Share

02. Kerjaan Si Susi Millikiti

last update Last Updated: 2022-12-24 02:57:11

Baiklah, kalian seperti benalu kok di rumah orang miskin, benalu itu di rumah orang kaya, ini nggak bisa dibiarin , pokoknya aku akan  membuat mereka nggak ke sini lagi pelitnya minta ampun malah kita lagi yang dibilang pelit!” rutuknya dengan kesal.

 

Setelah selesai makan mereka bersantai ria duduk di teras rumah, walaupun rumahnya kecil tetapi teras dan halaman rumah kontrakan Suratmin sedikit luas.

 

Terdapat dua buah kursi yang terbuat dari kayu itu, menselonjorkan kedua kakinya yang terasa pegal tadi karena duduk bersila, membuat Siska yang hamil besar sedikit merasa rikeks di tempat itu.

Angin yang datang hilir mudik membuat Suratman dan Siska malas beranjak dari tempat duduknya seakan-akan mereka pemilik kontrakan itu.

“Sus, enak juga ya di rumah kontrakan kamu, biar dikatakan kecil, sumpek, bau, dan kotor kalau sudah ada angin sepoi-sepoi bawaannya ngantuk melulu, kayak kita lagi di pantai, benar nggak sih Mas?” tanya Siska yang asyik menikmati angin yang melewati dirinya.

 

“Iya, benar kamu Sayang, apalagi ada segelas es teh sama camilan, serasa di pantai benaran loh!” sahutnya yang sengaja minta disediakan yang dia maksud.

 

“Mudah-mudahan mereka masuk angin, jadi nggak ke sini, eh tapi jangan deh, nanti kalau dua-duanya sakit malah aku yang repot, nggak mau ah!” gerutu Susi  dalam hati tetapi tangannya sibuk mengangkat jemuran yang sudah kering karena hari ini matahari sangat bersahabat membuat  pakaian yang dijemurnya kering semua.

 

Siska pun memperhatikan Susi yang cekatan mengambil pakaian-pakaian itu walaupun sudah hamil besar, tidak membuat aktifitas terganggu akan hal itu, malah lebih agresif dengan pekerjaan rumah tangganya.

 

“Sus, kamu dengar nggak apa yang dikatakan Mas Ratman, minta es teh, tetapi gulanya sedikit saja, usahakan kalau mencari es batu itu kamu harus tahu dia pakai air bersih atau tidak, atau sudah di masak atau belum.”

“Kesehatan itu mahal harganya, biaya rumah sakit berapa, kita harus menjaga kesehatan jangan sampai masuk rumah sakit, kalau orang kaya masih bisa bayar coba kalau orang miskin seperti kamu, pasti ujung-ujungnya minta sama saudara pinjam uang!”

 

“Nanti kalau nggak dipinjamkan katanya kita lelit, padahal kita ini dasarnya nggak pelit loh, Sus, cuma malas saja keluar uang begitu aja!” jelasnya panjang lebar, tetapi Susi tidak menghiraukan mereka yang asyik menikmati hari di siang tengah bolong itu.

 

“Sus, kamu dengar nggak sih?” tanya Siska mengulang kalimatnya.

 

“Ya dengar Mbak!” sahutnya malas.

 

“Lah terus, ya buatkan dong, ingat tamu itu adalah raja, maka harus dilayani dengan baik loh!” sindirnya kepada Susi.

 

“Sayangnya Mbak Siska bukan raja, kalian kan keluarga ku toh, jadi kalau sama keluarga harus pengertian, aku lagi sibuk banyak kerjaan, kalau Mbak kan enak ada pembantu yang ngerjakan, kalau aku kan nggak ada!” kilah Susi sambil tersenyum.

 

“Lagian kita nggak ada teh maupun gula, belum beli, menghemat,” lanjutnya lagi dengan sedikit memajukan bibirnya yang seksi ke depan.

 

“Ya buatkan sebentar saja bisa toh, Sus?”

 

“Lah mau pakai apa buatnya, sudah di bilang nggak punya stok teh!”

  

“Min, istrimu toh kok nggak sopan gitu, Siska ini lagi hamil dia nggak boleh banyak gerak, apalagi bawa yang berat-berat, nanti kasihan dedeknya di dalam!” sungut Suratman yang mulai membela istrinya.

 

Namun Suratmin juga harus membela istrinya yang juga hamil besar bahkan tinggal menghitung hari saja.

 

“Wah, mas Ratman ini memang nggak lihat tuh apa yang ada diperutnya itu, bukan bawa bantal, tetapi lagi hamil juga, dan bentar lagi mau melahirkan kalau situ kan baru delapan bulan!”

