Share

Bab 3

Penulis: Krisna
Mawar menjerit dan sekali lagi berusaha melepaskan diri.

Hanya saja, semakin dia melawan, semakin Anton menjadi terangsang, Terutama saat dia menjerit, yang terdengar seperti alunan musik di telinga Anton.

"Nurut saja, jangan nakal ...."

...

Di dalam Gua Iblis.

Dhana perlahan-lahan tersadar kembali.

Saat terbangun, dia terkejut dengan pemandangan di depannya.

Di dalam gua yang remang-remang, cahaya samar memancar dari tengah, memperlihatkan seorang wanita berpakaian jubah merah. Kecantikannya memesona dan memikat.

Wanita itu bagaikan bidadari dari surga, kecantikannya tiada tara.

"Di mana ini? Di mana aku?"

Dhana menatap wanita itu, suaranya gemetar.

Wanita berbaju merah itu membuka bibir merahnya, menjawab dengan tenang, "Ini Gua Iblis. Kamu dilempar ke sini."

"Jadi, kamu iblis itu?" tanya Dhana, menyadari bahwa pikirannya kini jernih. Dia tidak bodoh lagi.

Wanita itu tersenyum dan mengangguk. "Anggap saja begitu."

Jawaban itu membuat Dhana merinding.

"Jadi, kamu makan orang-orang dan binatang yang jatuh ke sini? Cerita itu benar?"

Wanita itu tersenyum, tidak memberikan jawaban langsung.

"Aku yang bantu kamu menyembuhkan kebodohanmu, tapi kamu malah menuduhku? Abaikan dulu masalah ini. Ada takdir yang mengikat kita. Aku akan memberimu keberuntungan besar, agar kamu sukses dan sejahtera seumur hidup. Baik itu uang atau perempuan, semuanya bisa kamu dapatkan. Apa kamu bersedia?"

Harta dan wanita, pria mana yang tidak menginginkannya?

Dhana akhirnya mengerti situasinya. Wanita ini telah menyembuhkan penyakit mentalnya. Dia kini tidak bodoh lagi. Mana mungkin dia menolak? Dia mengangguk dengan antusias. "Ya, ya, ya! Dengan senang hati."

Wanita cantik itu mengangguk puas dan tersenyum. "Sebelum kuberikan, aku mau menceritakan sebuah kisah."

"Namaku Laras Teratai. Julukanku Kaisar Dewa Teratai di Alam Dewa."

"Dua ribu tahun yang lalu, terjadi bencana di Alam Dewa. Ribuan penghuni Alam Dewa tewas atau terluka parah."

"Aku dijebak, dikalahkan, lalu jatuh ke duniamu dan masuk ke gua ini, terjebak sampai sekarang."

"Saat aku jatuh, Teratai Sumber Jiwa dan Teratai Kesadaran Jiwa milikku juga tersebar jatuh di duniamu."

Saat wanita itu menyebut teratai, Dhana menunduk menatap liontin batu giok di dadanya yang berbentuk bunga teratai. Tapi ternyata liontin itu sudah ada di tangan Kaisar Dewa Teratai.

Kalung giok ini pusaka keluarga yang diwariskan turun-temurun. Konon katanya itu benda jatuh dari langit.

Sampai di sini, Kaisar Dewa Teratai melanjutkan, "Teratai di lehermu itu Teratai Sumber Jiwa milikku. Tapi, Teratai Kesadaran Jiwa-ku hancur menjadi sembilan kepingan, masing-masing diambil oleh sembilan gadis yang cantiknya tak tertandingi."

"Aku ingin mewariskan semua ilmuku kepadamu, tapi aku punya satu syarat. Kamu harus membantuku menemukan semua kepingan Teratai Kesadaran Jiwa."

Selama bertahun-tahun ini, hidup Dhana benar-benar menderita. Terlepas dari apakah dia mampu melakukannya atau tidak, dia setuju lebih dahulu dan buru-buru mengangguk sambil tersenyum.

