, lalu kembali memusatkan perhatian padaku yang berusaha agar ia tidak menoleh lagi. Karena dari yang aku tahu, Ivanna takut akan ketinggian. Lalu, apa yang terjadi sebenarnya?"Nona, apa yang kau lakukan di sana?"Astaga! Sungguh, gadis ini bisa membuatku terkena serangan jantung jika terus bersikap ceroboh seperti ini."Nanti saja bicaranya, Jax! Cepat tolong aku! Aku tidak kuat berpegangan terus di sini. Please ...."Sejak tadi aku juga sedang berusaha menolongnya. Hanya saja, aku tak bisa menampik berbagai pertanyaan yang berjejalan dalam pikiranku mengenai apa yang membuatnya berada di sana?"Tutup matamu, Nona Sanchez.""Apa? Kenapa? Jax, aku butuh kau untuk segera menolongku, bukan mengajakku main petak umpet! Sekarang cepat kau-""Bisakah sekali saja kau dengarkan aku dan lakukan apa yang kusarankan?" sentakku. Aku tak sadar telah melakukan itu. Dan ketika aku telah menyelesaikan kalimatku, gadis itu tampak pias dan mengangguk lemah lantas menutup kedua kelopak mata yang dihiasi bulu mata lentik nan lebat itu.Sesaat waktu seakan berhenti. Tatapanku justru tertuju pada paras cantiknya yang polos tanpa make up. Rambut panjangnya terurai, berkibar karena tertiup angin yang cukup kencang. Eastonville sangat dingin dan berangin beberapa hari belakangan. Di tengah gempuran cuaca tak menentu seperti ini, melihat Ivanna masih mengenakan gaun tidur yang semalam ia kenakan membuatku berpikir, tak seharusnya ia berpakaian seperti itu.Angin malam yang dingin menusuk visa membuatnya sakit. Dan ... pakaian itu terus terang saja terlalu terbuka. Mungkin ia hanya mengenakannya saat tidur, tapi sekarang, dia ada di hadapanku mengenakan gaun malam yang cukup terbuka.Bukan masalah pikiranku yang kotor, aku bahkan tidak membayangkan hal yang tidak-tidak. Fokusku berantakan justru ketika menatap bola mata hazelnya yang cantik itu.Sadar, Jax! Kau harus segera menyelamatkannya, atau seluruh Eastonville akan memuat berita bahwa Ivanna Sanchez sedang melakukan percobaan bunuh diri. Dan jika berita itu sampai benar-benar terbit, maka kau akan kehilangan pekerjaan dan rencanamu akan gagal.Dengan cepat, aku mengembalikan kesadaran dan melompat dari balkon dan merengkuh pinggul Ivanna untuk kubawa kembali ke kamarnya sebelum ia menyadari apa yang kulakukan saat ini. Tidak seharusnya ia tahu banyak hal karena baginya, semua ini pasti tidak masuk akal. Dan memang tidak.Aku menopang tubuh Ivanna saat kami telah berhasil mendarat dengan sempurna. Semoga saja dia tidak menyadari sesuatu yang aneh; bahwa aku baru saja membawanya terbang.Gadis itu membuka mata, tampak mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan yang kosong. Tentu saja. Memangnya apa yang ia harapkan? Apakah ia berharap seseorang ada di kamar ini bersamanya?"Di mana makhluk itu?" tanya Ivanna sembari mencari dan menyisir tiap-tiap ruangan di kamarnya dengan hati-hati. "Kau jangan ke mana-mana, Jax! Kau harus lihat dan memusnahkan makhluk ini," ujarnya lagi, dengan suara berbisik.Mendengar gadis itu menyebut kata makhluk, aku mengekor pangkahnya demi memastikan dia aman. Siapa yang tahu kalau makhluk yang baru saja ia sebut itu bersembunyi di suatu tempat di ruangan ini?Aku meraih lengan Ivanna, membuatnya berbalik dan