 

“Mbak Siska itu harus banyak gerak, jangan-jangan di kantor cuma duduk-duduk doang, dan menyuruh temannya kerja!” jelas Suratmin lembut.

“Kok malah kamu yang ngajarin aku toh , Min, suka-suka aku lah, terserah Siska yang penting dia nggak stres, dia lebih suka di sini ketimbang di rumahnya sendiri, nggak tahu kenapa?” kilahnya yang masih tetap nggak mau beranjak dari tempat duduknya.

 

“Lah, situ juga ngatur-ngatur istriku, dia itu hanya melayani rumah kecil ini, Mas Ratman, nggak lihat aku saja lagi bantu-bantu perkerjaan istriku ini, supaya dia nggak stres di rumah, benarkan, Sayang?” goda Suratmin kepada istrinya di balas dengan kedipan mata dari Susi.

 

“Hahaha ... orang miskin manggilnya Sayang, belagu amat jadi orang kamu, Min,” ejek  Suratman saat mendengar Suratmin memanggil Susi dengan sebutan Sayang.

 

 

Namun kedua suami istri itu hanya tersenyum mendengarkan celoteh pasangan Suratman dan Siska yang selalu membanding-bandingkan dirinya.

 

“Wah perlu dikerjai ini si Suratman,” ucap Susi dengan tersenyum licik.

 

Lalu dia melihat beberapa ibu-ibu sedang melewati tempat kontrakan Suratmin dan Susi, lalu memanggil dan menyapanya dengan ramah.

“Bu Retno, mau ke mana siang-siang begini?” sapa Susi mengalihkan perhatian mereka berdua.

 

“Eh, Mbak Susi, wah ibu hamil ini rajin banget sih, sudah jangan terlalu capek, bentar lagi lahiran loh, sudah dipersiapkan belum keperluannya, supaya nggak kalang kabut saat mau ke bidan, loh,” ucap Bu Retno menasihati.

 

“Alhamdulillah sudah Bu, yang penting-penting sudah dipersiapkan tinggal angkut,” sahut Susi tersenyum.

 

“Loh ada saudaranya toh datang, mau ngapain sih datang melulu ke sini, pasti minta makan, ya toh, hayuk ngaku?” tanya Bu Retno ceplas- ceplos membuat wajah Suratman dan Siska hanya bisa nyegir kuda.

“Nggak juga, cuma malas saja di rumah besar nan mewah nggak ada kerjaan, Bu!”

“ Terus ya Bu, lagian kalau makan kita itu tinggal telepon, bayar, nyampe terus makan deh, hidup itu nggak usah terlalu ribet, deh,” sahut Siska dengan ketus.

 

“Eh, Siska jangan cuma duduk-duduk saja banyak gerak, tuh contoh si Susi dia aja hamil besar masih bisa ngerjain tugas rumah tangga, lah kamu malah santai!” celetuk Bu Lina mengejek.

“Malas ya Bu, buat apa ada pembantu dia kan digaji untuk itu, makanya enak jadi orang kaya tinggal perintah beres deh,” sahutnya santai.

 

“Iya, Bu, mereka ini memang malas masak di rumah, eh maksudnya karena sibuk kerja di luar, makanya pembantunya juga jarang masak.”

 

“Ini saja Mas Ratman mau minus es teh, tetapi persediaan stok  kebetulan  sudah habis makanya dia mau kasih uang untuk beli  teh sama gula, iya kan Mas?” tanya Susi membuat Suratman bingung.

 

“Wah baik banget Mas Suratman ini, gitu dong sekali-kali bantu saudara, lagian hidup rukun sudah saudara kembar, perhatian, tetanggaan pula hanya beda dua rumah,” celetuk Bu Retno tersenyum.

 

“Iya betul itu, sesama saudara harus saling tolong menolong seperti almarhum kedua orang tua kalian  dulu yang selalu baik sama kita, jadi jangan membuat malu keluarga,” sahut Bu Lastri menimpali.

 

Karena merasa gengsi di depan Ibu-ibu tadi terpaksa Suratman mengambil dan mengeluarkan salah satu uang kertasnya yang bewarna merah itu dari dompetnya dengan tangan gemetaran.

 

“Mas, kok kasih seratus ribu buat Susi sih?” tanya Siska yang tidak terima uang suaminya keluar begitu saja.

