"Kamu mau apa sebenernya, Le?" tanya Juna yang kini sedang duduk di sofa, bersebelahan dengan Lea."Aku kangen aja sama kamu, Jun. Udah lama kita nggak ketemu," kata Lea sambil tersenyum senang.Perkataan Lea kontan membuat Juna mendengkus. Lea mungkin sedang menguji kesabarannya. "Tadi aku lagi ngumpul sama keluargaku, Le. Kamu tau, kan? Dan kamu nyuruh aku ke sini cuma karena mau bilang kangen aja?" tanyanya tak percaya. Dengan nada tidak menutupi rasa kesal."Kamu nggak tau seberapa sakitnya aku nahan rasa kangen ini, Jun.""Le, ayolah! Kita ini bukan dua bocah SMA yang lagi dimabuk cinta," ucap Juna berapi-api. Memandang Lea dengan sorotan tajam. "Menurut kamu, apa pantas seorang wanita dewasa menghubungi laki-laki yang sedang makan malam bersama keluarga besarnya, untuk kemudian minta ditemui hanya karena mau bilang kangen?"Lea terhenyak melihat raut marah Juna diiringi satu pertanyaan yang berhasil menampar hatinya dengan sangat keras. Secara tidak langsung, Lea seakan ditikam
Rumah besar ini terasa hampa bagi Airish karena dia di sini hanya seorang diri. Tanpa Juna. Sementara Diana dan Adi sudah pulang sekitar dua jam yang lalu—tepatnya pada jam sepuluh malam. Dan sekarang sudah jam dua belas malam. Namun, Juna masih belum pulang juga."Kayaknya enak banget ya selingkuh?" Airish tertawa sumbang, tapi sebenarnya dia tak lebih dari sekadar menertawakan kesedihannya sendiri.Matanya kembali melirik bingkai besar yang terpajang pada dinding kamarnya. Menampilkan foto yang diambil di hari pernikahan mereka. Keduanya tampak tersenyum tulus dalam foto tersebut. Terlihat sangat bahagia. Dan tatapan mata Juna ... tak pernah mengisyaratkan bahwa laki-laki itu ternyata bisa menyakiti hatinya karena pengkhianatan yang membuatnya ingin sekali menguliti Juna hidup-hidup. Seperti sekarang.Airish menghela napas lagi. Berharap mampu mengusir lukanya seiring dengan hembusan napas yang dia keluarkan. Tangannya terangkat untuk menepis setitik air mata yang kembali jatuh dar
Juna menyadari ada yang berbeda dengan Airish. Kalau biasanya wanita itu tak pernah ragu mengecup pipinya—atau bahkan bibirnya—justru hari ini Airish malah terkesan menghindar saat dia dekati.Boro-boro dikasih kecupan, yang ada Airish malah melemparinya dengan kemeja kotor.Selain pelit ciuman, hari ini juga Airish mendadak sangat rajin. Belum selesai Juna mengucek mata, tahu-tahu pakaian kotor sudah dicuci di mesin cuci, tak ada barang-barang berserakan di lantai, semua pakaian kusut di lemari langsung disetrika, bahkan perempuan itu juga sudah menyapu dan mengepel lantai.Ke mana perginya Airish yang hobi sekali rebahan sambil menonton YouTube itu?Ke mana perginya sosok manja Airish?Kenapa hari ini mendadak jadi mandiri?"Honey?" panggil Juna. Dia baru saja mandi dan mengenakan pakaian, tetapi tidak menemukan istrinya di kamar.Setelah dicari-cari, ternyata Airish ada di dapur, sedang menyiapkan masakan untuk makan siang. Senyuman manis lalu terlukis di sudut bibir Juna saat meli
Juna senang saat Airish berubah pikiran dan mau datang ke sebuah perayaan selesainya syuting di rumah Mas Arbi. Tapi ada satu hal yang membuatnya tak habis pikir.Kenapa Airish harus mengajak Lea juga?"Lea adalah sahabat aku, Jun. Itu artinya, dia juga sahabat kamu. Jadi, nggak ada salahnya kalau aku ngajak dia, kan? Lagian selama kamu sibuk, Lea selalu nemenin aku ke mana pun yang aku mau. Dia yang selalu ada buat aku." Itulah yang Airish katakan ketika ditanya alasan kenapa dia mengajak Lea. Dan Juna tidak bisa protes lagi, karena semua yang Airish putuskan selalu bersifat mutlak.Sekarang mereka bertiga sudah berada dalam satu mobil yang sama. Juna dan Airish mengisi jok paling depan, sementara Lea duduk di jok tengah sendirian.Airish mencoba sabar menyaksikan dua manusia biadab yang sama-sama bersikap seolah tak ada hubungan apa-apa di depannya. Membuat dadanya bergemuruh kesal dan rasanya ingin sekali melempar mereka ke Kawasan Angker Segitiga Bermuda."Emangnya nggak pa-pa kal
