Bik Ramlah sepertinya mendengar hinaan kepada Melinda tadi. Dia pun langsung menyuruh majikan nya untuk istirahat.
"Mbak istirahat saja dikamar. Biar saya saja yang mengerjakan semua ini. Nanti kalau mbak Santi nanya saya tinggal bilang kalau mbak Melinda capek," ujar bik Ramlah tak tega melihat Melinda yang terlihat pucat."Iya bik. Makasih ya," balas Melinda langsung melangkah menuju kamarnya. Dia sangat lelah fisik dan batinnya. Melinda juga gak mau terjadi sesuatu kepada janin yang dikandungnnya.Melinda langsung merebahkan tubuh nya dikasur, merenggangkan otot-otot yang sudah mulai kaku. Baru ingin memejamkan mata, dering diponselnya menghentikan keinginannya. Terpampang nama ibunya di ponsel, lekas Melinda menjawab panggilan dari sang ibu."Assalamualaikum, bu," ucap Melinda ketika telpon sudah tersambung."Waalaikumsalam nak. Bagaimana kabarmu?""Alhamdulillah Melin baik bu. Ibu dan bapak juga apa kabar?""Kami juga baik Mel,""Syukurlah kalau begitu. Oh iya ibu ada apa menelpon Melin malam-malam begini?" tanya Melinda penasaran."Gak ada apa-apa kok Mel. Ibu hanya mengabarkan kalau ibu dan bapak ada di Jakarta, malam ini kami menginap di guess Safira. Dan rencananya besok kami mau berkunjung kerumah mu, bolehkan?""Boleh dong bu. Tapi ibu gak bercandakan?" tanya Melinda memastikan."Gak dong Mel. Ibu dan bapak udah rindu berat sama kamu, sudah dua bulan kita gak bertemu. Makanya habis dari Jepang kami langsung mau kerumahmu," ujar ibu Marisha. Ya Marisha adalah nama ibunya Melinda dan Kusuma nama bapaknya.Melinda mengobrol dengan kedua orangtuanya lewat telpon. Mereka tak sabar untuk melepas rindu esok hari. Setelah panggilan berakhir Melinda meletakkan ponselnya diatas nakas. Dia bersiap untuk berlayar kealam mimpi.Tok,, tokk,, tokk suara ketukan pintu luar kamarnya menggurungkan niatnya untuk istirahat lagi."Mel!! Buka pintunya!!" teriak mbak Santi gak sabaran.Mau tak mau Melinda pun terpaksa membuka pintu kamarnya, "Ada apa sih mbak? Aku capek mau istirahat,""Istirahat kamu bilang Mel? Tuh cucian piring numpuk, kamu cuci dulu baru istirahat," ucap mbak Santi memerintah."Kenapa aku lagi mbak? Kan ada bik Ramlah?"Mbak Santi melotot horor, "Kamu budeg atau apa Mel? Kamu gak dengar kah teriakan bik Ramlah tadi? Bik Ramlah jatuh dari kamar mandi, kaki terkilir dan memar,""Apa bik Ramlah jatuh? Kok bisa mbak?" Melinda tersentak kaget."Udah gak usah banyak tanya. Kamu cuci semuanya. Aku mau tidur dulu sebelum mas Riko pulang, nanti tidurku gak maksimal," ucap mbak Santi berlalu meninggalkan Melinda.Mendengar bik Ramlah jatuh, Melinda langsung melangkah menuju kamar pembantunya. Ia sangat khawatir dengan pembantunya itu yang kira-kira usianya seusia dengan ibu Marisha."Bik, bik gak papa?" tanya Melinda berdiri di depan kamar bik Ramlah."Gak papa kok mbak. Hanya bengkak dan sedikir memar saja, mungkin besok juga sembuh," ucap bik Ramlah sesekali menunjukkan raut wajah kesakitan."Ini pasti sakit sekalinya bik. Kok bisa terpeleset bik?" tanya Melinda lagi."Bibik juga gak tau mbak. Sepertinya ada yang naruh air bekas cucian baju disana. Jadikan lantainya licin banget, untung saja bukan mbak Melinda yang jatuh," ujar bik Ramlah menjelaskan.Ternyata begitu mulia hati