Celine perlahan membuka pintu sesaat setelah suara bariton di dalam ruangan tersebut mengizinkannya masuk. Matanya membola dan tubuhnya bergeming saat melihat penampakan seorang pria yang hanya berjarak beberapa meter di depannya.
Jika ada kata di atas kata tampan, mungkin itu kata yang paling tepat untuk mendeskripsikan pria di hadapannya. Gaya rambut kasual, mata tajam, hidung runcing, serta rahang tegas semakin menguatkan aura kepemimpinan pria itu. Dan yang paling penting dari semua itu adalah, Celine seperti pernah mengenal pria ini tapi dia tidak tahu dimana dia mengenal pria ini. Yang jelas, pria ini dia yakin kalau pria ini pernah membuat kesan yang sangat dalam di hatinya. “Kau akan terus berdiri di sana?” Suara berat pria itu sukses menghentikan lamunan Celine. “Duduklah,” ucap pria itu mengarahkan tangannya ke kursi yang ada di depan mejanya, “aku Jason, analis saham yang akan mewawancaraimu,” lanjutnya tanpa menunggu respon Celine. Celine tertegun begitu pria di hadapannya memperkenalkan diri. Jason, nama yang sejak tadi menjadi buah bibir para pelamar di luar. Mereka semua membicarakan sosok yang selama ini berhasil mengangkat citra perusahaan ini dengan berbagai pencapaian yang menakjubkan. Hingga pada akhirnya perusahaan ini menjadi salah satu perusahaan saham yang paling diincar oleh semua orang untuk bekerja di sini. Entah bagaimana, Celine tak menyangka jika calon bosnya sendiri yang turun tangan langsung untuk mewawancarai dirinya. Hal ini justru menambah kegugupannya. "Ah, iya Pak," kata Celine sedikit tergagap sambil menundukkan kepalanya dengan hormat ke arah Jason. Pria itu memandangnya lekat dengan tatapan misterius yang sulit diartikan Celine. Kenyataannya, Celine tidak mengenal Jason karena pada saat kejadian 5 tahun sebelumnya Celine berada dalam pengaruh obat bius dan juga pengaruh obat perangsang. Apalagi saat Celine terbangun dari tidurnya setelah malam panasnya dengan Jason, Jason sudah tidak lagi berada di sampingnya, karena itulah Celine sama sekali tidak mengenal Jason. Yang tertinggal di ingatan Celine hanyalah sentuhan pria itu yang mampu memuaskan hasratnya 5 tahun lalu. "Siapa namamu?" tanya Jason dengan pandangan tajam. Seketika ruangan yang hanya diisi oleh mereka berdua menjadi hening. Aura pria itu begitu kuat, menguar dari balik jasnya dan mendominasi ruangan. "Ce-celine, Pak. Celine Mawardi," jawab Celine sambil menundukkan kepalanya. "Angkat kepalamu!" tukasnya. Perintah itu membuat Celine secara refleks langsung mengangkat wajahnya. Sebagai seorang calon pegawai baru yang ingin sekali bisa bekerja di perusahaan ini, tentu saja Celine harus patuh dengan perintah dari atasannya ini. Celine pikir Jason menyuruhnya mengangkat kepalanya agar supaya Jason bisa melihat potensi yang dimiliki Celine untuk bekerja nantinya, sehingga dengan semangat, dia mengangkat kepalanya. Tapi kenyataannya tidak. Masih dengan tatapan misteriusnya, calon bosnya itu justru mengamati tiap inci wajahnya dengan saksama tanpa berkata sepatah kata pun. Celine masih terus mengangkat wajahnya sambil menatap ke arah Jason. Dia terus menunggu Jason melontarkan sesuatu, entah pertanyaan, pernyataan, atau apa pun itu. Celine sudah siap untuk menjawab pertanyaan dari Jason. Karena Celine sudah menyiapkan dirinya dengan keras. Dia sudah belajar dengan giat untuk menghadapi pertanyaan yang kemungkinan akan ditanyakan kepadanya. Celine yakin, biasanya sang pelamar akan ditanya tentang semua yang berhubungan dengan pekerjaan di bidang saham, bidang pekerjaan dari perusahaan tempat Celine melamar ini