Home / Romansa / Sukses setelah ditalak Tiga / Rejeki super nomplok

Share

Rejeki super nomplok

Author: Rianievy
last update Last Updated: 2024-07-05 11:55:33

Hai hai ... jangan lupa tinggalkan jejak ya ... 😊✌

_______

"Mal, bisa bawanya?" Keira menoleh ke adiknya yang memanggul karung berisi bahan belanjaan untuk pesanan nasi box 100 porsi. Lagi-lagi Kemal yang dijadikan asisten pribadi Keira. 

"Bisa. Jalan aja, Mbak, lo bisa bawanya, kan?" Kemal memperhatikan kakaknya yang dikedua tangan menenteng plastik berisi dus, sendok, tisu. 

"Bisa." Keira terus berjalan hingga ke parkiran motor. Mereka saling menatap saat tiba di depan motor Kemal. 

"Mbak, ini harus dua kali balik, gimana?" Karena motor Kemal hanya motor bebek matic biasa, bukan yang besar, tak muat untuk menaruh belanjaan. 

"Gue naik angkot aja, deh, Mal. Masih ada jam segini, kan?" Keira melihat jam tangan di pergelangan tangan kiri. Masih jam delapan malam. Keira dan Kemal belanja di pasar yang memang ramai jika malam, selain itu harga juga murah. 

"Yaudah gue ikutin di belakang angkotnya." Bagaimana juga Kemal mengkhawatirkan sang kakak. Ia lalu menuju kentoko kelontong, meminta tali rafia untuk ikat karung berisi belanjaan sayuran di jok belakang. Kemal tak meminta gratis, ia memberikan uang dua ribu rupiah walau pemilik toko melarang, namanya sama-sama jualan, tetap aja tak cuma-cuma. 

Karung sukses terikat kencang, Keira naik angkot ke arah komplek rumah mereka, nanti dari sana Keira bisa jalan kaki hingga sampai rumah, atau dijemput Kemal lagi setelah menaruh karung belanjaan di rumah. 

Keduanya tak ada rasa malu, sudah biasa dan tetangga juga tau jika keluarga Keira bukan orang yang sudah susah, malah tak mau usaha. 

Keira dan Kemal tiba di rumah dengan selamat. Tadi sepulang bekerja, Keira segera ganti baju dengan kaos dan celana traning panjang untuk ke pasar. "Kei, Bapak bantuin sini. Lipetin dus sama taruh alas plastiknya." Bapak langsung duduk di atas karpet, sofa ruang tengah sudah di geser Kemal mepet dinding, jadi lega ruangan itu yang tak besar juga ukurannya. Sedangkan ibu membongkar belanjaan dari dalam karung bekas beras. 

Keira menggelar koran bekas cukup banyak, jadi sampahnya mudah dirapikan, tak berceceran di lantai. Ia berganti celana pendek, segera duduk melantai bersama ibu. Kemal makan dulu sebelum bantu memasukkan sendok plastik dan tisu ke dalam plastik bening ukuran 1/4. 

"Ayamnya udah Ibu cuci bersih, tadi minta sama tukang ayam langganan kita satu ekor dipotong enam. Dia kaget, Kei, dapet orderan banyak dari kita. Malah katanya kalau kamu sering dapat pesanan, harga bisa miring," tukas ibu yang mulai mengupas kentang lalu direndam dalam baskom berisi air supaya tidak hitam karena teroksidasi. 

"Aamiin, mudah-mudahan banyak nanti," cengir Keira. 

"Mbak, mending buka catering. Siapa tau orang-orang komplek pada mau langganan. Gue juga sebentar lagi kelar, selama belum dapat kerjaan, gue yang anter-anterin, nggak apa-apa." 

Mendengar itu Keira menatap adiknya lekat. "Nggak malu emangnya?" 

"Kenapa malu. Emang dosa kalau sarjana belum kerja ditempat beken terus jadi tukang antar catering? Santai, Mbak." Kemal lanjut makan hanya dengan telur ceplok pakai kecap. 

"Tapi gue kan, kerja kantoran." Keira kembali lanjut menyingai bawang merah dan bawang putih. 

