Home / Rumah Tangga / Surgaku Yang Hilang / Bab 2. Tidak Ihklas

Share

Bab 2. Tidak Ihklas

last update Last Updated: 2023-11-11 14:39:12

           Ini sangat menyesakkan dada Siska, apa tidak ada laki-laki lain sehingga beliau memilih suami Siska untuk menikahi putrinya? Segala pertanyaan berkecambuk dalam benak Siska.

          "Tapi, kenapa harus kamu yang menikahi anaknya, Mas?"

          "Mas bingung, Siska. Kyai itu yang meminta Mas untuk menikahi anaknya waktu itu juga karena ia tahu keadaanya sedang sangat kritis," jawab Ilham.

          "Memangnya Kyai itu kenal sama Mas Ilham, sehingga beliau percaya untuk menikahkan anaknya sama Mas?"

          "Mas sempat beberapa kali berkunjung ke pondok itu bersama dengan teman-teman lama Mas, untuk sekedar menghadiri kajian atau terkadang mengisi sebuah kelas. Dan pernah sekali Mas berkunjung ke rumah beliau," jelas Ilham dengan sangat lembut, ia takut istrinya semakin merasa sakit hati dengan apa yang telah ia katakan.

          Memang ini bukan lah kemauan atas dirinya sendiri, ia sama sekali tak berniat memberi adik madu untuk istrinya yang telah menemaninya dari nol sampai suskes seperti sekarang ini.

          Semua ini terjadi karena keterpaksaan dan karena ia adalah laki-laki yang bertanggung jawab, ia rela untuk menikahi anak perempuan dari Kyai yang telah ia tabrak demi untuk menebus rasa bersalahnya.

          Walaupun, hal itu akan menyakiti hati istri tercintanya dan menjadi boomerang untuk keluarga kecil yang telah ia dan Siska bina selama empat tahun lebih.

         "Kenapa Mas tidak bertanya dulu padaku? Bukan kah Mas juga tahu, kalau Mas Ilham hendak menikah lagi itu harus ada persetujuan dari istri pertama?" tanya Siska dengan nada yang semakin lirih dan bibirnya bergetar.

         "Sayang, Mas benar-benar minta maaf sama kamu. Mas tetap mencintai dan menyayangimu," ucap Ilham berusaha menenangkan Siska yang sedang larut dalam kesedihannya.

         "Ngga! Mas Bohong!" Siska memalingkan wajahnya.

          Bagaimana bisa wajah seteduh dan setenang itu bisa menciptakan rasa sakit yang begitu hebat? Ia masih tak mempercayai akan hal yang telah terjadi padanya.

         "Aku tidak Ihklas, Mas! Benar-benar tidak ihklas, jika harus berbagi suami yang sangat aku cintai dengan wanita lain."

         "Mas tidak akan menyentuhnya jika kamu tidak meridhoi-nya, Sayang."

          "Jangan seperti itu, Mas! Mas tidak boleh berperilaku tidak adil kepada istri-istrimu, atau nanti di hari akhir Mas akan berjalan dengan badan yang miring sebelah," ujar Siska dengan berat hati, walaupun ia tidak ihklas tapi ia tidak membiarkan suaminya untuk salah jalan.

          Nabila berjalan ke arah Siska dan berniat menolongnya.

          "Jangan..... jangan sentuh aku! Kalian licik dan sangat jahat kepadaku."

          Nabila mundur beberapa langkah dari hadapan Siska.

          "Kamu, wanita yang terlahir dari keluarga terhormat dan agamis, kenapa tega-teganya merusak kebahagiaan wanita lain? Kenapa? Katakan!" Siska kalap dalam tangisnya.

         "Maaf, Mba."

          "Maaf katamu?" ujar Siska dan bangkit dengan membelalakan kedua matanya, ia bersiap-siap untuk mencakar Nabila, tapi dengan sigap Ilham langsung memeluk Siska dengan kuat.

          "Lepas, Mas! Lepasin aku!" Siska berusaha memberontak namun usahanya gagal karena tubuh kekar Ilham telah mengukung dirinya.

         "Tenang, Siska! Istighfar!" ucap Ilham seraya menepuk-nepuk pundak Siska.

         "Mas jahat... jahat." Siska terus memukul dada Ilham dengan sekuat tenaga.

         "Aku mau cerai! Sekarang juga!" Aqila yang mendengar keributan dari luar kamarnya pun terbangun, lalu menangis dan memanggil-manggil bundanya.

         "Bunda... Bunda." tangis Aqila.

         Lama-lama penglihatan Siska buram, tubuhnya lemas lalu semuanya menggelap.

         Siska jatuh pingsan di pelukan Ilham, sontak Ilham tersentak memandang wajah pucat Siska. Ia sangat khawatir kepada Siska, tapi ini semua sudah terjadi. Mau tidak mau, Siska harus belajar ikhlas untuk menerima kenyataan bahwa Ilham telah menikah lagi.

         "Siska, Sis." Ilham mencoba membangunkan Siska sembari menepuk ringan pipi wanita yang sangat ia cintai itu.

         "Kamu masuk saja dulu ke kamar, itu kamar kamu," ucap Ilham kepada Nabila seraya mengangkat dagunya ke arah kamar tamu yang berada di dekat pintu ruang tamu.

         "Iya, Mas." Nabila mengganggukan kepalanya, lalu segera melangkah pergi.

         "Sayang, maafin Mas Ilham, ya," ucap Ilham lirih lalu mengangkat tubuh Siska dan merebahkannya ke atas kasur.