dan Celine sudah siap untuk menghadapi pertanyaan Jason selanjutnya tapi pertanyaan dari Jason itu tidak pernah datang karena Jason terlihat terlalu sibuk menatap wajah Celine. "Kapan aku diwawancara kalau kayak gini terus?" batin Celine sambil terus menatap takut-takut ke arah wajah tampan Jason. Celine merasa aneh karena melihat Jason masih terus menatapnya bahkan lama-kelamaan Celine merasa dirinya seperti sebuah barang yang sedang ditaksir dan ditatap dengan penuh minat atau sedang diselidiki keasliannya oleh calon pembelinya. Celine masih bertanya-tanya dalam hati karena pria itu masih sibuk memandanginya. Ia merasa tatapan itu seakan mampu menembus ke dalam pakaian dan memperlihatkan tubuh polos yang ada di balik kemeja putih yang dikenakannya saat ini. Celine mulai risih dan menangkupkan kedua tangannya ke dada karena merasa tatapan Jason seperti sedang menelanjanginya. "Mana tanganmu!" perintah pria itu tiba-tiba pria sambil mengulurkan tangannya. "Apa, Pak?" tanya Celine karena walaupun dia sebenarnya sudah mendengar jelas kalau Jason meminta Celine untuk mengulurkan tangannya, tetapi karena Celine tidak menyangka akan perintah Jason yang seperti ini, maka itu membuat Celine harus bertanya sekali lagi untuk memastikan pendengarannya memang masih berfungsi dengan baik. "Aku bilang mana tanganmu!" Jason membulatkan matanya untuk menunjukkan ketegasannya dan supaya Celine langsung melakukan perintahnya. Dengan takut-takut Celine langsung mengulurkan tangan gemetarnya ke arah Jason. Secepat kilat Jason langsung meraih dan menggenggam tangan halus Celine. Pria itu memegang dan mengelus lembut tangannya sambil memejamkan mata, entah apa yang sedang ia bayangkan, Celine tak mengerti. Di mata Celine, Jason seperti seorang anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan favoritnya dan dia ingin selalu memegang mainan favoritnya ini, seolah tidak mau melepaskan tangan kanan Celine ini. Hal ini membuat Celine menjadi bingung karena bukan ini wawancara kerja yang ia bayangkan. Sebelumnya Celine membayangkan akan dicecar oleh pertanyaan-pertanyaan tentang perdagangan saham dan pertanyaan-pertanyaan tentang cara menarik minat investor untuk membeli saham yang diperdagangkan di pasar saham. Karena itu, Celine menjadi bingung dengan apa yang terjadi saat ini. Dalam otak Celine, dia sudah mempersiapkan jawaban-jawaban untuk setiap kemungkinan pertanyaan yang ditanyakan kepadanya, karena selama berapa bulan terakhir ini Celine sudah mempersiapkan diri dengan keras untuk masuk di dunia kerja dan lebih spesifik lagi untuk masuk di perusahaan yang bekerja di bidang saham, tapi tidak Celine sangka kalau wawancara kerjanya akan seperti ini. Tapi semakin Celine menatap Jason, Celine semakin tertarik akan wajah Jason dan rahang keras serta tatapan mata Jason yang menghanyutkan dan membuat Celine pasrah dan membiarkan saat tangannya terus dipegang Jason. "Apakah pria yang di depanku ini, model bos-bos yang suka melakukan pelecehan seksual kepada karyawan wanitanya?" tanya Celine dalam hati sambil menatap Jason. Meski begitu, Celine mengabaikan pertanyaan yang melintas di benaknya. Ia tidak keberatan dengan apa yang dilakukan calon bosnya, Celine menatap mata indah Jason dan menikmati rasa yang dia alami saat ini. Keduanya terus saling tatap dengan kedua tangan Jason terus membelai-belai tangan kanan Celine. Kini tangan kekar pria itu mulai menjalar dari telapak tangan Celine, kemudian naik hingga ke lengan Celine yang putih mulus bagai salju. Sensasi aneh dalam dirinya membuat Celine ketagihan dan menginginkannya