Share

Bab. 4 Upik Abu Menjadi Sultan

Saat keluarga Melinda sedang asyik berbincang. Mbak Santi datang dan berucap dengan sinis, "Piring-piring kotor sudah numpuk didalam Mel. Oh iya bu sekalian bantuin anaknya ya,"

Pak Kusuma seketika melotot, begitupun dengan pak Wowo mereka saling tatap.

"Ini ada apa Mel? Kenapa kamu menyuruh Melinda? Bukan kah kamu kakak iparnya Melin?" cecar pak Kusuma.

"Iya benar saya kakak iparnya. Saya juga tau kalau bapak adalah bapaknya Melinda," balas mbak Santi tanpa rasa bersalah telah memerintah iparnya.

"Lalu kenapa kamu menyuruh anak dan istri saya? Bukan kah disini ada pembantu?" ucap pak Kusuma lagi berusaha menahan emosinya.

"Ada sih, tapi dia lagi sakit. Gak tau kapan sembuhnya, jadi untuk sementara Melinda yang menggantikan tugas-tugasnya," ucap mbak Santi berlalu masuk kedalam tanpa menoleh kearah pak Kusuma yang sedang diambang kemarahan.

Pak Kusuma terlihat sangat marah, dia memperlakukan putrinya seperti sultan dirumahnya. Sedangkan dirumah mertuanya, putrinya dijadikan upik abu.

"Apakah kamu diperlakukan seperti ini setiap hari Mel?" tanya pak Kusuma meminta penjelasan.

Melinda terdiam, dia bingung harus menjawab bagaimana. Jika berkata jujur takut membuat kedua orangtuanya kecewa, dan jika berbohong takut perlakuan mereka makin menjadi.

"Kenapa diam? Dimana Yusuf? Apakah dia sudah berangkat bekerja sepagi ini?" Ucap pak Kusuma. Mungkin pak Kusuma akan meminta penjelasan kepada menantunya.

Melinda masih diam, dia tak tau harus berbuat apa. Karna dia belum menceritakan semuanya kepada suaminya, Yusuf. Yusuf belum mengetahui perangai keluarganya.

"Mel!!! Buruan dong. Sarapan juga belum ada nih!!" teriak mbak Santi lagi dari dalam.

"Jangan masuk Mel. Biar bapak yang urus. Enak saja minta dilayani. Apakah mereka tidak tau siapa kita?" ucap pak Kusuma sudah tak bisa membendung amarahnya.

Sorot mata pak Kusuma sudah bisa menjelaskan bagaimana kemarahannya sekarang. Suasana halaman rumah menjadi tegang, pak Kusuma merogoh ponsel dari saku celananya. Tapi saat menghubungi Yusuf berkali-kali tak bisa terhubung.

"Dimana suami mu Mel? Kenapa ponselnya tidak bisa dihubungi?" tanya pak Kusuma kepada putrinya.

"Mel, bapak tanya suamimu dimana? Kenapa tidak dijawab?" tanya pak Kusuma lagi berusaha meredam amarahnya.

"L-lagi dinas, keluar kota pak!" jawab Melinda setengah ketakutan.

Pak Kusuma berdecak pelan, "Awas saja jika Yusuf sengaja mengabaikan telpon bapak!"

"Pak mungkin saja mas Yusuf sedang bekerja. Makanya tak menjawab telpon dari bapak. Lebih baik ibu dan bapak masuk kedalam dulu, biar Melin buatkan minum," bujuk Melinda kepada bapak dan ibunya.

"Gak Mel. Bapak gak akan masuk sebelum bicara dengan suami mu!" kekueh pak Kusuma.

Melinda melirik kearah ibunya, meminta bantuan agar ibunya membantu untuk meredam amarah bapaknya. Tapi sang ibu tak mengerti, ibunya malah menyuruh bapaknya menghubungi Yusuf terus-menerus.

"Mungkin Yusuf gak dengar pak. Coba telpon lagi," titah ibu Marisha.

Pak Kusuma langsung menghubungi Yusuf lagi karna perintah istrinya. Sedangkan Melinda hanya bisa menghembuskan nafas kasar.

"Nah sudah tersambung!" ujar pak Kusuma memberitahu istrinya.

"Hallo Yusuf! Kemana saja kamu? Sengaja ya mau menghindar dari bapak?" cecar pak Kusuma begitu telpon tersambung.

Melinda tak dapat mendengar jawaban apa yang dikatakan oleh Yusuf. Karna pak Kusuma tak mengaktifkan loudspeaker ponselnya.

"Halah! Tak usah mengada-ngada kamu. Bapak sudah melihat sendiri kalau kakak kamu memperlakukan Melinda seperti pembantu. Ada ibu dan pak Wowo juga disini!"

Pak Kusuma terus mencecar menantunya. Sedangkan ibu Marisha menyentuh lengan Melinda. Sepertinya ada sesuatu yang ingin dibicarakannya.

"Kenapa kamu tidak bilang kepada bapak dan ibu kalau keluarga suamimu memperlakukan mu seperti pembantu Mel?" tanya ibu Marisha meminta penjelasan kepada putrinya, "Kamu putri satu-satu nya yang kami miliki. Kamu kami besarkan penuh kasih sayang, kenapa kamu mau diperlakukan begitu sama keluarga suamimu? Apakah kamu ingin membuat bapak dan ibu sedih Mel?"

