Share

Chapter 8 : kau tidak akan bisa lari dariku, Nona.

   "Bagaimana keadaan istana?"tanya Dastan pada pria yang berjalan bersamanya. Ia adalah Gurmet. Tangan kanan Dastan.

   Mereka berdua tengah berjalan di sepanjang koridor Kastil persinggahan sembari membicarakan beberapa hal terkait dengan kerajaan Farabi. Kerajaan yang dipimpin oleh Dastan.

   Kastil persinggahan sendiri adalah tempat peristirahatan Dastan. Tempat di mana ia menghabiskan waku luangnya atau ketika ia hendak pergi berburu, ia akan menginap di kastil persinggahan. Tempat tersebut merupakan hadiah dari Sultan Fahreezan III untuk  Dastan saat pertama kali dirinya menjabat sebagai sultan Kerajaan Farabi. 

   Kastil persinggahan kerap menjadi tempat berkumpulnya seluruh rahasia Dastan. Kastil tersebut bahkan memiliki banyak hal tersembunyi dibandingkan Istana Galall. Karena itulah, Dastan selalu memperketat penjagaan di sekitar kastil.

   Tempat itu juga sengaja dibuat di pinggir hutan agar terkesan sedikit rahasia. Karena bagaimanapun juga, kastil persinggahan adalah tempat yang sangat penting untuk Dastan. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mengunjunginya. Jika orang asing datang tanpa seizin Dastan ke kastil persinggahan, maka sudah bisa dipastikan ia keluar tidak dalam bentuk yang utuh 

   "Semuanya baik-baik saja, Sultan. Keadaan di Istana terpantau kondusif. Para politikus juga tidak tampak melakukan hal yang mencurigakan karena ada Ahmed pasha yang selalu memantau mereka. Sejauh ini, saya rasa tidak ada hal yang perlu anda khawatirkan, Sultan."jelas Gurmet.

   Dastan menganggukkan kepalanya paham. "Bagaimana dengan penjagaan di Istana? Keamanan di sana harus diperketat selagi aku berada di kastil persinggahan."

   "Semuanya sesuai perintah anda, sultan. Namun, alangkah baiknya jika anda kembali ke Istana sesegera mungkin untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan."ucap Gurmet.

   "Tenang saja, aku akan kembali ke Istana segera setelah urusanku usai. Ya, mungkin sekitar 3-4 hari lagi. Kau tidak perlu khawatir, semuanya akan baik-baik saja."ujar Dastan seraya menepuk pelan pundak Gurmet. Pria itu tersenyum hangat.

   Dastan menolehkan kepalanya ke samping dan langkah pria itupun terhenti saat ia menyadari bahwa mereka berdua berada di depan kamar Cansu saat ini. Pintu kamar wanita itu sedikit terbuka sehingga menampakkan isi dalamnya.

   Dari tempatnya berdiri, Dastan dapat melihat sosok Cansu yang tengah duduk termenung di dekat jendela. Wanita itu tampak memikirkan banyak hal sehingga membuat wajahnya tampak sendu.

   Dastan memperhatikan penampilan wanita itu. Cansu sudah tidak lagi mengenakan pakaian aneh yang begitu kotor. Rambutnya juga tak lagi berantakan. Ia tampak cantik dengan abaya sutra bewarna navy yang ia kenakan. Rambut hitamnya dibiarkan tergerai namun, masih terkesan rapi. Sekejap, Dastan dibuat mematung di tempatnya karena mengagumi perubahan penampilan wanita itu.

   "Sultan?"panggil Gurmet sopan saat melihat Dastan yang tiba-tiba membisu. Pria itu menatap keheranan pada tuannya yang diam menatap ke dalam sebuah kamar. Namun, sedetik kemudian Gurmet mengerti dengan apa yang terjadi pada Dastan saat ia melihat seorang wanita cantik tengah termenung di tepi jendela.

   Gurmet mengukir senyum penuh arti. Ia paham bahwa Sultannya itu tengah terkesima dengan paras cantik wanita yang ada di dalam sana. Ia pun sebenarnya juga begitu, namun Gurmet mencoba untuk tidak terlalu menunjukkannya. 

   "Sultan, hamba izin permisi."ucap Gurmet yang membuat Dastan tersadar dari lamunannya. Pria itu kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Gurmet seraya mengangguk setuju. Setelah mendapat izin, Gurmet segera beranjak dari sana. Meninggalkan Dastan yang kembali menatap Cansu.

