Ivanna’s PoV Aku memang melakukan kebodohan dengan mengecup bibir Jax saat itu. Aku hanya mengikuti dorongan dalam diriku yang entah mengapa justru mengarahkanku untuk melakukan perbuatan itu. Dan kini, aku didera rasa malu yang berkepanjangan. Beberapa lama aku hanya mondar-mandir di kamar dan tak bisa terpejam. Entah mengapa, satu hari rasanya cepat sekali berlalu dan untuk menghadapi ini semua, aku seperti tak punya harapan lagi. Pernikahanku dan Damon yang kubayangkan akan menjadi momen yang sakral dan membahagiakan, rasanya tak mungkin kulanjutkan. Tidak mungkin aku menjerumuskan diriku sendiri ke dalam kubangan di mana aku nantinya akan tenggelam, dan jika itu terjadi, Damon belum tentu akan menyelamatkanku. Lagi-lagi ini akan menjadi tugas Jax. Lalu, ketika aku sudah sedikit lebih tenang dan hendak membaringkan tubuh, pintu kamar terbuka. Aku enggan menoleh, karena dari suara langkah kaki saja aku sudah tahu siapa yang datang. Tidak mungkin Jax berani masuk ke kamarku begit
Ivanna’s PoV Kami, lebih tepatnya aku, Damon dan Tatiana sudah tiba di hotel H yang merupakan salah satu dari sepuluh hotel termewah di sana. Dan segalanya sungguh di luar ekspektasiku. Jika kukatakan seperti ini, artinya cukup buruk untuk dikatakan berjalan lancar. Mungkin lancar bagi Damon dan Tatiana yang memang memiliki keperluan bisnis. Hari pertama, kami tiba di hotel saat matahari telah tinggi dan Damon menyewa suite dengan perlengkapan di dalamnya yang mempunyai dua kamar tidur. Aku kurang suka ide satu ini, karena artinya, kami tidak punya privasi dan lagi-lagi Tatiana tetap harus ada di tempat yang sama dengan kami. Aku tak mengerti apa yang terjadi padaku hingga begitu penuh kecurigaan dan pikiran negatif terhadap mereka berdua. Terlebih ketika Damon dan Tatiana telah siap dengan pakaian rapi sementara aku baru mengenakan piama, karena memutuskan untuk beristirahat sebentar. “Kau mau ke mana? Kita baru saja tiba,” ucapku, tak habis pikir dengan sikap pria ini. Jika Damo
Ivanna’s PoV Aku tahu apa yang kulakukan. Aku keluar dari ruangan dan tak pedulikan Jax yang berusaha mencegah keputusan yang akan kuambil kali ini. Aku tidak ingin menjadi bulan-bulanan pria ini lagi, aku akan mengakhirinya saat ini juga. Damon dan Tatiana masih menikmati permainan panas mereka, saling mengisi. Tampak Damon begitu dimabuk kepayang, seolah apa yang Tatiana berikan begitu luar biasa dibanding yang pernah kuberikan padanya. Dadaku terasa panas dan tak henti berdenyut nyeri. Darahku berdesir seolah kemarahan yang ada tak bisa lagi kubendung. Jax pun tak akan mampu mencegahnya. Aku menepuk punggung Damon yang sontak tersadar kalau dirinya tak hanya berdua di tempat ini. Mungkin ia memang berencana untuk tidak mengajakku sebelumnya, tetapi demi menutupi dustanya yang sudah terlalu dalam, ia terpaksa membawaku bersamanya. “Vans ... apa yang kau lakukan di sini?” tanya Damon, yang raut wajahnya tampak pias. Aku bisa melihatnya dengan jelas meski di keremangan cahaya. Bag
Jax’s PoV “Hey, Jax! Kau jadi datang? Aku sudah selesai menyediakan barang yang kau butuhkan! Ke tempat biasanya, ASAP!” ucap pria di seberang. Aku memiliki janji untuk bertemu dengannya malam ini karena sebuah urusan. Aku tak tahu siapa yang telah mengambil peralatan suntik dan serum yang kumiliki, tetapi sejak kejadian ciuman pertama dengan Ivanna itu, aku tak bisa menemukan benda itu. Mungkin saja pelayan yang menemukan dan membuangnya, tetapi jika memang demikian, seharusnya aku bisa menemukannya di suatu tempat. Namun, aku tidak menemukannya di mana pun. Untungnya, pria itu telah menyelesaikan produksinya dan menyediakan cukup banyak untukku. Untuk kami semua. Aku belum menceritakan mengenai diriku, karena tidak terlalu menarik untuk dibahas. Bagiku, kisahku dengan Ivanna jauh lebih mengundang rasa ingin tahu ketimbang tentang diriku sendiri yang mungkin saja pelan-pelan akan kukatakan. Kepada kalian dan juga Ivanna. Itu pun andai ia ingin tahu. Omong-omong mengenai kisah Iv