menghadap padaku saat itu juga. Bola mata hazelnya itu tampak tertuju padaku, membuatku tertegun untuk sesaat, kemudian tersadar dan mengatakan padanya apa yang ada dalam pikiranku saat ini."Makhluk apa yang Anda maksud, Nona?""A-aku juga tidak tahu. Aku mendengar suaranya dengan jelas. Seperti suara geraman hewan buas. Mungkin anjing hutan atau ... tidak mungkin!"Perkataan gadis ini sungguh membuatku overthinking. Apakah seperti yang kupikirkan bahwa memang ada makhluk buas di dalam mansion ini? Ataukah aku dan Ivanna sama-sama tengah berhalusinasi?"Anjing hutan?""Tidak, Jax! Mungkin itu adalah manusia serigala! Kau pernah mendengar tentang mitos itu, kan? Oh, Tuhan! Jika itu benar, tempat ini sudah tidak aman lagi, Jax!"Aku terdiam, tak ingin tergesa mengambil kesimpulan. Namun, persis seperti yang kulakukan selama ini, Ivanna juga menyadari ada yang aneh di rumahnya. Itu artinya, aku harus segera bertindak. Karena jika memang benar makhluk itu berada di mansion ini, akan sangat berbahaya bagi Ivanna dan lainnya."Kau harus membinasakannya!""Tenang dulu, Nona. Sekarang sebaiknya kau beristirahat. Serahkan semuanya padaku. Aku pastikan, semua akan baik-baik saja."Gadis itu mengangguk, lantas naik ke atas ranjangnya dan mulai memejamkan mata. Namun, ia kembali bangkit dan menoleh padaku."Jax, bagaimana jika makhluk itu ada di bawah ranjangku?" tanya gadis itu, setengah berbisik. "Kau harus memeriksanya. Kau tidak boleh melangkah keluar dari kamar ini sedikit pun sebelum memastikan makhluk itu benar-benar tidak ada. Temani aku di sini setidaknya sampai pagi datang. Aku takut kalau makhluk itu memang mengincar nyawaku. Lakukan tugasmu dengan baik, Jax. Lindungi aku!"Ivanna’s PoV Jax berusaha mencari siapa pun atau apa pun yang kuyakini ada dalam kamarku. Aku tidak melihatnya dengan jelas karena lampu yang redup, selain hanya suara yang jelas menyerupai geraman serigala. Aku sedang berada si balkon saat mendengar suara aneh itu. Persis seperti suara Damon saat bercinta dengan wanita yang tak kukenal—untuk yang satu ini aku tidak terlalu yakin, jadi akan kupastikan kembali malam nanti apakah benar pria itu Damon atau bukan. Itu pun andai dia pulang ke rumah ini. Damon belum juga kembali sejak semalam, jadi karena aku terlanjur ketakutan, aku berniat untuk mencari pertolongan tanpa harus masuk ke kamar dan bertemu makhluk itu. Sayangnya, aki terlalu banyak mengonsumsi alkohol hingga tubuhku sempoyongan dan nyaris kehilangan nyawa. Terima kasih untuk Jax yang sigap menolongku, meski ada kejanggalan yang kurasakan ketika pria itu membantuku naik. Tak mungkin aku salah. Namun, sayangnya aku tidak memiliki bukti apa pun untuk menuding pria yang telah
Jax’s PoV Aku tak percaya dengan apa yang dilakukan gadis ini. Apakah dia sadar apa yang dilakukannya ini sangat berbahaya? Selain karena melanggar kode etik profesionalitas, ini juga rasanya tak pantas ia lakukan karena Ivanna telah bertunangan, akan terjadi keributan jika Damon sampai mengetahui kejadian ini. Aku harus menjaga keberadaanku di tempat ini, karena ada satu urusan yang belum selesai kulakukan. Dua urusan, salah satunya adalah melindungi Ivanna. Dan itu sangat penting, mengingat satu dan lainnya saling berkaitan. Aku tidak bisa menjelaskan lebih detail karena aku sendiri pun tengah mencari tahu dan berusaha membuktikan kecurigaanku. Hasrat dalam diriku yang sejak tadi bergejolak, serta sakit yang kurasakan, secara ajaib memudar seiring dengan kecupan hangat yang Ivanna berikan. Ini bukan kali pertama, tetapi aku tahu, aku akan mengingat ini lebih baik dibanding pengalaman lain yang pernah kualami. Selama beberapa waktu terakhir, aku berusaha menahan diri agar bisa te