lebih daripada itu, ia semakin terbawa perasaan. Apalagi sosok Jason ini seperti mempunyai kesan yang nyaman bagi Celine. Sejak tadi, Celine ingin protes karena bukan ini wawancara yang diharapkannya. Celine tidak pernah mempersiapkan diri untuk wawancara seperti ini, tidak pernah menyangka kalau dia akan mendapatkan wawancara seperti ini dari bos yang mewawancarai dia. Tapi entah kenapa, Celine tidak bisa protes, Celine tidak bisa menghindar karena tatapan pria di depannya ini sangat menguasainya, membuat Celine tidak mampu untuk membantah, membuat Celine tidak mampu untuk protes, membuat Celine membiarkan pria di depannya ini terus membelai-belai tangannya. Karena pada kenyataannya, Celine memang tidak berani protes. Celine hanya bisa membiarkan apa yang dilakukan pria di depannya ini, karena pria di depannya ini terlalu tampan untuk dia tolak, bahkan, Celine mulai menikmati apa yang dilakukan pria di depannya ini kepadanya. Pria itu masih asyik membelai-belai tangannya. Sesaat kemudian, tangan pria itu kini meraih dagu Celine, mengusap lembut bibir Celine yang merah pekat dengan ibu jarinya. “Kau tidak keberatan kan, jika aku mendaratkan bibirku ke sini?”Kevin tidak tahu mengapa Liany mengenakan gaun yang sebenarnya diperuntukkan bagi Windy dan yang lebih penting lagi, itu telah menyebabkan keributan besar.Memikirkan gangguan besar terhadap rencana cermatnya ini membuatnya berada dalam suasana hati yang sangat buruk.Jika dia tidak menangkap petunjuk dan menyadari sesuatu yang mencurigakan sedang terjadi, maka, segalanya bisa menjadi lebih buruk!"Apakah kamu bersenang-senang berdansa dengan Fandy?" Kevin berjalan di belakang Windy dan berbisik.Dia meletakkan tangannya di pinggangnya Windy dan seketika, rasanya sama seperti saat dia berdansa dengannya sebelumnya, saat Windy dan Yana mengira dia adalah Fandy.Semua orang melebarkan mata mereka. Kevin dan Windy berdiri berdekatan satu sama lain.Sekilas orang akan bisa tahu bahwa hubungan mereka istimewa. Mereka langsung penasaran melihat wajah wanita yang bersama CEO Kevin itu.Terlihat sekali kalau CEO Kevin sangat menyukai wanita itu.Rivo menatap mereka berdua dengan muram."Dan s
Ternyata Rivo yang merasa kalau Liany telah menerima lamarannya, kini mencoba memaksa Liany untuk menciumnya lagi.Ketakutan, Liany mencoba yang terbaik untuk menghindar dan tidak berhenti menjerit.Tony tidak tahan lagi dengan tingkah Rivo itu dan menendang perut Rivo.Rivo terhuyung-huyung mundur beberapa langkah dan jatuh ke lantai, menyebabkan orang-orang di sekitar berteriak."Sial, jangan memaksa wanita yang tidak mau denganmu. Aku bisa membunuhmu disini kalau kamu tetap maksa!" Tony memarahi pria itu.Tidak peduli apa pun, Liany adalah salah satu artis di perusahaannya. Dia tidak bisa mengabaikan situasinya.Tony memberikan pukulan dan kemudian mengangkat pria itu. Mereka mengadakan pesta hari ini dan dia tidak ingin keadaan menjadi terlalu buruk. dia ingin membuka jalan keluar bagi Liany dengan tindakannya ini.Rivo menyambar gelas anggur seorang tamu dan membantingnya ke lantai. Dia mengangkat gelas yang setengah pecah ke arah Tony."Tony, wanita itu mengira aku adalah kamu,