"Aku akan memenuhi apa pun permintaanmu."

Melihat persetujuan Dhana, Kaisar Dewa Teratai mengangguk puas.

Dengan lambaian tangannya, dia menuangkan pengetahuan misterius yang tak terhitung jumlahnya ke dalam pikiran Dhana. Dhana merasa sakit kepala yang hebat dan hampir pingsan.

"Teknik Rahasia Langit Kesembilan, Jarum Neraka 18, Mata Roh Teratai, Dimensi Teratai, Teknik Hipnotis, Teknik Kutukan, Teknik Awet Muda ...."

Begitu banyaknya pengetahuan yang luar biasa membuat Dhana kewalahan.

"Kondisi fisimu terlalu lemah. Aku sudah menanamkan Tulang Naga Agung ke dalam tubuhmu, dan darahmu juga sudah diganti dengan darah Phoenix Emas Langit Sembilan."

"Di seluruh dunia ini, kamu nggak tertandingi."

"Dari kesadaranmu aku merasakan bahwa sebenarnya kamu tidak bodoh, tapi dipukuli sampai jadi bodoh. Pergilah dan balas dendam pada orang itu."

"..."

Dhana masih memegangi kepalanya yang seakan mau meledak karena sakit luar biasa.

Dia hampir tidak mendengar apa yang dikatakan Kaisar Dewa Teratai.

Setelah beberapa lama, rasa sakit itu perlahan mereda.

"Terima kasih, Kaisar Dewa Teratai. Terima kasih, Guru."

Dhana berlutut di tanah, membungkuk tiga kali kepada Kaisar Dewa Teratai, lalu menggosok matanya dan mendongak menatap wanita itu.

Apa yang dilihatnya membuat mata Dhana melebar.

Wanita berbaju merah yang tadinya cantik berubah menjadi nenek tua berambut putih. Kulitnya keriput dan kendur, tubuhnya lemah dan rapuh, hampir ambruk.

Seandainya bukan karena jubah merah itu, Dhana hampir tidak yakin bahwa wanita tua itu adalah orang yang sama dari sebelumnya.

"Guru, kenapa kamu jadi begini?"

Kaisar Dewa Teratai menjawab dengan suara lemah dan lelah, "Dhana, aku sudah menghabiskan sisa sumber jiwaku untuk mewariskan semua keahlian kepadamu."

"Takdir kita kini terikat bersama."

"Dalam tiga tahun, kamu harus menemukan semua Teratai Kesadaran Jiwa-ku dan menyatukannya. Hanya dengan begitu aku bisa bangun."

"Kalau lewat waktu tiga tahun, kita berdua akan mati!"

"Ada paviliun harta karun di dalam Dimensi Teratai. Aku akan masuk ke sana untuk hibernasi. Di sana, ada pengetahuan yang nggak terhitung jumlahnya. Kalau ada sesuatu yang sulit kamu pahami, pakai kesadaran jiwamu untuk masuk ke paviliun harta karun dan cari pengetahuan yang bisa membantumu ...."

Suara Kaisar Dewa Teratai makin lama makin lemah, sedangkan bunga teratai di tangannya makin membesar, lalu menelan tubuh wanita itu.

Dengan mata membelalak, Dhana menyaksikan teratai itu menyusut kembali menjadi sebesar jempol sebelum terbang masuk ke inti energi yang ada di perutnya.

Pemandangan itu membuat Dhana terpaku.

Dia menyentuh perutnya, tidak menemukan apapun yang aneh.

Butuh waktu lama bagi Dhana untuk kembali tersadar.

"Tenanglah, Guru. Aku akan menemukan kepingan terataimu dan membangunkanmu kembali."

Saat tubuh Kaisar Dewa Teratai memasuki Dimensi Teratai, seluruh Gua Iblis pun kembali diselimuti kegelapan total.

"Gawat, aku keluar lewat mana?"