Ivanna’s PoV Aku memang melakukan kebodohan dengan mengecup bibir Jax saat itu. Aku hanya mengikuti dorongan dalam diriku yang entah mengapa justru mengarahkanku untuk melakukan perbuatan itu. Dan kini, aku didera rasa malu yang berkepanjangan. Beberapa lama aku hanya mondar-mandir di kamar dan tak bisa terpejam. Entah mengapa, satu hari rasanya cepat sekali berlalu dan untuk menghadapi ini semua, aku seperti tak punya harapan lagi. Pernikahanku dan Damon yang kubayangkan akan menjadi momen yang sakral dan membahagiakan, rasanya tak mungkin kulanjutkan. Tidak mungkin aku menjerumuskan diriku sendiri ke dalam kubangan di mana aku nantinya akan tenggelam, dan jika itu terjadi, Damon belum tentu akan menyelamatkanku. Lagi-lagi ini akan menjadi tugas Jax. Lalu, ketika aku sudah sedikit lebih tenang dan hendak membaringkan tubuh, pintu kamar terbuka. Aku enggan menoleh, karena dari suara langkah kaki saja aku sudah tahu siapa yang datang. Tidak mungkin Jax berani masuk ke kamarku begit
Ivanna’s PoV Kami, lebih tepatnya aku, Damon dan Tatiana sudah tiba di hotel H yang merupakan salah satu dari sepuluh hotel termewah di sana. Dan segalanya sungguh di luar ekspektasiku. Jika kukatakan seperti ini, artinya cukup buruk untuk dikatakan berjalan lancar. Mungkin lancar bagi Damon dan Tatiana yang memang memiliki keperluan bisnis. Hari pertama, kami tiba di hotel saat matahari telah tinggi dan Damon menyewa suite dengan perlengkapan di dalamnya yang mempunyai dua kamar tidur. Aku kurang suka ide satu ini, karena artinya, kami tidak punya privasi dan lagi-lagi Tatiana tetap harus ada di tempat yang sama dengan kami. Aku tak mengerti apa yang terjadi padaku hingga begitu penuh kecurigaan dan pikiran negatif terhadap mereka berdua. Terlebih ketika Damon dan Tatiana telah siap dengan pakaian rapi sementara aku baru mengenakan piama, karena memutuskan untuk beristirahat sebentar. “Kau mau ke mana? Kita baru saja tiba,” ucapku, tak habis pikir dengan sikap pria ini. Jika Damo
Ivanna’s PoV Aku tahu apa yang kulakukan. Aku keluar dari ruangan dan tak pedulikan Jax yang berusaha mencegah keputusan yang akan kuambil kali ini. Aku tidak ingin menjadi bulan-bulanan pria ini lagi, aku akan mengakhirinya saat ini juga. Damon dan Tatiana masih menikmati permainan panas mereka, saling mengisi. Tampak Damon begitu dimabuk kepayang, seolah apa yang Tatiana berikan begitu luar biasa dibanding yang pernah kuberikan padanya. Dadaku terasa panas dan tak henti berdenyut nyeri. Darahku berdesir seolah kemarahan yang ada tak bisa lagi kubendung. Jax pun tak akan mampu mencegahnya. Aku menepuk punggung Damon yang sontak tersadar kalau dirinya tak hanya berdua di tempat ini. Mungkin ia memang berencana untuk tidak mengajakku sebelumnya, tetapi demi menutupi dustanya yang sudah terlalu dalam, ia terpaksa membawaku bersamanya. “Vans ... apa yang kau lakukan di sini?” tanya Damon, yang raut wajahnya tampak pias. Aku bisa melihatnya dengan jelas meski di keremangan cahaya. Bag