Ivanna’s PoV Aku telah mengucapkan kalimat menyakitkan itu untuk Jax. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku. Pria itu tidak memberikan perlawanan sama sekali, hanya mengangguk dengan wajah datar yang jujur tak bisa kuterjemahkan. Aku memang kesal karena ia telah menggagalkan banyak rencanaku. Andai aku mengetahui kalau Damon telah berselingkuh sejak lama, mungkin aku tak perlu ikut ke The Emirates dan menyaksikan sendiri bahwa sahabatku adalah seorang pengkhianat. Kini ketika semua telah terbongkar, aku lantas menimpakan segala kesalahan pada Jax, bukankah itu terdengar tak adil? Namun, biarlah. Lagi pula Jax juga tidak kan merasakan kerugian jika tidak lagi menjadi pengawalku. Ia bisa melakukan berbagai pekerjaan dan memuaskan kecanduannya akan obat terlarang itu tanpa perlu kucampuri. Omong-omong tentang obat terlarang, aku jadi teringat akan sesuatu. Aku bangkit dari ranjang dan berjalan menuju ke lemari, memandangi sebuah kotak yang ada di dalam sana dan membuka demi mengeluarka
Ivanna’s PoV Aku sudah menunggu di tempat yang telah pria itu janjikan. Meski belum pernah bertemu dengannya secara langsung, tetapi aku merasa yakin kalau apa yang kulakukan kali ini adalah tindakan yang benar.Aku melakukannya bukan lantaran membenci Jax atau dendam karena sikap ikut campurnya yang membuatku harus bertahan dengan Damon sedikit lebih lama dan makin menyakitiku, melainkan karena memang tak boleh ada keburukan yang terjadi di sekitarku. Sebenarnya aku pun bertanya pada diri sendiri, apa yang mendasari tindakanku kali ini? Aku sudah memecat Jax, bukankah masalah selesai? Tentu saja, seharusnya memang begitu. Namun, sayangnya, tidak semudah itu jika yang ada dalam hatiku justru sebaliknya. Entah mengapa, beberapa hari terakhir tanpa Jax rasanya seperti ... aneh. Bahkan seperti malam tadi, aku terbangun karena merasa ada seseorang yang tengah memerhatikanku di dalam kamar. Ketika kubuka mata, lamat-lamat kulihat bayangan pria yang tak asing tengah duduk di bingkai jend
Jax’s PoV Siapa pria yang selalu bersama dengan Ivanna? Apakah itu kekasih barunya? Mengapa dadaku terasa sesak melihat kebersamaan mereka? Aku tidak suka pria itu terus mengekor ke mana pun Ivanna pergi. Ia pasti tidak kalah berbahaya dibanding Damon. Aku sepertinya bisa mencium gelagat tidak baik dari pria berambut legam itu. Bahkan dari bola matanya yang sewarna batang pohon oak, menyimpan sesuatu yang pastinya tidak Ivanna sadari. Aku mungkin tampak seperti berasumsi, tak bisa membuktikannya, tetapi itulah yang terlihat di mataku. Akan kubuktikan bahwa pria baru itu pasti memiliki tujuan tidak baik terhadapnya. Lagi pula, aku berencana untuk berhenti menyelidiki Damon, tidak lagi berada di sekitar Ivanna membuatku merasa gusar seharian dan apa yang sebelumnya membuatku bersemangat, kini tidak ada lagi. Untuk apa aku mencari tahu tentang Damon, kalau ia tidak lagi mengganggu Ivanna? Dan aku pun tidak lagi menjadi penjaga gadis itu? Sejak Ivanna memberhentikanku dari pekerjaan s
Ivanna’s PoV Di mana pria itu? Aku sudah menunggu hampir satu jam dan ia tidak juga menunjukkan batang hidungnya. Apakah ia tidak tahu masih banyak hal yang harus kuurus? Aku dan Kay harus menyiapkan beberapa hal untuk pernikahan kami. Ia telah melamarku dan kurasa tak ada salahnya menerimanya setelah kebersamaan kami sebagai teman dekat selama beberapa lama. Sejujurnya aku lebih mengenal Kay ketimbang Damon, itu sebabnya, wajar jika Damon masih bisa membohongiku sementara selama aku bersama Kay, ia tak pernah sekali pun berdusta. Atau mungkin pernah, hanya saja aku tidak tahu. Entahlah. Aku tak bisa menunggu lagi. Aku bangkit dari kursiku dan hendak pergi, tetapi tangan kokoh mencekal lenganku dan membuat niatku terhenti. Aku menoleh sejenak demi memastikan siapa yang telah berani menghalangi langkahku kali ini. Mungkin pria jam karet yang sudah membuatku menunggu begini lama. Jika benar, kupastikan ia tidak akan pernah lupa bahwa aku tidak suka menunggu. “Kay? Apa yang kau lakuka