bik Ramlah, disaat dia sakit masih saja bersyukur dan peduli dengan majikannya."Bentar ja bik," Melinda langsung keluar dia mengambil es batu freezer untuk mengompres kaki bik Ramlah. Cara sederhana seperti itu sering diajarkan oleh ibunya, Marisha.Melinda langsung menyentuh kaki bik Ramlah dan mengompresnya."Gak usah mbak. Biar bibik aja yang ngompres sendiri," tepis bik Ramlah.Melinda tak menghiraukan bik Ramlah. Dia terus mengompres kaki pembantunya itu."Udah bibik istirahat aja. Biar pekerjaan bibik aku yang kerjakan,"Meski sebenarnya badan Melinda terasa capek banget tapi dia tak tega melihat bik Ramlah bekerja dengan kaki yang masih sakit. Melinda mencuci dan membereskan ruangannya bekas acara mbak Santi.Ting.. Toonng bel rumah berbunyi. Karna satpam rumah izin pulang kampung dan bik Ramlah sedang sakit. Jadi terpaksa Melinda lagi yang harus membukakan pintu."Tunggu!!" teriak Melinda setengah berlari."Lama banget sih," ketus Mas Riko suaminya mbak Santi. Dia melongos memasukan mobilnya tanpa mengucapkan terimakasih tak menghiraukan siapa yang sudah membukakan pintu untuknya.Dengan sabar Melinda mengusap dadanya, dia menutup kembali pintu gerbang rumah mereka setelah mobil milik Riko memasuki pekarangan rumah."Nih bawain sekalian!" perintah mas Riko lagi melempar tasnya kearah Melinda."Taruh diatas meja kerjaku!" tambahnya lagi langsung pergi ke kamarnya."Bau apa ini?" ucap Melinda ketika mencium bau aneh dari tas mas Riko. Karna penasaran, Melinda pun mendesul-desul tas kerja Riko, "Hem bau alkohol ini mah. Apakah mas Riko minum-minuman keras?"***Kicau burung sudah terdengar merdu, matahari juga sudah menampakkan wajahnya. Melinda juga sudah terlihat mengepel teras rumahnya. Saking asyiknya, ia tak mendengar suara mobil memasuki halaman rumahnya."Loh kamu lagi ngapain nak?" sebuah suara mengagetkan Melinda. Tapi bagi Melinda suara ini sudah tak asing lagi, dia pun langsung menoleh kearah pemilik suara itu. Dan dugaan nya benar, pemilik suara yang mengagetkannya itu adalah suara ibunya.Mata Melinda berbinar bahagia, "Ibu? Kok pagi sekali kemarinya?""Ibu sudah tak sabar ingin bertemu dengan mu. Makanya ibu mendesak bapak habis sholat subuh tadi langsung kemari," jawab ibu Marisha langsung memeluk putrinya.Melinda celingukan, "Ibu kok sendirian? Dimana bapak?""Ada tuh diluar sama pak Wowo lagi nurunin barang. Ibu melihat pintu gerbang gak dikunci makanya kami langsung masuk aja. Kenapa kamu ngepel sendiri? Gak ada pembantukah disini Mel?""Ada kok bu. Cuman lagi sakit aja, kemarin bik Ramlah habis jatuh dari kamar mandi. Kaki nya terkilir jadi gak bisa jalan," jawab Melinda."Duh kasian sekali ya Mel. Udah kamu duduk aja disana, biar ibu yang lanjutin ngepelnya," ucap ibu Marisha mengambil alih pekerjaan Melinda.Melinda sempat menolak tapi ibunya tetap kekueh mengambil alih pekerjaan putrinya. Baru saja ibu Marisha mengepel lantai, mbak Santi keluar dari dalam rumah."Loh ibu bukannya ibunya Melinda kan?" tanya mbak Santi."Iya benar. Mbak ini kakaknya Yusuf kan?" balas ibu Marisha menyodorkan tangannya untuk mengajak mbak Santi bersalaman tapi mbak Santi tidak membalasnya. Alhasil ibu Marisha menarik kembali tangannya."Hem, ibu dan anak memang cocok