Saat Melinda ingin menceritakan semuanya kepada ibunya. Tapi terhenti karna teriakan mbak Santi, "MELINDA!!! LAMA BANGET!! KAMU BUDEG KAH?"

"Nah kamu bisa dengar sendirikan? Pokoknya bapak gak mau tau, besok kamu harus pulang," Kekeuh pak Kusuma tak mau dibantah lagi.

"Kamu tuli ya Mel? Dari tadi ku suruh masak buatku dan mas Riko tapi sampai sekarang belum dikerjain," bentak mbak Santi didepan kedua orangtua Melinda.

"Kamu cacat? Atau kedua tangan mu patah? Sampai gak bisa masak sendiri?" ucap bu Marisha buka suara, "Kok enak banget nyuruh anak kami masak? Itukan suamimu, jadi kamu sebagai istri harusnya yang memasak untuknya, bukan Melinda,"

"Karna pembantu sedang sakit makanya nyuruh Melinda!"

"TAPI ANAK KAMI BUKAN PEMBANTU!!!" bentak ibu Marisha tak kalah keras dengan mbak Santi, "Jangan kurang ajar kamu ya! Anak kami bukan pembantu! Kecuali jika kamu dan suamimu itu cacat, baru kami bisa maklum,"

"Melinda disini menumpang dengan suami. Jadi wajar dong jika saya minta bantuan untuk memasak dan beres-beres disini. Toh dia juga tinggal disini. Jika bapak dan ibu merasa keberatan, sekalian aja bapak dan ibu bantuin Melinda," ucap mbak Santi mengejek.

Ibu Marisha tambah geram dibuatnya, "Saya mau tanya kepada kamu, apa salah Melinda kepadamu? Kenapa kamu melakukan ini kepadanya?"

"Karna memang Melinda pantas diperlakukan begitu, lihat saja dasternya. Sangat sesuai dengan pembantu. Dia hanya beruntung karna dinikahi oleh adikku Yusuf. Dari upik abu diangkat jadi sultan, jangan mimpi. Sekali upik abu tetap aja upik abu," ucap Mas Riko menimpali karna baru muncul diambang pintu.

Perkataan mas Riko menambah situasi semakin panas, pak Kusuma dan bu Marisha hanya dapat mengelus dada.

"Kalian manusia atau setan?" kecam ibu Marisha menunjuk kewajah mbak Santi dan mas Riko.

"Loh kok marah? Emang kenyataan nya kalian itu upik abu kan? Tuh lihat saja, ibu dari kampung pergi ke kota hanya memakai daster saja. Gak punya baju bagus kah? Sudah lah kalau memang kenyataannya begitu gak usah marah, kami maklum kok. Buktinya saja saat pernikahaan Yusuf dan Melinda aja dilangsungkan sangat sederhana. Padahal kalian minta mahar yang gede, dikemanain mahar nya itu?" tawa mas Riko mengejek, "Jadi jangan salahkan kami begini. Sudah untung kami mau menampung Melinda disini,"

"Maaf mas, jadi mas dan mbak menyimpulkan mbak Melinda ini seorang upik abu hanya karna daster yang ia kenakan? Begitukah?" tanya pak Wowo angkat bicara karna kesal mendengar majikannya direndahkan.

"Ya begitulah. Apakah kamu gak dengar dari tadi? Atau mungkin kamu juga budeg sama seperti Melinda? Memangnya kamu ini siapa sih?" tanya mas Riko tak suka melihat kehadiran pak Wowo.

"Saya sopir pribadinya keluarga pak Kusuma. Jika mas dan mbak menyimpulkan kalau mbak Melinda itu keturunan upik abu, maka saya tegaskan mbak dan mas salah besar. Karna kekayaan yang dimiliki kekuarga Kusuma jauh lebih besar dari kekayaan yang keluarga mbak dan mas miliki. Rumah ini hanya seujung kuku dari harta mereka," tegas pak Wowo.

"Haha, apa aku gak salah dengar mas? Dia bilang sopir pribadinya keluarga Melinda? Hello kalau menghalu jangan disini pak," ejek mbak Santi tertawa keras.

"Palingan dia hanya sopir rental yank. Mana ada sejarahnya upik abi menjadi sultan," ucap mas Riko.

"Gak sopan banget mulut kalian! Apa perlu saya bungkam mulut mereka pak?" tanya pak Wowo meminta persetujuan kepada majikannya.

"Halah upik abu sok-sokan mau bungkam mulut orang. Ini nih kebanyakan halunya, upik abu menghalu menjadi sultan. Pakai mau bungkam mulut orang segala," ledek Riko lagi.

"Benar-benar ya kalian! Kalian gak tau siapa pak Wowo apa? Saya sudah terlatih dan bersertifikat resmi. Saya sopir sekaligus bodyguard keluarga Kusuma. Untuk membungkam mulut kalian sangat mudah bagi saya," ucap pak Wowo menatap sengit kearah mas Riko dan mbak Santi.

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status