Jax’s PoV “Hey, Jax! Kau jadi datang? Aku sudah selesai menyediakan barang yang kau butuhkan! Ke tempat biasanya, ASAP!” ucap pria di seberang. Aku memiliki janji untuk bertemu dengannya malam ini karena sebuah urusan. Aku tak tahu siapa yang telah mengambil peralatan suntik dan serum yang kumiliki, tetapi sejak kejadian ciuman pertama dengan Ivanna itu, aku tak bisa menemukan benda itu. Mungkin saja pelayan yang menemukan dan membuangnya, tetapi jika memang demikian, seharusnya aku bisa menemukannya di suatu tempat. Namun, aku tidak menemukannya di mana pun. Untungnya, pria itu telah menyelesaikan produksinya dan menyediakan cukup banyak untukku. Untuk kami semua. Aku belum menceritakan mengenai diriku, karena tidak terlalu menarik untuk dibahas. Bagiku, kisahku dengan Ivanna jauh lebih mengundang rasa ingin tahu ketimbang tentang diriku sendiri yang mungkin saja pelan-pelan akan kukatakan. Kepada kalian dan juga Ivanna. Itu pun andai ia ingin tahu. Omong-omong mengenai kisah Iv
Ivanna’s PoV Aku telah mengucapkan kalimat menyakitkan itu untuk Jax. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku. Pria itu tidak memberikan perlawanan sama sekali, hanya mengangguk dengan wajah datar yang jujur tak bisa kuterjemahkan. Aku memang kesal karena ia telah menggagalkan banyak rencanaku. Andai aku mengetahui kalau Damon telah berselingkuh sejak lama, mungkin aku tak perlu ikut ke The Emirates dan menyaksikan sendiri bahwa sahabatku adalah seorang pengkhianat. Kini ketika semua telah terbongkar, aku lantas menimpakan segala kesalahan pada Jax, bukankah itu terdengar tak adil? Namun, biarlah. Lagi pula Jax juga tidak kan merasakan kerugian jika tidak lagi menjadi pengawalku. Ia bisa melakukan berbagai pekerjaan dan memuaskan kecanduannya akan obat terlarang itu tanpa perlu kucampuri. Omong-omong tentang obat terlarang, aku jadi teringat akan sesuatu. Aku bangkit dari ranjang dan berjalan menuju ke lemari, memandangi sebuah kotak yang ada di dalam sana dan membuka demi mengeluarka
Ivanna’s PoV Aku sudah menunggu di tempat yang telah pria itu janjikan. Meski belum pernah bertemu dengannya secara langsung, tetapi aku merasa yakin kalau apa yang kulakukan kali ini adalah tindakan yang benar.Aku melakukannya bukan lantaran membenci Jax atau dendam karena sikap ikut campurnya yang membuatku harus bertahan dengan Damon sedikit lebih lama dan makin menyakitiku, melainkan karena memang tak boleh ada keburukan yang terjadi di sekitarku. Sebenarnya aku pun bertanya pada diri sendiri, apa yang mendasari tindakanku kali ini? Aku sudah memecat Jax, bukankah masalah selesai? Tentu saja, seharusnya memang begitu. Namun, sayangnya, tidak semudah itu jika yang ada dalam hatiku justru sebaliknya. Entah mengapa, beberapa hari terakhir tanpa Jax rasanya seperti ... aneh. Bahkan seperti malam tadi, aku terbangun karena merasa ada seseorang yang tengah memerhatikanku di dalam kamar. Ketika kubuka mata, lamat-lamat kulihat bayangan pria yang tak asing tengah duduk di bingkai jend