Share

BAB 2 || Tawaran Menarik

"Bang, kira-kira kapan ya Abang bisa kerja, terus dapet gaji kayak tetehnya Vanya?" tanya gadis berusia dua belas tahun yang merupakan adik kandung Juna. Namanya Aisyah. "Emangnya Abang enggak bosen gitu nganggur terus?"

Juna tidak punya waktu untuk menghela napas ataupun berdecak lidah, sebab dia sedang sibuk menikmati mie instan kuah kari kesukaannya.

"Setiap gajian cair, tetehnya Vanya selalu beli makanan enak buat keluarganya, kadang ngasih hadiah tas atau sepatu baru buat Vanya. Bahkan apa yang tetehnya Vanya mau, bisa dia beli tanpa harus ngeliat label harga dulu."

Aisyah merosotkan bahu membayangkan betapa enaknya jadi Vanya, yaitu teman sekelasnya di sekolah. "Emangnya Abang nggak mau kayak tetehnya Vanya?" Dia kembali bertanya kepada kakak laki-laki di hadapannya.

Juna meneguk air putih, lalu meletakkan kembali gelas ke atas meja. "Semua orang di dunia ini tuh nggak ada yang mau jadi pengangguran, Ais. Tapi kalau udah usaha masih belum juga dapet pekerjaan, ya mau gimana lagi coba? Apa Abang harus lari-lari ke Istana Presiden buat teriak minta dikasih kerjaan sama Bapak Presiden?" sindirnya.

Aisyah mengembungkan pipi dengan mata mengerjap pelan. Raut kecewa tampak menghiasi pipi chubby-nya.

"Daripada Ais gangguin Abang terus yang lagi enak-enak makan, mending bantuin Ibu ngelipetin baju sana!" usir Juna secara halus.

"Nggak mau, ah. Ais mau main bareng Sela sama Mona." Tanpa menunggu respons sang kakak, Aisyah langsung bangkit dari kursi kayu dan pergi meninggalkan rumah kecil yang mereka huni.

"HEH, BOCAH INGUSAN!" pekik Juna sambil mengulurkan jari telunjuk. "MAU PERGI KE MANA LO, BOCIL?!" omelnya yang sudah kepalang kesal. Akan tetapi, Aisyah sudah terlanjur berlari dan tak terlihat lagi batang hidungnya.

Juna geleng-geleng kepala seraya menghela napas kasar. "Disuruh bantuin Ibu malah ngeluyur!" gerutunya.

Tok, tok, tok!

"Permisi!"

Juna yang baru selesai menyantap mie instan buatannya langsung menoleh ke ambang pintu, memasang raut bingung saat mendapati seseorang berpakaian rapi, juga menenteng sebuah koper, sedang berdiri di ujung sana seraya menatapnya.

"Bisa kita bicara sebentar?" tanya pria yang tidak lain dan tidak bukan adalah Elvian.

"Maaf, cari siapa, ya?" tanya Juna sambil mengernyit bingung.

"Dengan Arjuna Basupati?"

Juna sontak mengerjap. "Perasaan, saya tuh enggak pernah punya urusan sama bank keliling," gumamnya.

Melihat penampilan rapi pria asing tersebut, Juna pikir dia telah didatangi oleh seorang kepala rentenir. Kembali pemuda itu mendongak menatap orang di hadapannya. "Iya, dengan saya sendiri," ujarnya.

"Ada hal penting yang ingin saya katakan kepada Anda."

"Duduk dulu, Pak." Juna melambaikan tangan. "Kalau kata orangtua mah, pamali ngobrol sambil berdiri di ambang pintu. Sini masuk dulu!" ucapnya.

Elvian mengikuti perintah Juna untuk masuk ke dalam dan duduk di sebuah kursi. Ekspresinya masih serius.

"Ada apa, ya?" tanya Juna dengan nada sopan dan ramah.

"Sebelumnya, perkenalkan namaku Elvian. Aku punya penawaran yang sangat penting dan sayang jika kamu lewatkan," Elvian bicara dengan nada misterius. "Kalau sampai kamu menolak, kesempatan belum tentu datang dua kali."

"Penawaran apa, ya?" Juna yang duduk di samping Elvian tampak penasaran.

Elvian mengambil sebuah amplop dari dalam saku jas yang dia kenakan, lalu menyodorkannya kepada Juna tanpa banyak basa-basi. "Silakan buka dan lihat sendiri!" perintahnya.

Di tengah kebingungan yang dia rasakan, Juna pun segera mengambil alih amplop tersebut untuk kemudian membuka isinya. "Ini apaan, ya?" Tatap matanya sudah kembali mengarah pada Elvian.

"Baca!" Elvian bicara pelan, tapi penuh penekanan. "Silakan pahami intinya."

Tangan Juna bergerak cepat untuk membuka lipatan kertas tersebut, lalu membaca tulisannya secara perlahan.

"Surat Perjanjian Kontrak?" Juna memasang raut tidak mengerti saat membaca judul di atas surat tersebut. Kembali menatap Elvian, "Ini maksudnya apa? Perasaan, saya nggak pernah dapet panggilan interview dari PT mana pun. Kenapa tiba-tiba turun Surat Perjanjian Kontrak kayak gini? Mohon maaf, bukan maksud mau su'udzon, tapi Bapak mau nipu saya, ya?"

Elvian merotasikan bola mata dengan malas, berusaha sabar menghadapi pemuda kampung seperti Juna yang masih sangat lugu dan polos—cenderung mengarah ke bodoh lebih tepatnya. "Hey! Bahkan kamu belum baca suratnya sampai selesai," desisnya. "Baca sampai habis lalu kamu boleh berkomentar. Mengerti?"

Juna mengangguk paham. Dia benar-benar fokus membacanya kali ini. Tidak menoleh sama sekali sebelum selesai membaca keseluruhan isi surat.

Setelah itu, barulah Juna kembali memandang Elvian. "Perjanjian kontrak buat dijadikan pacar sewa? Maksudnya gimana, ya? Saya dikontrak jadi pacar seseorang, gitu?" tanyanya yang masih belum mengerti seratus persen.

BERSAMBUNG ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status