mengerjakaan pekerjaan ini. Gak heran sih. Udah terusin aja pekerjaannya," ucap mbak Santi berlalu masuk kembali ke dalam rumah."Iparmu kok gitu Mel? Kayak gak berpendidikan aja, jauh berbeda dengan Yusuf," kata ibu Marisha."Udah gak usah dipikirkan bu. Kita masuk aja kedalam yuk, taruh dulu alat pelnya disana," Melinda mengajak ibunya masuk kedalam rumah.Baru saja Melinda hendak menggandeng ibunya. Terlihat bapaknya dan pak Wowo membawa satu buah kardus ditangan masing-masing. Langsung Melinda menghampiri dan mencium pundak tangan bapaknya."Bapak apa kabar? Sehat pak?" tanya Melinda."Sehat dong. Kan mau ketemu anak dan calon cucu," balas bapak dengan semangat 45.Saat Melinda bercakap dengan bapaknya. Ucapan pak Wowo sontak membuat mereka melihat kearahnya, "Loh nyonya ngapain? Kenapa megang alat pel?""Astaga ibu, mau ngapain sih? Gak usah bergaya mau ngepel. Wong dirumah saja tak pernah mengepel," ledek bapak Kusuma, ayahnya Melinda.Ibu Marisha mencebik kesal kearah suaminya, "Bukannya mau bergaya pak. Tadi pas ibu masuk, ibu lihat ankmu sedang mengepel. Makanya ibu inisiatif buat bantuin gitu loh,""Memangnya gak ada pembantukah disini Mel?" tanya bapak Kusuma meminta penjelasan kepada Melinda.Bersambung...Keluarga Yusuf turun dari mobil. Mereka berdecak kagum saat melihat dekorasi pernikahan Melinda kali ini. Sangat berbeda saat pernikahannya dengan Yusuf.Hati Santi berdenyut nyeri kembali, ketika awal mula dia merendahkan Melinda. Hanya karna memakai daster dan menggelar pernikahan dengan sederhana. Dia lalu memperlakukan Melinda seperti Upik Abu yang ternyata adalah seorang Sultan.Mereka langsung mengisi buku tamu, bahkan terpampang banyak papan ucapan dan buket bunga membuat mereka semakin kagum.Saat melihat dekorasi yang begitu bagus, kepala Dina langsung travelling. Dia menduga-duga berapa biaya yang sudah dihabiskan oleh Rio dan Melinda untuk dekorasi ini. Sungguh dia merasa lucu karna sempat ingin bersaing kekayaan dengan Melinda dulu.Mata Yusuf melirik ke sebuah foto besar yang di sebut foto prewedding. Foto itu sepertinya diambil di sebuah pantai. Tiba-tiba Yusuf teringat saat dia menelantarkan mantan istrinya itu."Lihat itu!" bisik Dina pada Yuda. Yuda langsung melirik k
Kolega dan rekan bisnis juga datang berganti, mereka tak sabar ingin mengucapkan selamat kepada Melinda dan Rio.Sakti juga menjadi tamu terhormat disana, sebab dia salah satu pengusaha muda yang sukses. Banyak kaum hawa yang ingin mendekatinya."Samperin! Lamar!" ucap Rio kepada Sakti, sedangkan Melinda sedang berganti pakaian untuk melanjutkan sesi resepsi."Kamu ngomong sama aku?" tanya Sakti seraya menunjuk ke arah hidungnya."Bukan! Sama bujang tua yang gak laku!" ketus Rio membuat Sakti semakin melotot."Mentang-mentang sudah laku. Hemm, ingat! Apa yang kamu dapat sekarang juga ikut andil diriku!" angkuh Sakti seraya menyilangkan kedua tangannya di dada."Haha, sumpah idemu gak guna, Bro! Yang ada, aku seperti ABG labil!" kekeh Rio membuat Sakti menyatukan kedua alisnya."Aku berhasil karna cara ku sendiri, Sakti. Perempuan itu susah di tebak maunya. Makanya ku paksa saja!" ucap Rio masih tertawa bangga."Dipaksa? Yang ada dia ilfeel!""Jangan banyak mikir, sana buruan samperin!