Pria yang baru melamar itu, mulai melepas topengnya dan ini membuat terjadi banyak jeritan tertahan dari para hadirin di tempat ini.Dan itu termasuk Windy yang tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya saat ini."Apakah saya mengenal anda? Kenapa Anda mengacaukan acaraku yang begitu penting ini, hah? Apakah kamu sedang mencari kematian?" Pria itu kini menatap Liany. "Liany, kamu baik-baik saja?!"Windy dan Liany memandang pria yang melepas topengnya itu.Pria itu memiliki fitur wajah yang bagus dan cukup tampan, tetapi jika dibandingkan dengan Kevin, pria ini bukanlah siapa-siapa.Windy tercengang. "Ini...!"Windy berdiri di sana dalam keadaan linglung dengan gelas kosong di tangannya, tidak tahu bagaimana mengakhiri ini! Dan tidak tahu mengapa keadaan jadi seperti ini. Mengapa lelaki yang melamar Liany itu, bukan Kevin.Liany, sebaliknya. Dia jadi sangat terpukul. Dia kenal pria ini. Pria ini adalah teman sekolahnya yang pernah mengejarnya di masa lalu. Pria yang berasal dari kalan
Mata Tony membulat ke arah Yana. Dia berhasil menangkap maksud utamanya Yana dan langsung menaikkan nada bicaranya. "Maksudmu pasangan di lantai dansa yang itu adalah Vivian dan Fandy?"Yana mengikuti arah yang ditunjuk oleh Toni dan langsung mengangguk."Lalu siapa wanita itu?" Tony menunjuk ke arah wanita yang memakai gaun mahal.Yana menoleh ke arah yang ditunjuk Tony."Oh. Ternyata Liany dan CEO Kevin juga menari di lantai dansa?" Yana baru sadar akan hal itu.Saat ini, dia melihat ada banyak orang di lantai dansa berinisiatif memberi jalan bagi keduanya yang baru masuk di lantai dansa, dan keduanya langsung menjadi fokus perhatian.Terjadi kasak-kusuk di lantai dansa."Itu kan Liany Tyaswibowo. Kata orang, pria yang sedang bersamanya adalah CEO Kevin Tanujaya yang secara khusus memberinya gaun super mahal. Apakah kamu mau memberitahuku bahwa kamu tidak mengetahuinya?""Jadi pria itu CEO Kevin? Wah, Liany sangat beruntung."Bagi Yana, meskipun Liany dan CEO Kevin telah menjadi pus
"Vivian, izinkan saya memperkenalkan Anda kepada beberapa CEO. Mereka adalah pemilik merek ternama dan membayar biaya dukungan yang sangat baik di acara kontes model yang kamu ikuti."Windy tidak menolak atau pun menerima. Dia lagi galau sehingga cuma ikut saja saat Yana menarik tangannya.Windy dan Yana pun pergi.Mata Yana tajam. Meskipun pihak para CEO mengenakan topeng, dia dapat mengidentifikasinya dan memanggil namanya tanpa ragu-ragu. Setelah mengobrol sebentar, dia memperkenalkan Windy pada mereka dan mereka berdua pun pergi."Lain kali Anda bertemu dengannya, Anda bisa menyebutkan pertemuan hari ini. Apa pun yang terjadi, hal itu menutup kesenjangan." Yana memberinya nasihat."Oke." Windy sebenarnya tidak mengingat nama para CEO itu sama sekali karena pikirannya sibuk dengan hal lain. Namun, dia sangat kooperatif dan setuju dengan Yana. Paling tidak, lebih baik mencari sesuatu untuk dilakukan daripada marah- marah tidak jelas."Vivian, CEO Tony selalu menjadi playboy. Jangan
Tony mendesak Kevin untuk mendekati Liany.Kevin melihat ke arah pintu dan berjalan ke depan!Kehebohan yang terjadi karena kedatangan Liany ini, menghentikan pasangan yang berdansa. Windy dan Fandy ikut berhenti menari.Dapat dikatakan bahwa banyak orang yang saat ini sedang memperhatikan apa yang terjadi di pintu masuk. Gaun Liany telah menimbulkan kehebohan. Mata para pria dan wanita kini sedang memperhatikan Liany."Inikah wanita yang disukai CEO Sutanto?"Beberapa orang berdiskusi dengan berbisik. Berita bahwa CEO Sutanto secara khusus mengirimkan gaun itu melalui kapal telah menyebar. Banyak orang yang penasaran dengan wanita yang layak mendapatkan upaya sebesar itu dari seorang Kevin Sutanto yang kaya raya dan berpengaruh itu."Sepertinya begitu, tapi dia mungkin tidak memiliki latar belakang keluarga yang signifikan. Dia hampir tidak cocok dengan gaunnya. Huh! Kurasa selera CEO Sutanto biasa-biasa saja!" kata seorang wanita dengan wajah masam."Kamu cemburu. Sayang sekali dia