 

“Loh Mbak Siska ini bagaimana toh, tadi katanya mau es teh sama camilan, ya aku belikan dulu sekalian mau beli yang lainnya, kebetulan habis juga, nggak apa-apa kan, Mas?” tanya Susi mencari pembelaan sembari mengambil cepat uang yang ada di tangan Suratman.

 

“I-iya, nggak apa-apa sekali-kali berbuat kebaikan sama saudara banyak pahalanya apalagi kita sering juga makan di sini,” sanggah Suratman tersenyum kecil.

“Mas ... tapi ... “ ucapannya lalu dipotong oleh suaminya dengan nada kesal.

“Sudah nggak apa-apa,  malu banyak ibu-ibu sini, kamu mau citra kita tercoreng hanya karena masalah sepele seperti ini, di luar sana suamimu ini terkenal dengan dermawannya, kalau sampai mereka tahu aku pelit sama saudara sendiri mau taruh di mana wajah gantengku ini?” Suratman menjelaskan kepada istriya agar diam saja.

 

“Wah tekor aku seratus ribu gara-gara Susi Similikiti, ada juga idenya, ngapain juga panggil Ibu-ibu itu yang biang gosip itu!” gerutunya dalam hati.

“Selamat tinggal uangku, jangan marah ya, aku terpaksa mengeluarkan dari dompetku!” Suratman bersedih karena uangnya keluar satu lembar.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suratman VS Suratmin ( Antara Si Kaya Dan Si Miskin)   124. Tolakan Rayhan

    Memang tidak diragukan dulu saat mereka satu kampus. Ayu yang terlahir dengan wajah cantik dan tubuh seksi, membuat siapa saja akan jatuh cinta dan tergoda, sehingga banyak para lelaki yang mencuri pandang dengannya dan ingin merasakan pelukan hangat dari Ayu. Apalagi cara berpakaian yang sangat terbuka membuat para pria panas dingin dibuatnya.“Apakah Ayu yang mengatakan hal itu dengan Bapak?” “Iya, kamu juga mencintai Ayu, kan?” tanya Suratman bersemangat dan melirik sinis kearah Suratmin. Rayhan menghela napas panjang, dia tahu akan terjadi seperti ini. Apalagi beberapa hari yang lalu Rayhan bersama Hanin melihat Ayu bergandengan tangan dengan pria yang lebih tua darinya.Saat mereka berbincang di ruangan Rayhan, tiba-tiba saja Pak Dibyo ayah kandung Rayhan masuk ke ruangan itu. Dia pun ikut terkejut dengan kehadiran dua orang saudara kembar itu. Dengan cepat Suratman berdiri untuk menyambut Pak Dibyo dan menghambur ke pelukan seakan mereka baru bertemu kembali sebagai seorang

  • Suratman VS Suratmin ( Antara Si Kaya Dan Si Miskin)   123. Pertemuan Saudara Kembar

    Tepat pukul dua siang akhirnya Suratman sudah sampai di kantor Rayhan. Setelah memarkirkan mobilnya dia keluar dari mobil dengan senyuman semringah, berjalan tegak dengan membusungkan dadanya. Pria paru baya itu yakin kalau selain kerja sama itu dia juga menawarkan Ayu untuk dinikahinya. Apalagi kata putrinya sendiri kalau Rayhan juga sangat mencintai Ayu.“Ah sebentar lagi perusahaan ini akan menjadi milikku . Rasanya tidak sabar untuk bisa masuk di dalam keluarga Rayhan,” batin Suratman sambil menatap gedung tinggi itu, lalu melanjutkan langkahnya menuju lift. Dia pun menekan tombol lift pergi ke lantai empat tempat di mana ruang kerja Rayhan berada. Rasa gugup dan sedikit gelisah sudah menyelimuti hatinya. Tak lama kemudian pintu lift terbuka dia ib berjalan sedikit cepat karena waktu sudah menunjukkan pukul dua lewat lima menit.“Selamat siang Pak, dengan Bapak Suratman dari PT. Citra Kencana?” tanya Mila sekretaris Rayhan, menghentikan langkah Suratman yang ingin langsung masuk