Mas Arbi memperkenalkan Ray kepada orang-orang di sekitar. Reaksi tersenyum dan mengangguk orang-orang itu mengiringi kalimat yang Ray ucapkan saat dia menyapa dengan sikap ramah. Menyipitkan mata sambil melengkungkan senyum manis di sudut bibir—setidaknya Ray masih mengerti sopan santun.Suasana damai meliputi mereka. Sampai akhirnya, mata cokelat Ray bertemu pandang dengan seorang wanita berkulit putih yang mampu membuatnya mengernyitkan alis hanya dalam hitungan detik.Mata Ray yang tiba-tiba membulat membuat Airish ingin hilang ingatan saja sekarang. Mungkin sama seperti dirinya, Ray juga masih ingat dengan sangat jelas kejadian di hari itu. Ya, tentu saja! Ray tidak mungkin lupa bahwa teman-temannya pernah menantangnya untuk mendapatkan nomor telepon wanita itu—yang dia tidak tahu siapa namanya—sebagai hukuman karena kalah main UNO.Oh, damn! Ray merutuk begitu tahu kalau wanita yang sempat masuk ke dalam daftar, ‘Wanita yang akan Ray Seleksi untuk Dikenal Lebih Dekat’ itu ternya
Sejak mengetahui fakta menyakitkan itu—soal Juna dan Lea yang ternyata diam-diam menjalin suatu hubungan—Airish memang tidak pernah memaki langsung kedua manusia itu di depan wajahnya, melainkan hanya mengikuti sejauh mana mereka mau bermain-main dengannya.Sebuah permainan memang harus diselesaikan sampai akhir, untuk itu Airish akan mengakhiri dengan caranya sendiri.Jika mereka bisa berakting dengan sangat apik seakan tidak mempunyai hubungan apa-apa, maka Airish juga bisa bersikap seolah tak tahu apa-apa. Airish tidak akan membiarkan Lea merebut Juna darinya, tapi Airish juga tidak mungkin mempertahankan pria bejad seperti Juna.Hanya saja ... ada banyak hal yang membuatnya harus berpikir panjang sebelum menggugat cerai Juna.Apa yang Airish pikirkan?Mereka belum punya anak. Bukankah seharusnya berpisah itu mudah bagi pasangan suami-istri yang belum dikaruniai anak seperti mereka?Ya, benar. Tapi ... Airish tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. Di balik pernikahannya dengan Jun
"Nggak, kok. Kenapa?"Juna tidak percaya begitu saja dengan ucapan Airish. "Tapi suara kamu sumbang, kayak orang yang abis nangis."Airish menepis tangan Juna yang hampir saja menyentuh pipinya. "Aku nggak nangis, Jun," elaknya."Tapi kenapa suara kamu sumbang?" Dada Juna mulai berdebar kencang. Takut ada sesuatu yang Airish sembunyikan darinya."Pilek," sangkal Airish. Singkat saja. Dia malas bicara banyak dengan laki-laki di hadapannya sekarang.Juna menyelami manik mata Airish dalam-dalam. Dan yang baru dia sadari pada akhirnya ... mata cantik itu telah kehilangan binarnya. Mata cantik itu menatapnya penuh luka dan kesedihan yang terpendam."Jujur sama aku! Kamu kenapa?" desak Juna seraya mencengkeram dengan erat kedua bahu Airish.Sudah bersusah payah Airish menahan air mata agar tidak lagi menetes, tapi semuanya runtuh hanya karena mendengar pertanyaan Juna dengan nada khawatir yang diiringi tatapan bersalah.Setiap kali melihat mata cantik Airish memancarkan luka, biasanya Juna
Bugh!Lea nyaris terjengkang saat pipi kirinya menerima pukulan keras dari laki-laki bernama Aldo, yang tak lain adalah kakak kandungnya sendiri."Gue nggak mau tau, ya. Besok lo harus dapetin duit seratus juta itu, nggak peduli gimanapun caranya!" tandas Aldo seraya menunjuk Lea diiringi tatapan bengis.Lea mengusap pipinya yang terasa panas dan perih, membalas tatapan Aldo dengan mata berkaca-kaca. "Lo nyuruh gue nyari duit sebanyak itu cuma buat bayar utang lo yang abis kalah main judi? Jangan mimpi!"Aldo semakin garang, emosinya bertambah dua kali lipat setelah mendengar ucapan Lea. "Oh ... jadi lo sekarang udah berani ngelawan gue?!"Hingga akhirnya, Aldo hampir saja melejitkan satu pukulan lagi. Namun, dengan cepat tangannya ditahan oleh Juna yang memilih masuk ke rumah ini setelah mendengar keributan. Kontan Aldo menoleh ke arah seseorang yang menahan lengannya."Kalo mau ribut jangan di sini, tapi di ring tinju aja. Sama gue. Biar imbang lawannya," ucap Juna. Pelan, tapi penu