Melinda sedang di rias oleh tim MUA, Marisha dan Maida pun begitu. Di bagian dapur juga hidangan sudah siap. Dan di depan meja sudah tertata rapi. Hampir sembilan puluh persen semuanya selesai, hanya menunggu kedatangan pengantin laki-lakinya saja lagi."Done!" ucap Sesea yang merias wajah Melinda."Cantik sekali kamu!" kata Sesea tersenyum bangga dengan hasil karyanya menyulap wajah Melinda menjadi makin cantik.Asistennya pun ikut tersenyum melihat bos nya sudah selesai berkarya.Maida juga tersenyum puas saat melihat Melinda yang memang benaran sangat cantik sekali. Riasan Melinda memang sangat berbeda dari biasanya. Dia terlihat sangat natural dan cantik. Maklum saja yang meriasnya adalah perias para kalangan artis. Tarif jasa untuk merekuitnya pun cukup mahal. Tapi tidak untuk Melinda dan Rio. Mereka hanya menggunakan uang saku sehari saja untuk meminta jasa Sesea.Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, dan Melinda sudah siap dengan kebaya putih dengan dandanan adat Sunda. Ba
Resa keluar kamarnya setelah selesai mandi, dia menuju kamar Rio. Perlahan tangan nya mengetuk pintu, namun hingga ketukan pintu yang kesekian kali tak ada jawaban juga.Resa meraih hendle pintu dan membuka pintu kamar. Nampak di dalam kamar masih gelap dan tidak ada aktivitas apapun. Itu menandakan sang penghuni kamar masih terlelap.Sebuah selimut tebal masih teronggok di atas kasur. Resa meraba selimut itu dan menyingkapnya sedikit.Sang cucu tercinta yang akan melaksanakan akad nikah hari ini, ternyata masih terbuai dalam alam mimpi. Resa tersenyum seraya menatap wajah tenang Rio yang masih menutup mata dengan sempurna."Hari ini kamu mau menikah, padahal baru kemarin rasanya Oma menggendongmu," ucapnya pelan seraya tangan Resa membelai wajah Rio.Rio tiba-tiba membuka mata dan terkejut saat mendapati neneknya sudah duduk di sampingnya."Oma?" ucap Rio seraya mengerjapkan mata, terlihat Resa tersenyum ke arahnya. Sejak dulu, Rio memang jarang menyusahkannya. Berbeda dengan Reza.
Hari ini Rio dan Melinda melakukan foto prewedding di pantai. Mereka sudah menginap sejak semalam. Dan pagi ini sebelum matahari menampakkan sinarnya. Melinda sudah siap di dandani oleh tim MUA.Sesi foto pertama, Melinda mengenakan dress berwarna maron hingga menyentuh mata kakinya. Dengan meneteng topi e di tangannya. Sedangkan Rio mengenakan baju dan celena pendek yang senada dengan baju Melinda. Mereka menggunakan latar hamparan laut yang luas. Dan berpose menghadap ke arah matahari terbit.Kemudian di sesi berikutnya, Melinda mengenakan gaun pernikahan warna gold dan Rio mengenakan kemeja putih dibalut dengan toxido hitam. Kesan mewah dari baju mereka begitu terlihat.Fotografer yang mereka sewa juga berkerja keras dengan totalitas. Berbagai pose dilakukan, bahkan sang fotografer harus tiduran untuk mendapatkan foto terbaik.Pose terbaik adalah saat Melinda dan Rio berada di balik karang yang di hantam oleh ombak, dan airnya menyiprat seperti air terjun. Mereka berpose sangat bag
Rio berjalan sembari berkari dari parkiran. Sebab sempat terkena macet tadi saat di jalan menuju rumah sakit. Kini dia terlembat sepuluh menit.Lobby rumah sakit yang ramai juga membuat moodnya berantakan. Karna menghalangi jalan menuju ruangannya. Sesampainya di ruangan, Rio menghembuskan nafas kasar. Karna sudah banyak pasien yang menunggu kedatangannya. Dia langsung mengerjakan tugasnya untuk menangani berbagai keluhan pasiennya. Hingga tiba waktu istirahat, dia melangkah ke kantin rumah sakit untuk mencari secangkir kopi. Dia butuh kafien untuk mengembalikan moodnya.Baru saja melangkah beberapa langkah, tangan nya di cekal oleh seseorang."Yo!""Jelita? Ngapain kamu kesini?" tanya Rio seraya melirik ke arah tangannya yang di cekal oleh Jelita. Perempuan yang menjadi sahabat Rio sejak SMA, dia pernah menyatakan perasaannya pada Rio. Namun Rio tak pernah membalas perasaan Jelita."Aku sengaja kesini!" kata Jelita seraya menatap lekat ke arah Rio."Ngapain? Aku mau ke kantin! Mau