  • Suratman VS Suratmin ( Antara Si Kaya Dan Si Miskin)   122. Periksa Ke Dokter

    “Ah sial ... kenapa harus sekarang?” tanyanya dalam hati.“Ada apa, Sayang?”“Nggak apa-apa, Pa!”Ayu lalu membalas pesan singkat itu sesaat lalu menaruh kembali ponselnya di dalam tas.“Sayang, kamu tidak usah ikut dulu, biar Papa yang bertemu Rayhan. Jika urusan Papa dengannya selesai dan menyetujui kerja sama ini maka itu sangat mudah kita masuk di dalam keluarga Wardana yang kaya raya,” jelas Suratman tersenyum bahagia.Namun saat mereka sedang membicarakan masalah itu, tiba-tiba perut Ayu terasa mual dan muntah.“Uek ... uek ...! Pa, perut Ayu sakit Pah!”Suratman yang melihat Ayu yang memegang perut langsung menghampiri dirinya dengan rasa panik.“Kenapa perut, Nak? Apakah tadi pagi kamu tidak makan atau kamu salah makan mungkin, kita ke dokter saja?” Suratman lalu mengambil kunci mobil dan ingin mengantar Ayu ke rumah sakit.Saat ingin memapah Ayu, dia merasa tidak tahan dan berlari ke toilet dengan cepat, Suratman begitu panik saat melihat Ayu muntah-muntah lagi.“Ayu ke kamar

  • Suratman VS Suratmin ( Antara Si Kaya Dan Si Miskin)   121. Benci Tapi Sayang

    “Oh ya kalian mau makan siang di sini?” tanya Hanin mengalihkan pembicaraan.“Nggak, mau main bola! Ya makan lah, kamu nggak lihat kita lagi nunggu antrean panjang itu, nyesel saya datang kemari dan bertemu kamu lagi di sini!” kilahnya berbohong.“Ayuk Dim, kita cari makan di tempat lain!” ajaknya lagi.“Kalian mau ke mana? Makan di sini saja,” ajak Hanin tersenyum.“Dengar ya Hanin, tidak usah berbaik hati dengan kami, memang hanya kamu saja yang menjual makanan, banyak kali dan pastinya enak juga,” Rayhan menatap lekat wajah Hanin yang masih terlihat lelah.“Kamu kenapa sih, dari awal kita bertemu kamu selalu jutek sama aku? Ada apa denganmu, Ray? Memang aku ada salah apa sama kamu?” tanya Hanin kesal kepada Rayhan.“Ayolah Ray, elo kenapa sih? Benar tuh yang dikatakan Hanin, elo itu bersikap aneh sama Hanin! Tunggu dulu kalian sudah saling kenal?” tanya Dimas penasaran.“Iya Mas, kita sudah kenal semenjak kami masih kecil,” jawab Hanin tersenyum.Rayhan hanya diam melihat Dimas ter

  • Suratman VS Suratmin ( Antara Si Kaya Dan Si Miskin)   120. Senyumannya

    “Ah sial!”“Kenapa aku tidak langsung mengatakan kalau dia adalah simpanan Pak Alvin, aku tidak mau berurusan dengan orang itu!”“Maafkan aku Yu, sebagai teman aku bisa mengingatkanmu untuk tidak melakukan hal itu, kalau perlu, kamu harus menikah dengannya!”“Namun aku tidak menerimamu sebagai pendamping hidupku, karena aku mulai mencintai seseorang!”Senyuman mengembang saat terlintas wajah Hanin yang begitu bisa membuat hati seorang Rayhan berbunga-bunga.“Untung saja wajah Hanin terlintas di pikiranku, coba kalau tidak pasti aku terbuai dengan bujuk rayu Ayu,” gerutunya sembari tersenyum.“Duh senyumannya aku tidak bisa melupakan senyuman Hanin, tetapi ... tidak ... tidak dia milik bang Rayyan.”“Aku tidak boleh memikirkannya, aku harus bisa membencinya jika tidak rasa cinta dan sayang itu selalu muncul dan itu sangat menyiksaku!”“Ya ... ada apa denganku?”Rayhan berusaha kembali fokus dengan pekerjaannya, dan dia pun berencana datang ke warung makan Hanin saat makan siang.Nam

  • Suratman VS Suratmin ( Antara Si Kaya Dan Si Miskin)   119. Rayuan Maut Ayu

    “Ya Allah dia saudara sepupuku, dia sangat cantik sama persis dengan di foto yang Rayhan tunjukan di dalam ponselnya,” gerutunya dalam hati.Tanpa terasa bulir-bulir air mata pun berjatuhan tak tertahankan.Hanin membiarkan Ayu mencaci maki dirinya, karena dia sangat rindu dengan suara khas Ayu saat memarahi orang lain.“Jika kamu tahu aku adalah Hanin, apa yang akan kamu lakukan?”“Apakah kamu tetap membenciku?” tanya Hanin dalam hati.“Halo ... Kamu dengar nggak sih apa yang aku katakan?”“Apa yang kamu lihat?” tanyanya lagi dengan penasaran.Mendengar ada keributan Rayhan yang sibuk di ruangannya pun keluar dan mencari tahu.“Ada apa ini, kenapa ada ribut-ribut di kantor saya?” tanyanya sembari memperhatikan mereka.“Ray, ini loh gadis kampung nggak punya etika!”“Ayu!” Rayhan kaget karena sahabatnya itu kembali muncul setelah enam bulan tidak bertemu langsung.“Iya aku Ayu, Ray, kamu seperti lihat hantu saja,” gerutunya kesal.“Siapa sih dia Ray, kenapa ada gadis seperti ini di ka