"Kalau gitu, sabtu minggu jualan aja. Nanti gue coba cari tau info bazar atau lapak, deh. Kayaknya kemarin si Ervan bahas pas kita nongkrong. Dia sama Tante Tere mau jualan jus viral yang buah-buahnya udah di tata di gelas plastik itu, jadi yang beli tinggal tunjuk. Nah kita jualan makanan."

Keira lalu berpikir sejenak, sambil melanjutkan pekerjaan, ia terus menganalisa. 

"Makanan kayak apa, Mal? Ada ide? Gue suka buntu."

"Mbak Keira kan bisa bikin macem-macem, kita coba yang sederhana dulu, misalnya ... mmm ... apa ya?" Kemal berpikir juga. 

"Kei, kamu bisa bikin menu aneka pasta, 'kan? Itu aja. Bahan bakunya yang biasa aja kalau tempatnya juga biasa, tapi kalau di car free day yang banyak orang berduit, baru deh pilih bahan yang premium."

"Gitu, ya, Bu. Yaudah lo coba cari info deh, Mal."

"Oke, besok gue ke tempat Ervan." Kemal beranjak, makanannya sudah habis dan ia mencuci piring juga. Keira terus mencari ide memasak apa. Spagety sudah banyak, apa lagi kira-kira? Sambil menyiangi sayuran dan mulai memasak beberapa bahan ia terus mencari inspirasi. 

Pukul dua belas malam, Keira sudah selesai membuat ayam ungkep untuk menu ayam bakar kalasan. Bumbu oles ia pisahkan menumisnya supaya tidak tercampur air kaldu, ia selalu punya cara untuk membuat makanannya lain dari rasa dengan teknik yang ia lakukan. 

Bapak menyiapkan oven besar milik Keira yang seringnya digunakan saat menjelang lebaran untuk membuat pesanan kue kering. Oven dengan panas dari gas elpiji disimpan bapak dengan apik di garasi rumahnya, ditutupi terpal biar tetap bersih. 

"Mal, bantuin Bapak setting ovennya," perintah Keira yang memindahkan ayam-ayam ke dalam baskom besar. Kemal beranjak, berjalan ke garasi meninggalkan sapu ijuk yang sedang ia pakai untuk menyapu lantai. 

"Kentangnya udah Ibu goreng semua, tinggal kamu bumbuin nanti pagi. Istirahat dulu, Kei." Ibu menepuk bahu putrinya. Keira mengangguk. Menu yang ia siapkan tak muluk-muluk, menu nasi ayam bakar kalasan dengan sambal goreng kentang, sambal terasi goreng, lalapan, semur daging dan tumis soun jamur. Sesuai dengan harga lima puluh ribu perpaketnya. 

"Ia, Bu, sebentar Kei masak semur dagingnya sampai nyemek aja, baru pagi-pagi agak dikeringin lagi." Demi menghemat waktu, Keira akan memanggang ayamnya di oven, supaya bebas arang juga. Wangi ayamnya memang beda, tapi tekstur dagingnya basah jadi juicy saat dimakan. 

Keira mengambil bantal dari dalam kamarnya, ia letakkan di atas karpet. Ia rebahkan tubuhnya, kompor dengan wajan super besar masih menyala, sengaja ia sedikit kecilkan apinya supaya tidak cepat menyusut airnya tapi daging tidak empuk. Keira tau teknik memasak yang bahkan menghemat gas. 

Satu jam, lumayan. batin Keira yang mulai memejamkan mata. Ia tak sendiri, ibu ikut tidur menemaninya tapi di sofa. 

***

Harum masakan tercium, Keira bangun pukul setengah dua, tepat waktu. Ia mengaduk daging yang sudah terlihat bumbunya meresap. Setengah jam lagi, setelah itu ia tutup rapat wajan, matikan api, hal itu supaya menahan panas tidak ke mana-mana dan proses pengempukkan daging terjadi. Itu salah satu tekniknya memasak. Jadi tidak buang-buang gas. 

Bapak juga bangun, setelah salat tahajud, mulai memanaskan oven. Bapak sangat bersemangat, bukan karena uang yang Keira hasilkan, tetapi di dalam hatinya jika ini diseriuskan, omsetnya lumayan. 

Tak hanya bapak, Kemal juga sudah bangun. Ia membuat teh hangat lalu mengintip ke wajan. Keira tau, dengan sendok ia ambil bumbu semur, adiknya mencicipi. 

