“Mari Bu!” Perawat mempersilahkan aku masuk ke sebuah ruangan yang dilengkapi berbagai macam alat medis. Perempuan berwajah manis itu mulai memberikan beberapa intruksi dan melakukan tindakan. Aku hanya pasrah saja menerima apa yang ia lakukan kepadaku. Dan tidak lama kemudian darahku sudah dialirkan ke sebuah kantong khusus dengan menggunakan selang kecil.“Sudah Bu!”Entah sudah beberapa lama aku terbaring di tempat itu dan entah berapa pula darahku yang sudah dikuras. Aku segera bangkit dan menurunkan lengan bajuku dan bersiap meninggalkan ruangan itu.“Boleh saya menjenguk suami saya, Sus?” tanyaku sebelum berlalu.“Boleh Bu! Ibu silahkan masuk ke ruangan flamboyan nomor 27. Suami Ibu sudah dipindahkan kesana.” sahut sang suster dengan ramah.“Dari sini Ibu jalan lurus, nanti ada belokan ke kanan Ibu ikuti dan disanalah ruangan flamboyan 27.” Sambungnya sambil menunjuk arah yang harus aku tuju.“Baik Sus, terima kasih!” ujarku sambil meninggalkan senyuman manisku untuknya.Aku me
Vista sibuk mengetik angka-angka yang disebutkan oleh Kang Wirna. Kalau tidak salah itu adalah nomor kontak milik Tati. Aku ingat dari empat angka terakhir yang disebutkan oleh Kang Wirna karena nomor kontak itu pernah aku simpan di ponselku sebelum Kang Wirna memblokir dan menghapusnya.“Baiklah Pak, saya akan memanggil dengan panggilan video agar mereka bisa melihat langsung keadaan Pak Wirna.” ucap Vista yang dijawab anggukkan lemah kepala Kang Wirna. Aku tahu dirinya tidak begitu yakin kalau keluarganya akan memberikan perhatian lebih. Dulu sewaktu Kang Wirna masih bersamaku, dirinya pernah curhat tentang keluarganya yang tidak begitu care kepada dirinya.Namun pada kesempatan kali ini aku mau lihat langsung apakah yang diceritakan Kang Wirna itu benar atau hanya sekedar drama.Tuuut...tuuut....tuuuut...Panggilan dimulai dan aku segera mengambil jarak agar wajahku tidak tertangkap oleh kamera ponsel milik Vista.“Hallooo... Assalamulaikum...!”Kudengar Vista membuka pembicaraan de
“Hai, Mois! Maaf harus menunggu lama.” Sapaku kepada Mois begitu aku dan Vista sudah berdiri di hadapannya.Mois mengangkat wajahnya. Entah mengapa pandangan mata lelaki itu kini tidak seperti biasanya. Bahkan aku melihat bagaikan ada bara api disana. Semoga aku salah.“Hm, aku memang ditakdirkan untuk lama menunggumu, Amel! Gimana? Sudah ketemu dengan suami yang kamu nanti-nanti?” sahut Mois agak janggal di telingaku. Kali ini ucapannya berapikan cemburu. Ooh, semoga aku salah menduga. Aku tidak mau kalau Mois bermain hati denganku. Aku lelah dengan yang namanya cinta. Aku hanya ingin hidup tenang dan banyak teman saja.“Hm, pertemuan ini memang diluar dugaanku Mois. Aku tidak menyangka akan bertemu dengan Kang Wirna dalam keadaan seperti ini.” ucapku sambil menduduki sebuah kursi di depan meja Mois. Vista juga duduk di sebuah kursi di sebelahku.“Tapi kamu merindukannya bukan? Lalu bagaimana perasaanmu melihat keadaannya sekarang? Kasihan..? Senang..? Atau gimana? Yang jelas secara
POV MoisPERNIKAHAN YANG KANDASNama panggilan atau nama kerenku Mois. Padahal nama asliku cukup kuno hehhe.. Abdul Muis. Nama yang diberikan oleh ibuku sejak aku lahir ke dunia ini. Walau pun namaku tergolong kuno, tapi aku tetap berterima kasih kepada ibuku yang telah memberikan nama yang mempunyai arti sangat baik itu. Ibuku tentu menginginkan aku menjadi seorang laki-laki yang sholeh. Namun seiring berjalannya waktu, teman-temanku tidak lagi memanggil namamu ‘Muis’. Aku lebih akrab disapa ‘Mois’. Kata teman-temanku, aku tidak cocok dipanggil Muis karena sikapku yang cendrung keras.Oke wellKetika aku berumur 26 tahun.Aku mencintai seorang gadis cantik bernama Nana. Dimataku Nana begitu sempurna. Wajahnya imut dan hidungnya mancung serta kulitnya sangat putih dan bersinar benar-benar membuat aku cinta mati kepada Nana. Aku benar-benar ingin cepat-cepat mempersunting dirinya. Takut keduluan orang... 😁Tidak terlalu lama berpacaran, hanya tiga bulan lebih beberapa hari saja, aku m