  • Suratman VS Suratmin ( Antara Si Kaya Dan Si Miskin)   118. Jebakan Untuk Rayhan

    “Bagaimana kamu sudah siap?”“Tenang saja saya akan melakukannya dengan pelan-pelan, kamu akan menikmatinya juga kok,” ucapnya tersenyum.“Kenapa Om ingin melakukan semua ini?” tanya Ayu seketika.“Kamu sudah diberi tahu alasannya kan dari Papahmu, kalau istri saya tidak bisa lagi melayani saya dengan baik.”“Hidup itu kejam, Sayang jika kamu tidak bisa bertahan maka pilihan hanya satu yaitu kematian.”“Saya tahu kamu sangat sayang dengan Papahmu, sehingga kamu mau melakukan apa saja untuk dia, kamu memang anak yang baik, kamu tidak akan kekurangan kasih sayang lagi, karena saya juga akan menyayangi kamu,” ucapnya sembari memegang paha mulus Ayu yang terpampang jelas menggoda.Awalnya risih dipegang tetapi Ayu tidak ingin membuat Pak Alvin marah sehingga dia pun membiarkan tubuhnya dipegang oleh pria itu.Semenjak itu kehidupan Ayu berubah, dia jarang bertemu Rayhan, karena sibuk dengan kuliah dan Pak Alvin.Hubungan mereka berjalan dengan baik, Pak Alvin sangat puas dengan Ayu, tida

  • Suratman VS Suratmin ( Antara Si Kaya Dan Si Miskin)   117. Negosiasi

    “Begini Man, saya ingin anakmu menjadi wanita simpanan saya,” jawabnya serius.Mendengar perkataan Alvin, Suratman naik pitam dan langsung berdiri dengan wajah amarah.“Apa maksud Bapak, menyuruh anak saya menjadi simpanan Bapak?”“Bapak ini sudah nggak waras, dia itu pasti seumuran dengan anak Bapak, dan dengan mudahnya Bapak bilang seperti itu, bagaimana dengan istri Bapak di rumah jika mengetahui kalau suaminya mempunyai simpanan yang pantas menjadi ayahnya?” amarah Suratman meledak-ledak.“Tenang Man, pikirkan saja dulu tawaran saya, jika kamu setuju saya segera menyuntikkan dana ke perusahaan dan rumahmu yang telah di sita oleh bank, dengan gratis asalkan anakmu bersedia untuk menjadi kekasih gelap saya?” “Maaf Pak saya tidak mungkin membiarkan anak saya menjadi simpanan Bapak, apa kata orang nanti, dan bagaimana dengan istri dan anak Bapak?” Suratman merasa kesal dan harga dirinya seperti diinjak-injak karena baru kali dia menjadi dilema untuk memutuskan kehidupan anak gadisnya

  • Suratman VS Suratmin ( Antara Si Kaya Dan Si Miskin)   116. Derita Ayu

    Mobil mewah itu meluncur dengan baik sampai masuk di kawasan perumahan elit. Gedung menjulang tinggi dengan ornamen bernuansa putih gading.Halaman rumah yang begitu luas dan dihiasi dengan tanaman bunga yang beraneka ragam.Rumah itu terlihat sangat indah dan asri, di dalamnya tidak banyak barang, sehingga kita memandang luas setiap ruangan.Di halaman itu juga di bangun sebuah garasi yang luas dan berbagai koleksi mobil antik dan mewah berjejer rapi menghiasi rumah itu.Mereka masuk dan segera menaruh camilan dan es teler itu yang sudah tidak ada rasanya, sehingga Ayu pun langsung pergi ke dapur dan membuka kulkas lalu meracik es teler itu dengan menambahkan susu kental manis agar lebih terasa manis.Setelah itu dihidangkan di meja makan lengkap dengan camilan yang baru di beli di taman itu.Pria paruh baya itu lalu duduk di meja makan setelah berganti baju santai menggunakan kaos tanpa kerah polos berwarna biru dengan bawahan celana pendek.Terlihat sekali bulu-bulu kaki pria itu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status