"Terjamin enak, Mbak." Kemal mengacungkan ibu jari. Semua mulai sibuk membantu, Ibu memasak nasi di dandang besar saat Keira menumis untuk bumbu sambel goreng kentang, semua bekerja sama dengan kompak tanpa diminta. 

Jam sembilan pagi, tak terasa sudah selesai. Semua siap. Keira juga sudah mandi, berpakaian rapi, jauh dari tampilannya saat memasak yang memakai celana pendek, kaos, celemek, dengan serbet di pundak. Sekarang Keira cantik dengan kemeja longgar warna putih, celana jeans, sepatu wedges lima senti. 

Kemal ia ajak ke kantornya. Mumpung adiknya tak ada kegiatan, sekaligus memastikan semua pesana  nasi box aman. Kei juga melebihkan lima porsi, sengaja takut ada yang kurang. Ia bahkan mengajak Kemal ikut hadir di acara ulang tahun bosnya, jika di sana makanan yang disuguhkan bukan masakannya tapi menu buffet dari salah satu catering langganan artis. Kei tak masalah, masakannya habis dibagikan ke orang-orang sebagian dan setengahnya anak-anak yatim piatu yang diundang. 

Rima dan Ambar bahkan mendapatkan satu jatah yang tersisa, mereka memilih mencicipi masakan Keira di pantry. 

"Kei! Enak banget! Gue mau dong pesen semur dagingnya sekilo buat stok di rumah!" cicit Ambar. 

"Boleh. Bilang aja kapan, nanti gue masakin." Keira cengengesan. Pintu pantry terbuka lagi, sekuriti menghampiri. 

"Mbak Keira, dipanggil Pak Bos di ruangannya." 

Keira segera beranjak, ia berjalan ke ruangan bos besarnya alias direktur utama. Kemal sudah ke bawah, memilih menunggu di kantin karyawan samping kantor. 

Setelah mengetuk pintu, ia melihat bosnya mengangguk. Keira berjalan perlahan. "Selamat siang, Pak, Bapak panggil saya?" tukasnya sopan. 

"Iya. Kei, makasih untuk nasi boxnya, saya sama istri tadi cicipi, enak masakan kamu. Terjamin. Gini, Kei, eh ... duduk dulu," ajak bosnya. Keira duduk di hadapan pak bos terpisah meja kerja. "Kebetulan cucu saya minggu besok ulang tahun, kamu bisa bikin paket makanan anak-anak, nggak? Sama goodiebagnya sekalian, deh, perpaketnya berapa atur di kamu aja. Cucu saya ulang tahun ke enam, teman-teman sekolahnya yang diundang. Clarisa suka warna pink." 

"Bisa, Pak, saya bisa bikinkan. Untuk berapa anak?" Keira tampak berbinar. 

"Bikin seratus paket, saya mau undang anak yatim piatu lagi. Maaf mendadak, Kei. Itu istri saya, biar lanjut bahas sama dia, ya, saya ketemu staf lain dulu." Pak bosnya beranjak, berganti istrinya yang memuji masakan Keira. Obrolan bisnis berlanjut. 

Pulang dari kantor, Keira menyeret Kemal lagi ke pasar, mereka belanja kebutuhan besok. Ide kreatif Keira juga muncul, ia mendesain kartu ucapan yang nantinya ia gantung dengan tali coklat di tiap tas berisi makanan. Ia print di rumah, lalu ditempel atas karton manila warna pink. 

Ibu dan bapak makin bersemangat, mereka memasukan aneka snack dan minuman teh kotak juga susu. Sementara Keira mulai menyiapkan bahan untuk membuat macaroni panggal saus keju leleh. Perpaket ia hargai empat puluh ribu, istri bosnya tak masalah apalagi snack dan makanannya berbahan premium. Sedang asik memasak, Kemal memanggil jika ada seseorang yang mengantarkan paket untuk Keira. 

"Ya, saya Keira," ucapnya dengan wajah penuh keringat karena sedang di dapur. 

"Ini, Mbak, kiriman Pizza."

"Iya, dari siapa, ya, Pak?" 

"Saya nggak tau, Mbak. Cuma delivery aja," tukasnya. Keira menerima dua box pizza ukuran besar di tangannya. Tak mungkin mantan suaminya yang kirim. Ia membawa masuk pizza itu, meletakkan di meja makan. 

