Share

Sumpah Terkutuk bab 5

Entah berapa lama Vino kecil terduduk di depan sebuah rumah, yang sebelumnya adalah tempat tinggalnya itu. Di tepi jalan beraspal, yang semakin lama tak ada seorang pun yang melewatinya.

Karena, selain hari telah larut malam, orang-orang tak mau melewati jalan yang baru saja terjadi keributan dari rumah Dewi tersebut.

Siapa orang yang tak mengenal tentang kejahatan dan kebengisan wanita yang berwajah cantik itu. Beberapa orang memang bersikap baik kepadanya, karena memerlukan bantuan dari Dewi. 

Namun, lebih banyak pula orang yang sangat membenci dan takut kepada perempuan rentenir penghisap darah itu. Dengan memiliki anak buah yang berjumlah delapan orang lelaki bertubuh besar dan berwajah sangar, Dewi tak segan-segan untuk merampas semua harta milik orang yang telah berhutang kepadanya.

Suami Dewi bukannya tak tahu pekerjaan si istri. Tetapi, karena rasa sayang yang berlebihlah, yang membuat ayah Vino tak bisa melarang semua kemauan istrinya.

Beberapa saat kemudian, datang dua orang, yaitu lelaki dan perempuan yang dengan tergesa-gesa mengangkat tubuh ayah Vino. Bocah itu yang tadinya masih tertunduk sambil beberapa kali mengusap air bening di pipi, langsung merasa terkejut juga senang.

Akhirnya, ada juga orang yang bersedia menolong ayahnya di tengah rasa keputus asa-annya, karena lelah meminta tolong kepada setiap orang yang melaluinya.

Sebelum pergi meninggalkan tempat itu, Vino menatap sesaat rumah besar dan mewah yang kini dihuni oleh ibu beserta beberapa anak buahnya.

Gelak tawa terdengar sangat keras dari rumah itu, aroma minuman beralkohol juga tercium. Sepasang mata Vino masih bisa melihat sosok ibunya yang berdiri di ambang jendela.

Ingin sekali Vino memanggilnya, untuk sekedar berpamitan. Tapi, hatinya masih merasa sedih dan sakit atas perlakuan ibunya terhadap ayah dan dirinya tadi.

"Ayo, Nak ... kita harus segera pergi dari sini," ucap si wanita penolong sambil menggandeng tangan kanan Vino.

Sedangkan si lelaki penolong tadi sudah nampak berjalan sambil membopong tubuh ayah Vino. Maka, bocah lelaki itu hanya bisa mengannguk, lalu mengikuti langkah si wanita penolong.

Hanya dengan berjalan kaki, seorang wanita yang menggandeng bocah lelaki, dan seorang lelaki yang memanggul sesosok tubuh, membelah pekatnya malam yang bertambah sunyi.

Tak ada yang bersuara satu orang pun diantara mereka. Malah, sesekali si wanita menggendong Vino yang nampak kelelahan berjalan. Beberapa jarak kemudian, Vino minta diturunkan dari gendongan, karena dia tahu, pasti wanita yang menggendongnya juga kecapekan.

Meskipun tubuh Vino kurus, tetapi dia adalah bocah lelaki. Jadi, dia pun merasa malu bila digendong terus, apalagi Vino belum mengenal lebih jauh si penolongnya itu.

Tibalah mereka di tepi sebuah hutan, setelah hampir dua jam lamanya berjalan. Vino terlihat agak takut, ketika melihat pepohonan yang tinggi dan lebat daunnya di sekitar jalan setapak yang tengah dia lalui itu.

Suara suara menyeramkan pun terdengar oleh Vino. Bunyi burung-burung malam yang terus mengeluarkan suara aneh, serta daun-daun yang bergesek karena tertiup angin, menimbulkan suara yang tak kalah menyeramkan bagi Vino.

"Bi, aku takut," lirih Vino akhirnya, karena tak bisa menahan rasa takut di dalam hatinya.

"Gak ada apa-apa, kok, Nak. Tutuplah matamu, kalau kamu takut. Pegang erat tangan Bibi, ya."

Bocah itu menurut dengan yang diperintahkan si wanita penolong itu. Dipejamkan kedua matanya, lalu mempererat genggaman tangannya, agar tak sampai terlepas dari tangan wanita itu.

"Nah, kita sudah sampai di rumah Bibi. Ayo masuk, Nak," ajak wanita yang berusia sekitar dua puluh tahun itu.

Vino membuka matanya, dihadapannya kini nampak sebuah rumah yang hanya pantas disebut sebuah gubuk. Dindingnya terbuat dari papan kayu yang telah mulai lapuk. Atap rumah tersebut hanya terbuat dari daun nipah kering.

Sambil mengedarkan pandangan,Vino memasuki gubuk itu. Nampak si lelaki penolong membaringkan ayah Vino di balai-balai yang telah usang.

Tak ada perabotan mewah satupun di dalam rumah itu. Tidak seperti di rumah Vino, yang semua peralatan elektronik, hingga peralatan dapur, semuanya serba keluaran terbaru.

"Bi, itu apa?" tanya Vino, saat melihat sebuah benda berbentuk bulat di atas meja bundar yang besar.

Benda itu hanya sebesar bola tenis, tetapi disekitarnya banyak berbagai macam bunga aneka warna. Apalagi, benda yang berwarna hitam itu dikelilingi oleh sinar terang berwarna warni juga.

"Oh ... nanti Bibi beritahu tentang benda itu. Sekarang, kamu bersihkan badanmu dulu, lalu kita makan bersama ya, Nak," jelas wanita berambut panjang itu, sambil berjalan menuju ke ruangan belakang.

Vino pun bergegas mengikuti wanita itu ke ruangan belakang. Sementara itu, si lelaki penolong sedang merawat tubuh ayah Vino dengan seksama.

Setiap luka yang berada di tubuh ayah Vino, dibersihkan, lalu diberi taburan bubuk berwarna kuning. Kemudian, mengganti pakaian yang sudah robek di beberapa bagian akibat ditarik paksa oleh anak buah Dewi.

"Ayah ...!" teriak Vino yang melihat si ayah telah mulai siuman, setelah dia tadi selesai membersihkan diri di bilik mandi.

Meskipun sang ayah hanya mengeluarkan suara rintihan dari bibirnya, tapi Vino terlihat senang. Karena, hal yang ditakutkannya tidak terjadi.

Vino kecil sangat takut membayangkan, bila ayahnya itu tak bisa diselamatkan lagi.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status