 ***

   Sudah hampir satu jam Cansu berdiam diri di tepi jendela. Kedua matanya menatap ke arah halaman belakang kastil di luar jendela. Pikiran wanita itu melayang kemana-mana. Lagi dan lagi semua peristiwa yang telah terjadi membebani pikirannya.

   Cansu masih saja mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Ucapan Emine terus saja terngiang di telinganya. Membuat keadaan semakin buruk. Kini ia punya hal baru yang menambah beban pikirannya.

   Apa benar dirinya mengalami perjalanan lintas waktu dan berakhir di masalalu? Sungguh, semuanya benar-benar membuat Cansu sakit kepala. Semakin ia mencoba mencari tahu, semakin pula ia merasa semuanya kian menjadi tidak jelas. Membuat wanita itu benar-benar muak dengan apa yang tengah ia hadapi.

   Cansu benar-benar merasa menyesal karena keputusannya untuk tetap tinggal di Istana. Harusnya, setelah ia selesai mengajar murid-muridnya, ia langsung kembali pulang. Dengan begitu, ia tidak akan bertemu dengan pria aneh seperti Gandhi. Dan ia tidak akan berada di situasi aneh seperti saat ini. Tidak akan ada Dastan dan seluruh prajuritnya. Tidak akan ada pula kamar mewah dan kastil dengan penampilan yang begitu indah.

   Cansu menghela napasnya lelah. Tidak ada gunanya lagi ia menyesal. Toh, semuanya tidak akan berubah dengan ia menyesalinya. Lebih ia mencoba menerima kenyataan yang tengah ia hadapi. Dan mencari solusi untuk semua masalahnya. Semakin cepat ia tahu titik dari semua masalah yang terjadi pada dirinya, semakin cepat pula ia keluar dari dunia aneh ini.

   Wanita itu menolehkan kepalanya. Ia memandang ke arah pintu dan terkejut ketika melihat sosok Dastan berdiri di sana. Pria itu diam saja sembari menatap lurus dirinya.

   Cansu bertanya-tanya sejak kapan Dastan berdiri di sana. Dan bagaimana pula ia bisa tidak menyadari kehadiran pria itu. Terlalu asik termenung membuat Cansu lupa pada keadaan sekitarnya.

   Wanita itu bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekati pintu. Langkahnya sedikit sulit karena abaya panjang yang ia kenakan. Namun, perlahan tapi pasti Cansu akhirnya sampai di depan Dastan.

   "Kau memerlukan sesuatu?"tanya Cansu pada Dastan yang terus saja menatapnya. Jujur saja, apa yang dilakukan oleh Dastan membuat wanita itu sedikit gugup.

   "Aku ingin meminta maaf."jawab Dastan setelah cukup lama membisu.

   "Maaf? Untuk?"

   "Kemarin aku sempat membentakmu."jawab Dastan singkat.

   Cansu terperangah. Wanita itu perlahan tersenyum. "Tidak apa-apa, aku sudah memaafkanmu. Lagian pula, aku tidak terlalu memikirkannya. Aku mengerti jika kau sedang kesal. Mungkin aku akan melakukan hal yang sama jika aku berada di posisimu saat itu."

   "Bukan berarti aku sudah sepenuhnya percaya padamu. Aku hanya bersikap seperti yang seharusnya. Soal kepercayaan, itu adalah masalah yang berbeda."ujar Dastan yang membuat senyuman Cansu hilang seketika.

   "Baiklah, aku mengerti."ucap Cansu.

   Dastan menganggukkan kepalanya. Pria itu kemudian beranjak dari sana. Namun, baru beberapa langkah ia berhenti dan kembali menatap Cansu.

   "Kau bisa berjalan-jalan keluar jika kau merasa bosan berada di dalam kamar terus menerus. Karena kau bukanlah seorang tahanan, maksudku belum menjadi seorang tahanan."ucap Dastan yang membuat Cansu sedikit terkejut.

   "Kau tidak takut aku akan melarikan diri?"tanya Cansu.

   Dastan menyeringai. Ia kembali mendekat ke arah Cansu. Seringaiannya membuat wanita cantik itu seketika terdiam. 

   "Kau tidak akan bisa melarikan diri dariku, Nona. Tidak akan bisa."

   

   

   

   

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status