Dhana benar-benar terpaku dalam kegelapan pekat di sekitarnya.

Legenda mengatakan bahwa Gua Iblis tidak memiliki dasar. Dhana tidak tahu di mana posisinya sekarang dan bagaimana dia bisa keluar.

"Tunggu, bukannya aku punya Mata Roh Teratai?"

Dhana mencoba membuka mata roh dengan pikirannya.

Setelah percobaan singkat, Dhana sangat gembira.

"Wow! Mata Roh Teratai ini luar biasa kuat. Benar-benar bisa menembus kegelapan! Keren!"

Dhana spontan berseru karena senang. Teriakannya bergaung di seluruh gua, memudar dari dekat ke jauh dan bergema cukup lama.

"Berarti, semua yang diwariskan Kaisar Dewa Teratai kepadaku itu nyata? Aku benar-benar ditakdirkan untuk mendapat keberuntungan besar?"

Dhana mengepalkan tinjunya dan memukul ke arah depan.

Bum!

Dengan gemuruh yang menggelegar, lereng gunung bergetar hebat.

Batu-batu besar berjatuhan, meninggalkan kawah raksasa pada tanah di depannya.

"Astaga! Mengerikan sekali!"

Dhana menarik napas dalam-dalam. Itu hanya pukulan biasa, tapi kekuatannya begitu besar hingga hampir membuat seluruh gunung runtuh!

"Nggak, aku harus menahan kekuatanku. Kalau nggak, satu pukulan saja bisa menghancurkan gajah."

Dhana sangat gembira dan terkagum-kagum dengan kekuatannya sendiri.

Sebuah pertanyaan muncul di pikiran Dhana: jika Kaisar Dewa Teratai membuatnya sekuat ini dengan mewariskan kultivasi kepadanya, artinya wanita itu jauh lebih kuat lagi. Jadi, kenapa tidak bisa keluar dari gua ini setelah ribuan tahun?

Setelah berpikir sejenak, Dhana mengerti.

Tanpa Teratai Kesadaran Jiwa, Kaisar Dewa Teratai tidak bisa mengerahkan kekuatan penuhnya.

Dhana bertekad untuk menemukan Teratai Kesadaran Jiwa milik Kaisar Dewa Teratai secepat mungkin, untuk membangunkannya kembali.

Beberapa saat kemudian, Dhana melihat seberkas cahaya yang samar.

Di mana ada cahaya muncul, pasti itu jalan keluar.

Segera, dia tiba tepat di bawah sumber cahaya. Tempat tersebut sangat lembap, bekas-bekas air menghiasi tanah di sekitar.

Jika menengadah, lubang tersebut tidak lebih besar dari biji kacang. Berdasarkan perkiraannya, Gua Iblis memiliki kedalaman setidaknya seribu meter.

Bagaimana cara keluar dari gua yang begitu dalam?

Dhana mengaktifkan Teknik Rahasia Langit Kesembilan, lalu melompat ke udara.

Yang membuat Dhana terkejut, dia melompat keluar dari gua, bahkan mampu mengendalikan kecepatan dan arahnya saat berada di udara.

"Inikah yang disebut terbang melintasi langit dan menyelam menembus bumi? Luar biasa!"

Dhana berseru kagum sambil melayang di udara.

Baru saat inilah dia sepenuhnya mengerti maksud Kaisar Dewa Teratai yang mengatakan, "Kamu nggak tertandingi di seluruh dunia ini."

Dengan kekuatan yang tak tertandingi, ditambah dengan begitu banyak teknik dalam warisan itu, Dhana yakin kesuksesannya akan segera dimulai.

Belasan detik kemudian, dia melompat keluar dari Gua Iblis.

"Gawat! Kak Mawar dalam bahaya!"

