Share

Bab 7. Iya,iya bawel

Sementara di perusahaan Winata Grup. Alex sedang berkumpul dengan geng KUDAJIR yaitu Kumpulan Daddy Tajir.

"Lex, kamu sampai kapan hidup sendiri seperti ini ?" Tanya Andrian Mahendra, sahabat Alex sejak kecil. Memiliki perusahaan sama sepertinya. 

"Iya, benar itu" timpal Biyan. 

"Aku belum terpikir untuk mencari pengganti Santi" jawab Alex

"Belum terpikir atau yang itu enggak hidup lagi" canda Andrian sambil memayungkan bibirnya ke arah bawa pusat Alex 

"Sembarangan lu ?" Protes Alex 

"Aku juga berpikir seperti itu. Sedangkan kita yang masih punya istri tetap aja ingin coba yang lain" timpal Biyan

"Kalian berdua kan beda denganku" jawab Alex dengan santai.

"Ya jelas beda lah bro. Punya kami masih hidup dan norma. Kalau punya kamu mah, perlu diragukan" cibir Biyan.

"Ih....kalian benar-benar" geram Alex

"Kalau memang punya kamu masih hidup dan norma ! Coba buktikan" tantang Andrian

"Besok-besok, tunggu waktu yang tepat" sahut Alex 

"Hahahaha" Andrian dan Biyan terawat terbahak-bahak. Mereka sengaja membuat Alex kesal. Sebab mereka sudah merasa kasihan melihat Alex hidup sendiri selama 10 tahun ini. Sahabatnya itu masih berlarut dalam duka, ia terlalu mencintai istrinya Santi yang sudah dinyatakan tiada saat kecelakaan 10 tahun yang lalu. 

"Sana, balik ke kantor masing-masing. Aku lagi sibuk" ucap Alex sambil mendorong kedua sahabatnya itu ke pintu.

"Dada Alex. Aku sarankan agar kamu segera berobat ke dokter kelamin" cibir Biyan yang membuat Alex semakin kesal.

"Aku lempar pakai sepatu baru tahu rasa" ancam Alex sambil berpura-pura ingin membuka sepatunya.

Hahaha kedua sahabatnya itu tertawa sambil berlari menuju lift.

"Dasar, tukang selingkuh" ucap Alex sambil menutup pintu ruangannya.

.............

Dua bulan telah berlalu, di mana semua pekerjaan Vania berjalan dengan baik, ia juga sudah memiliki banyak teman. Hanya saja dia selalu terhina saat di kampus. Tetapi hal itu tidak lagi membuat Vania merasa sedih, ia sudah terbiasa dengan hinaan, cibiran dari Tia dan teman-temannya.

Sat ini Vania sedang duduk termenung di bangkunya, hingga ia tidak menyadari kalau Regina sudah dua kali memanggil namanya.

"Vania...." Panggil Regina tepat di telinga Vania sambil menepuk pundak sahabatnya itu.

"Hm..UM.." sahut Vania karena terkejut. Telepon yang ia terima tadi pagi, membuat pikirannya penuh hingga tidak bisa berfungsi lagi.

"Kamu kenapa Vania ?" Tanya Regina.

"UM... Aku tidak apa-apa" jawab Vania. Walaupun ia sudah dua bulan ini bersahabat dengan Regina, tetapi Vania belum pernah menceritakan tentang keluarganya, apa lagi tentang adiknya Dita. Menurut Vania masalah keluarga itu tidak baik diceritakan kepada semua orang. Sebab sifat orang berbeda-beda, ada yang bahagia mendengar penderitaan kita ada juga yang ikut bersedih. Vania hanya menceritakan tentang kisah hidupnya kepada Siska dan Rati sang ibu kost. Karena menurut Vania kedua wanita itu sangat tulus berteman dengannya.

"Vani, kamu tidak usah berusaha menutupinya. Aku tahu kalau kamu saat ini sedang ada masalah atau sedang mengalami masa sulit" todong Regina. Ia sudah sangat mengenal sifat Vania walaupun mereka baru berteman selama dua bulan.

"Tidak ada Regina. Aku hanya sedikit lelah. Mungkin karena bekerja setiap malam" dalih Vania ia masih berusaha menghindar walaupun Regina sudah bisa menebaknya.

"Baiklah, tapi ! Kalau kamu butuh bantuan, katakan padaku" 

"Iya, iya, bawel" sahut Vania.

Vania dengan cepat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dosen kepadanya, ia buru-buru untuk pulang karena ada hal penting yang harus ia cari. Tanpa pamit kepada Regina, ia langsung meninggalkan ruangan, berlari menuju gerbang dan menaiki ojek yang ada di depan kampusnya.

Setelah tiba di depan kost, ia melihat mobil sport berwarna hitam. Milik siapa lagi kalau bukan milik om Alex. Vania buru-buru masuk ke dalam kamarnya tanpa menyapa orang yang ada di ruang tamu.

Siska mengerutkan kening dan memutar matanya untuk melihat benda bulat yang melingkar di tembok. "Ini kan baru jam 12, kenapa Vania sudah pulang dari kampus ?" Ucap Siska setelah melihat benda bulat itu menunjuk angka 12

"Iya, enggak biasanya" timpal Rati sang ibu kost. Sementara Alex bersikap biasa saja, ia fokus menatap dan memainkan ponsel pintarnya. Tetapi sebenarnya ia penasaran dengan Vania, hanya saja dia malu.

"Coba aku ke kamarnya dulu" ucap Siska sambil bangkit dari sofa, ia melangkah menuju kamar Vania

Tok...tok....tok... Siska mengetuk pinta kamar Vania.