Dalam keadaan bingung ia tetap memasak, siapa yang kirim? Sok misterius banget. Pikirnya. 

Dilain tempat, tak jauh dari rumah Keira. Seseorang mengulum senyum, ia salah tingkah sendiri di dalam mobil, hal itu membuat empat cowok lainnya keherannya. 

"Muncul, lah. Sok misterius, lu! Cemen amat!" tegur temannya. 

"Cantik banget dia, asli gue degdegan. Gini amat suka sama cewek spek bidadari." Lelaki itu memegang dada kirinya yang berdebar tak karuan. 

bersambung,

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dwi Dwi
nh siapa tu
goodnovel comment avatar
Abdi Utie
pengagum rahasia...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sukses setelah ditalak Tiga   Jalan terakhir

    Met baca 🌿__________Kemal dan Ines berada di kampung halaman hampir satu minggu. Semua berubah semenjak bapak pergi untuk selamanya. Apalagi setelah tau bapak ternyata merestui juga membagi-bagi warisan.Diam-diam juga bapak merupakan pewaris tunggal keluarganya yang merupakan juragan tanah di sana. Semua diceritakan ibu di depan keluarga.Kemal sendiri tak bangga mendapat warisan, toh ia sudah kaya raya. Warisan dari bapak justru ia serahkan ke Ines, terserah mau diapakan. Untuknya Ines lah warisan berharga dari bapak untuknya. Itu sudah lebih dari cukup."Nes, jadi pulang siang ini?" Suara ibu terdengar sedih. Ines menoleh, ia sedang berdiri menatap foto keluarganya saat ia masih remaja dulu terpasang di dinding ruang keluarga."Iya, Bu. Kemal udah lama nggak kerja. Ibu mau ikut ke Jakarta?" ajaknya. Ibu berjalan mendekat, menggeleng pelan."Ibu ke Jakarta kalau kamu melahirkan, ya." Tangan ibu mengusap perut putrinya. "Ibu senang kamu bisa hamil diusiamu yang nggak muda tapi Ibu

  • Sukses setelah ditalak Tiga   Ines pingsan

    Met baca 🌿__________Kemal segera membantu Ines berkemas, ia sendiri sudah sejak tadi merapikan pakaiannya ke dalam tas koper."Ayo, sayang," ajak Kemal bicara dengan begitu lembut. Ines duduk mendongak, menatap suaminya nanar. "Ayo, kita pulang." Kemal tersenyum. Ines berdiri pelan, menggandeng tangan Kemal.Kemal meminta pak Darmo segera berangkat bersama putranya untuk menemani selama perjalanan darat karena Kemal dan Ines naik pesawat. Mereka akan lama di sana sehingga pak Darmo diajak setelah izin dengan Reynan meminjam sopir anak-anaknya."Mas Kemal nanti di sana siapa yang jemput?" Pak Darmo harus memastikan."Ada keluarga Ines, kalian hati-hati ya. Saya sudah transfer untuk bensin, tol dan jajan Bapak sama Ado." Kemal membuka pintu taksi. Ado membantu membawakan tas kecil milih Ines yang isinya beberapa barang penting."Hati-hati, Mbak, Mas," tukas Ado."Makasih, Do," jawab Ines pelan.Perjalanan mereka tembuh sambil terus diam namun kedua tangan mereka tak lepas saling meng

  • Sukses setelah ditalak Tiga   Pulang

    Met baca 🌿______Kemal tak henti tersenyum semenjak tiba di rumahnya. Ines langsung lanjut nonton drakor di kamar setelah mandi dan memakai daster."Kamu mau ke mana?" tegur Ines walau matanya menatap ke layar tablet di atas pangkuannya. Ines merebahkan diri di atas ranjang, terlihat sangat malas beranjak."Mau beli buah. Kamu harus banyak makan buah, Nes," jawab Kemal masih mematut diri di depan cermin. Ia meraih sisir di atas meja rias, merapikan rambutnya yang basah setelah mandi."Ngapain sisiran, rambut kamu rapi sendiri. Lurus banget gitu." Kalimat yang diucapkan Ines terdengar seperti dumelan, lagi-lagi bicara tanpa menatap suaminya."Biar rapi aja," sahut Kemal lagi."Biar dilihatin cewek lain barang kali."Kemal diam. Ia meletakkan sisir kembali ke tempatnya lalu melihat istrinya dari pantulan cermin. "Cemburu?" gumam Kemal tapi menahan senyuman saat bicara."Sorry, ya, nggak tuh!" Ines menyelimuti diri setengah badan kembali fokus nonton."Masa, sih, hormon ibu hamil bikin