"Aku harus selamatkan Kak Mawar!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sungguh Nikmat Jadi Tabib Desa!   Bab 50

    "Kalian bertiga, kenapa nggak hajar dia?"Dhana menatap ketiga pria yang berlutut di tanah dan memberi mereka perintah dengan tenang. Tentu saja, Jono yakin Dhana tidak mungkin bisa memerintah anak buahnya.Tapi, peristiwa yang benar-benar mengejutkan kembali terjadi.Seperti kerasukan, tiga pria itu melompat berdiri secepat kilat. Mereka menyingsingkan lengan baju dan mengencangkan otot, melancarkan serangan brutal kepada Jono, menghujani tubuhnya dengan pukulan dan tendangan.Tubuh Jono membeku kaku. Suaranya tersangkut di tenggorokannya. Tak peduli seberapa keras dia dipukuli, dia tidak bisa berteriak.Saat itulah Jono akhirnya mengerti.Kejadian kerasukan di pasar dan perkelahian barusan, semuanya ulah Dhana.Jono menatap Dhana, matanya memohon belas kasihan.Setelah satu menit, Dhana mencabut mantra hipnotisnya.Dalam sekejap, ketiga anak buah Jono kembali berlutut di hadapannya, masing-masing menampar wajah mereka sendiri."Bang Jono, kami beneran kerasukan.""Bang Jono, tolong a

  • Sungguh Nikmat Jadi Tabib Desa!   Bab 49

    "Sialan, sedang apa kalian? Ah!"Jono berteriak, mengayunkan tinju ke arah salah satu anak buahnya. Dalam sekejap, dia membuat pria itu terjatuh ke tanah.Namun, anak buah yang terjatuh itu seperti kerasukan, langsung bangkit kembali begitu menyentuh tanah dan mengayunkan tinjunya lagi kepada Jono.Dua orang lainnya juga melancarkan serangan dengan keras.Akhirnya, keempat pria itu bergulat bersama.Suara pukulan, tendangan, serta jeritan ketiga pria itu datang silih berganti.Jono yang sendirian menghadapi tiga lawan, segera merasa kewalahan.Menyaksikan para pria itu berkelahi, Dhana hanya tersenyum dingin. 'Kalau kalian masih angkuh, biarkan saja kalian berkelahi lebih lama.'Ayo, pukul. Pukul sekeras-kerasnya.Ratna berdiri di belakang Dhana, wajahnya membeku karena ngeri.Dia benar-benar tidak mengerti mengapa empat orang itu tiba-tiba saling menyerang.Secara logika, ketiga anak buah Jono tidak akan pernah berani menyerang bos mereka sendiri.Tapi, nyatanya mereka terjebak dalam

  • Sungguh Nikmat Jadi Tabib Desa!   Bab 48

    Suaranya manis dan sangat merdu.Berkat teriakan mereka berdua, beberapa orang berkumpul di sekitar.Dalam waktu sepuluh menit, mereka menghasilkan beberapa ratus ribu.Meskipun beberapa orang curiga tentang keaslian ikan karena harganya yang terlalu murah, mereka tetap membeli karena tergiur harga murah.Keadaan berangsur-angsur membaik. Dhana menghela napas lega.Saat Dhana sedang sibuk, Jono datang dengan anak buahnya, menyerbu dengan marah.Dhana mengerutkan kening saat melihat rombongan itu mendekat.Para pengganggu ini perlu diberi pelajaran. Kalau tidak, mereka akan terus mengganggunya tanpa henti.Peringatan sebelumnya tampaknya belum cukup.Meskipun Dhana telah menakuti mereka, Jono dan anak buahnya mungkin belum menyadari apa yang terjadi. Jika sudah sadar, mereka tidak akan berani mengejar ke sini."Gawat, Jono datang lagi."Ratna bergumam dengan gemetar melihat Jono dan orang-orangnya."Jangan khawatir, mereka nggak akan bisa bikin masalah."Dhana berbalik dan melindungi Ra