"Ia sebentar" suara lembut Vania dari dalam kamar

Cek...lek... Suara pintu terbuka 

"Eh...Siska" ucap Vania saat membuka pintu dan melihat Siska berdiri di sana. "Ayo masuk" lanjutnya

Siska langsung masuk dan duduk di atas tempat tidur Vania yang berukuran 90 kali 200 senti meter itu. "Vani, kamu kenapa ?" Tanya Siska.

Vania langsung meneteskan air mata lalu duduk di samping Siska, bibirnya terasa sulit untuk ia buka.

"Kamu kenapa ? Apa Tia menghukum kamu lagi ?" Tanya Siska. Ia berpikir kalau Vania mendapat perlakuan kasar lagi dari Tia.

Vania menggelengkan kepalanya "tidak Sis" ucapnya

"Terus kenapa ?" Desak Siska

"Adikku Dita sedang kritis di rumah sakit Sis" ucap Vania di sela-sela tangisannya.

"Ya ampun. Apa telepon tadi pagi adalah dari ibumu ?" Tanya Siska. Ia sempat melihat Vania bicara dengan seseorang melalui telepon. Tetapi ia tidak mendengar apa yang dibicarakan Vania, sebab ia langsung masuk ke kamar mandi yang ada di dapur.

"Hm..." Sahut singkat Vania sambil menganggukkan kepala.

"Coba kamu hubungi ibumu, tanya bagaimana keadaan Dita saat ini" Siska menyodorkan ponsel miliknya kepada Vania.

Dengan tangan gemetar, Vania menekan angka yang ada di layar ponsel itu.

Tu...tu...tu... Suara panggilan masuk

"Hallo" suara serak dari seberang sana.

"Hallo ibu, ini aku Vania" sahutnya

"Iya sayang"

"Ibu bagaimana keadaan Dita ?" Tanya Vania sambil berurai air mata

"Keadaannya sudah lebih baik dari yang tadi. Tapi dokter menyarankan agar Dita secepatnya dioperasi"

"Katakan saja kepada dokternya agar Dita segera dioperasi buk" sahut Vania 

"Biaya operasi adik kamu sungguh besar sayang, ibu tidak memiliki uang sebanyak itu" 

"Berapa kata dokter buk ?" Tanya Vania 

"Untuk biaya operasi saja 350 juta sayang, itu belum masuk biaya rawat inap" sahut dari seberang sana.

Vania menelan salivanya dengan kasar. Jangankan untuk memiliki uang 350 juta. Melihatnya saja Vania belum pernah. Ia hanya pernah menyentuh uang 2 juta, itu pun karena dia bekerja di kafe Permata dan uang itu selalu ia kirim ke kampung untuk biaya pengobatan adiknya Dita. Vania bisa makan dan memiliki uang, itu semua karena Alex memberikan mereka jatah mingguan.

"Tiga ratus lima puluh juta" ucap Vania 

"Iya sayang" sahut ibunya

"Aku akan berusaha untuk mencari pinjaman. Ibu tolong urus Dita dengan baik" mohon Vania. Ia sangat sayang kepada adiknya itu. Ia rela melakukan apapun demi kesembuhan Dita.

"Iya sayang" sahut dari seberang sana.

"Saya tutup teleponnya dulu ya buk ? Jaga dirimu baik-baik" ucap Vania sebelum memutuskan sambungan teleponnya.

"Vani, kamu yang sabar ya ?" Ucap Siska sambil mengelus lengan Vania. Ia merasa kasihan kepada sahabatnya itu. Andaikan dia memiliki uang, ia pasti meminjamkannya kepada Vania. Tapi apalah daya, ia juga anak dari keluarga yang sederhana.

"Iya Sis. Tapi tolong jangan bicarakan ini kepada orang lain. Cukup kita berdua saja yang tahu" mohon Vania kepada Siska.

"Iya, kamu tenang saja, aku tidak akan pernah membuka rahasia tentang keluargamu" sahut Siska "terus apa yang harus kamu lakukan ?" Lanjutnya

"Aku akan mencoba cari pinjaman dari pak Ferdy" jawab Vania. Hanya itu jalan satu-satunya yang ada dalam pikirannya.

"Jangan" larang Siska

"Kenapa Sis ?" Tanya Vania 

"Tidak apa-apa, tapi kalau aku sarankan, jangan meminjam kepada Ferdy"

"Terus aku harus meminjam sama siapa ?" Tanya Vania.

"Sebelum kita dapat pinjaman. Kamu pakai uangku dulu. Aku masih memiliki uang tabungan, mungkin masih ada 10 juta lagi. Berikan itu kepada ibumu untuk biaya pengobatan Dita" tawar Siska. Ia benar-benar tulus untuk membantu dan memberikan uang yang ia miliki kepada Vania.

"Tidak Sis, jika aku memakai semuanya  ! Terus apa uang kamu" tolak Vania. Ia tidak tega untuk menerima semua uang Siska.

"Kamu jangan pikirkan itu, dua hari lagi aku sudah menerima gaji dari tempat kerjaku. Itu sudah cukup untukku"

"Sis...." Panggil Vania sambil memeluk Siska. Ia menumpahkan air mata di pundak sahabatnya itu. Vania tidak pernah berpikir akan memiliki teman sebaik Siska.

*

*

*

*

*

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Yuliana Yuliana
Siska sahabat yg baik
goodnovel comment avatar
Werdan Werdan
mudah2an regina menjadi sahabat yang baik
goodnovel comment avatar
siti alawiyah
Siska sahabat yg baik tanpa pamrih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status