  • Sukses setelah ditalak Tiga   Kemal Syok

    Met baca 🌿_________Kemal begitu bahagia saat ulang tahunnya dirayakan bersama keluarga di rumahnya. Tak lepas ia tersenyum sambil sesekali menunjukkan kemesraannya dengan Ines yang justru terlihat sedikit sendu.Seharian ia kepikiran bapak dan ibu, ia coba kirim pesan singkat ke bapak tapi tidak dibaca. Saat ke ibu, ibu hanya bilang kalau bapak tidak mau tau urusan juga apa yang terjadi dengan Ines.Ia anak perempuan, hubungan dekat dengan bapaknya sudah erat dari kecil. Perlahan pudar semenjak Ines ngotot merantau ke Jakarta dan kota besar lainnya hingga tersangkut kasus besar.Katon menghampiri Ines di dapur saat adiknya sedang merapikan piring dan gelas yang sudah kering, ia masukkan ke lemari dapur dengan rapi."Besok kalau Mas sempat, Mas ke rumah Bapak. Coba bicara lagi, ya."Ines diam, dengan wajah sendu menunjukkan balasan pesan singkat yang dikirim ibu. Setelah Katon baca ia hanya bisa menghela napas panjang."Maafin Bapak ya, Nes," tukas Katon."Ada juga aku, Mas, yang ha

  • Sukses setelah ditalak Tiga   New Job

    "Kapan kita mau ke rumah Bapak Ibu, Mal?" Ines baru selesai menyiram tanaman di depan rumah saat Kemal memakai sepatu bersiap kerja."Mau kamu kapan?" Kemal masih menunduk."Terserah kamu. Aku hopeless.""Nggak boleh gitu. Aku cek jadwalku ke Raja, kalau kerjaan aman jumat ini kita ke sana, mau naik apa? Kereta atau pesawat?""Terserah."Kemal mendongak, menatap istrinya yang berdiri menggulung selang."Jangan terserah, Nes." Ia lantas berjalan mendekat. Merapikan rambut Ines yang sedikit acak-acakkan karena angin. "Kita harus kompak."Ines memeluk manja Kemal, ia memang tak yakin jika bapak mau melihat usaha mereka meminta restu. Kemal mengusap pelan punggung Ines, ia tau galaunya Ines karena sudah sebulan menikah tapi bapak sama sekali tidak berkabar. Anak perempuan mana yang tidak sedih."Aku kerja, ya, kamu mau di rumah aja apa jadi ke tempat Mbak Keira? Ervan bilang mereka butuh orang buat auditing keuangan, kamu bisa, kan?"Ines melepaskan pelukan, berjalan ke arah teras meraih

  • Sukses setelah ditalak Tiga   Belanjaan manten baru

    Met baca 🌿_____________Tamu kerabat dekat dan teman kerja sudah pulang sejak beberapa waktu lalu. Tak sampai lima puluh orang yang hadir. Kemal duduk sambil menikmati kopi sore yang dibuat Keira, diam menatap lurus ke tatanan taman bunga yang cantik atas tangan diri Keira."Gue tau perjuangan lo baru dimulai, tapi jangan lihatin ke Ines, kasihan dia." Keira duduk tepat di sebelah Kemal."Salah nggak sih, Mbak? Kalau jadinya begini?""Nggak ada yang salah atau benar, Mal. Udah jalannya dan yang penting lo bisa ubah pelan-pelan. Kapan berangkat bulan madunya?""Tiga hari lagi. Nyamain jadwal terbang Mas Katon, Ines mintanya gitu."Keira merangkul bahu sang adik, lalu ia bersandar pada pundak tegap Kemal. "Ibu bahagia banget. Dari tadi senyum, ketawa dan kelihatan bangga lo nikah juga, Mal. Nggak jadi perjaka tua," kekeh Keira. Kemal pun sama, kedua bahunya bergetar pelan lalu meraih jemari tangan kanan Keira."Mbak, makasih selalu marahin gue kalau gue salah langkah. Maaf lo jadi die

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status