  • Sungguh Nikmat Jadi Tabib Desa!   Bab 47

    Apa yang terjadi?Di luar pasar, tidak jauh dari sana.Dhana dan Ratna memarkir sepeda motor di tepi jalan dan mulai menjajakan barang dagangan mereka lagi. Meski tidak banyak orang di luar, mereka berhasil menjual beberapa ekor ikan.Dalam sepuluh menit, mereka menjual lima ekor ikan lagi.Namun, Dhana sangat tidak puas dengan kecepatan ini.Muatan mereka beratnya lebih dari 500 kilogram. Jika terjual seluruhnya, bisa menghasilkan setidaknya 20 juta.Tapi, jika penjualannya selambat ini, kapan seluruh muatan akan terjual? Sepeda motor mereka tidak dilengkapi dengan peralatan oksigenasi.Jika terlalu lama, ikan-ikan itu akan kehabisan oksigen dan mati. Lalu harganya akan anjlok drastis.Bahkan, mungkin saja tidak ada yang mau beli.Dhana sudah bekerja keras menangkap ikan-ikan berkualitas tinggi ini. Dia tidak ingin, hanya karena kejadian tak terduga tadi, dia gagal menjual ikan-ikannya.Ratna berdiri di samping, sama-sama merasa cemas.Dibandingkan dengan harga jual ikan, dia lebih kh

  • Sungguh Nikmat Jadi Tabib Desa!   Bab 46

    Jono mengerutkan keningnya dan melirik para anak buahnya di samping, lalu menyadari bahwa mereka juga berdiri terpaku, sama sepertinya.Pemandangan itu membuat keringat dingin membanjiri punggung Jono sekali lagi.Kenapa situasinya jadi aneh seperti ini?Apa yang sebenarnya terjadi?Dia tidak bisa bergerak saja sudah gawat, kenapa anak buahnya juga sama, tidak bisa bergerak dan bicara?Sulastri ikut menyaksikan pemandangan mengejutkan itu.Apa yang sebenarnya terjadi?Dengan sikap biasanya, Jono tidak akan mungkin membiarkan dua orang itu pergi. Muatan sepeda motor itu berisi ikan senilai lebih dari 20 juta.Mana mungkin dia biarkan mereka pergi begitu saja?Sulastri memberi isyarat kedipan mata kepada Jono, tapi Jono dan anak buahnya tetap membeku, tidak bergerak sama sekali.Sulastri merasa cemas, tapi tidak bisa apa-apa.Dia tidak bisa mengingatkan Jono di depan semua orang untuk menghentikan sepeda motor itu dan lanjut memaksa meminta uang.Dhana duduk di atas sepeda motor roda tig

  • Sungguh Nikmat Jadi Tabib Desa!   Bab 45

    "Sulastri yang dagang ikan itu sepupunya Bang Jono. Jelas, si Sulastri yang panggil Bang Jono ke sini.""Dua anak muda ini dalam masalah besar."Setelah menerima warisan, kondisi fisik Dhana mengalami transformasi total. Tulang-tulangnya digantikan oleh Tulang Naga Agung, dan darahnya menjadi darah Phoenix Emas Langit Sembilan.Oleh karena itu, indra penciuman dan pendengaran Dhana melampaui manusia biasa. Percakapan antara pedagang tetangga terdengar jelas di telinganya.Tidak heran Jono datang begitu cepat.Ternyata Sulastri yang memanggilnya.Bahkan di pasar kecil ini, politiknya sangat kuat.Memang, di mana-mana pasti ada politik.Menyaksikan Jono dan anak buahnya bersikap sangat angkuh, Dhana hanya tersenyum simpul. "Bang Jono, aku cuma jualan buat hari ini. Aku bisa kasih 40 ribu. Kalau kamu mau 14 juta, aku nggak punya."Jono bersandar pada bak muatan sepeda motor, memandang ikan-ikan di dalamnya. Matanya langsung berkilat dengan keserakahan.Lalu dia menatap Dhana."Nggak punya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status