POV MOISSemenjak kegagalan pernikahanku dengan Nana, aku menjadi orang yang apatis pada semua wanita. Eit, ini bukan berarti aku mendadak jadi gay ya... Hahaha.. hanya saja aku belum bisa mempercayai wanita.Apalagi setahun setelah kegagalan pernikahanku itu, ibuku meninggal dunia. Beliau sepertinya ikut syok dengan apa yang telah menimpa pernikahanku dengan Nana.Sebelum meninggal, ibu pernah menyarankan aku untuk menikahi Vista. Namun aku tidak bisa melakukan itu karena aku sudah menganggap Vista bagaikan adikku sendiri.Sepeninggal mama, Vista menjadi tangan kananku di usaha Wedding Organizer (WO) peninggalan ibu. Dialah yang bertugas mengatur segala sesuatu di dalam sementara aku bertugas untuk memasarkan dan menentukan keputusan penting. Aku semakin sibuk mengurus usaha-usahaku. Belum lagi studio gym-ku yang semakin bertambah banyak jumlahnya. Jadi aku harus pandai-pandai mengatur waktu agar semua bisa berjalan dengan baik.Pada suatu hari aku tengah berada di kantor WO peningg
POv Amelia (Uni) Suasana kaku tidak bisa dihindari. Sikap Mois yang tiba-tiba emosian membuat hatiku jadi tidak nyaman.Anak ini kenapa? Bukankah biasanya dia selalu terlihat santai bercanda denganku? Tapi malam ini Mois seperti terbakar cemburu. Huuh...Kucuri pandang ke arah Mois yang sibuk menghembuskan asap rokoknya sambil mengaduk-aduk kopinya yang tersisa separo di dalam cangkir. Semakin kupandang wajahnya, semakin sadarlah diriku bahwa ternyata Mois sangat tampan. Apalagi dalam keadaan marah seperti ini. Mois lebih terlihat macho dan jantan. Ups... Apa-apaan aku ini. Mana boleh aku berpikir sejauh itu di saat suamiku masih tergeletak di atas bangsal rumah sakit. Keadaannya sungguh memilukan. Matanya buta dan kakinya terluka. Oh Kang Wirna...Aku tersentak begitu aku teringat Kang Wirna dan aku segera bangkit dari kursi yang aku duduki. “Mau kemana?”Dengan sigap Mois menghalangi langkahku dan bertanya dengan pandangan kaku.“Mau pesan makanan.” jawabku sambil terus berlalu men
“Kamu yakin bisa pulang sendiri, Mel?” Mois bertanya kepadaku setelah kami bertiga sampai di halaman parkir rumah sakit.“Yah!” jawabku singkat saja.“Baiklah, Vista biar aku yang antar pulang. Kebetulan ada yang akan aku bahas dengannya. Sebetulnya seharusnya denganmu juga Mel, tapi aku lihat kamu tidak fokus saat ini. Jadi, lain waktu saja kita meeting bertiga.” kata Mois yang dibalas anggukan kepala Vista. Aku akhirnya juga ikut-ikutan menganggukkan kepalaku lalu ngeloyor pergi ke arah mobilku dan segera berlalu dari tempat itu mendahului Mois dan Vista.Mobil kukemudikan dengan lambat. Jalanan tampak remang disinari cahaya lampu jalanan yang temaram. Pandanganku semakin mengabur begitu air bening mengembun di mataku. Aku tidak tahu pasti apa yang tengah aku rasakan.Apakah aku sedih? Atau aku masih mencintai Kang Wirna? Hm, jujur, aku malah tidak tahu apa jawabannya.Tidak terasa aku sudah mengemudi cukup lama. Malam semakin sepi karena waktu sudah menundukkan pukul 11.30 hampir
Plak...Dengan sekuat tenaga kutampar wajah lelaki kurang ajar itu. Tapi aku kalah tenaga karena jumlah mereka jauh lebih banyak dari aku yang sendiri.Pupus sudah harapanku untuk bisa mempertahankan kehormatanku. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada aku terus mencoba untuk melawan. Aku berdiri, menendang dan mencakar sebisaku. Namun itu tidak bisa menjamin keselamatanku saat ini. Aku hanya memikirkan bagaimana caranya mencari kesempatan untuk lari dari tempat itu. Sedangkan ketiga laki-laki itu mengurungku dengan sangat rapat.Tiba-tiba...Aauuugh... Buuuuk....Dua orang dari tiga lelaki jahanam itu berteriak dan terlempar hampir dua meter. Dalam keremangan malam itu aku masih bisa melihat tubuh mereka menghantam pohon bakau yang banyak tumbuh di pinggir pantai laut Marina.Belum sempat aku mengenali seseorang yang bagaikan malaikat tiba-tiba menolongku...Ooouuugh...Lolongan kesakitan kembali terdengar menyayat hati. Kali ini lelaki yang tadi hampir saja memperkosaku, menyusul kedua tem