          Ia melihat putri kecilnya yang menangis memanggil-manggil Bundanya.

         "Ayah." Aqila memanggil Ayahnya dengan sangat lembut, sudah empat hari ini mereka tidak bertemu. Putrinya itu sangat merindukan Ayahnya, begitu juga sebaliknya.

         "Hai, Sayang!" Ilham merentangkan kedua tangannya, memeluk tubuh mungil putri kecilnya dan menghujaninya dengan ciuman.

         "Ayah kemana aja si, kok ngga pulang-pulang? Kan Qila kangen sama Ayah," ucap Aqila dengan sangat manja dan lugu.

        Segala kepenatan yang telah menimpa Ilham sekita lenyap setelah bertemu dengan putrinya, ia dapat melupakan sejenak segala beban berat yang sedang dipikulnya.

        "Maafin Ayah ya Qila, Ayah ada urusan jadi baru bisa pulang sekarang," ucap Ilham dengan lembut sambil mengusap kepala Aqila.

        "Yang penting sekarang Ayah udah ada di sini, kan?" Ilham tersenyum dengan sangat lebar dan Aqila pun ikut tersenyum, lalu memeluk Ayahnya dengan sangat erat.

        "Maaf Ayah telah membuat Bunda terluka, Sayang," batin Ilham dan tak sadar buliran air menetes dari mata kanannya. Dan dengan segera ia pun mengusapnya sebelum Aqila melihatnya.

          Pelan-pelan mata Siska terbuka, ia mendengar putrinya, Aqila memanggil sembari menepuk kecil pipinya.

          Siska menyadari bahwa kini ia sedang terbaring lemah tak berdaya di kasurnya. Ketika ia ingin bangkit, kepalanya berdenyut semakin kuat dan terasa sangat sakit.

          Ia mencoba mengingat peristiwa yang telah terjadi hingga ia bisa terbaring lemah seperti ini. Ah iya, suaminya telah menikah lagi dengan anak seorang kyai yang tak sengaja tertabrak oleh mobil Avanza milik suaminya itu.

         Membuat tubuh Siska nyaris tak bertulang, air matanya kembali menetes, ia kecewa, perasaannya terluka dan rasa cintanya terkoyakkan.

         "Bagaimana bisa Mas Ilham melakukan ini padaku? Apa salahku? Dosa apa yang telah aku lakukan hingga ia begitu tega menyakiti hatiku? Padahal selama ini aku selalu menjaga kehormatanku sebagai istrinya, merawat dan menjaga anak, setia menunggunya di rumah selama ia bekerja, patuh pada perintah dan larangannya. Tapi, apa balasan yang telah ia berikan padaku?" batin Siska, ia sangat kecewa berat kepada Ilham.

         "Ya Allah, berikahlah hamba kesabaran dan lapangkan hati hamba untuk menerima segala ketetapanmu," bisik Siska sendiri sambil memeluk tubuh mungil Aqila.

         Ilham mengetuk pintu kamar, lalu membukanya dengan perlahan. Ia melihat anak dan istrinya sedang berpelukan, diiringi dengan tangisan dari Siska.

          "Minum dulu, Siska!" ucap Ilham yang kini telah duduk di sebelah Siska sembari membawakan segelas air.

          Sekarang Siska sudah tak sanggup lagi menatap wajah orang yang selama ini menjadi sumber kebahagiaannya, namun dalam sekejap berubah manjadi luka yang sangat menyakitkan.

         Seorang yang dulu selalu ia rindukan, tatapannya, pelukan hangatnya, senyuman di bibirnya dan tatap matanya yang menjadi penentram jiwanya. Kini musnah semuanya, rasa cinta dan segalanya.

         "Buat apa Mas ke sini? Urus saja istri barumu!" ucap Siska dengan nada ketus sambil mengusap pipinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Eli Mirza
gombal lu laki2 cuma bisa nyakitin istri..knp ga blg klo ga niat.cuma alasan doang pgn kawin..usir tuh
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Nyesek banget bacanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Surgaku Yang Hilang   Bab 110. Keihklasan (Tamat)

    Satu bulan sudah Ilham kembali ke Indonesia. Hampir setiap hari lelaki itu selalu mengunjungi putri kecilnya dan tak jarang pula mengajaknya pergi keluar. Sebenarnya ia juga sangat ingin kembali membangun kedekatan dan memperbaiki hubungannya dengan Siska. Namun, sayang sekali. Hal tersebut sama sekali tak mampu untuk Ilham wujudkan dan hanya menjadi sebuah angan belakang. Hampir setiap kali Ilham datang Siska tak pernah berada di rumah. Kalau pun sedang di rumah ia hanya akan menemui Ilham sebentar untuk memberikan minuman dan sebuah makanan ringan. Lalu, kemudian melanjutkan aktivitasnya sendiri. Sama halnya dengan sore hari ini. Siska dan Ibu tengah sibuk di dapur untuk menyiapkan makan malam. Sedangkan Bapak dan Aqila tengah duduk bersantai di teras rumah sembari menikmati secangkir kopi dan brownis basah buatan Siska. “Ayah...” panggil Aqila lirih seraya mendongakkan kepalanya. Menatap wajah sang Ayah yang kini tengah memangku tubu

  • Surgaku Yang Hilang   Bab 109. Ada Sesuatu Yang Ibu Sembunyikan

    Sebelum menjawabnya Siska terlebih dahulu menatap Ibunya, dan Ibunya tersebut menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa beliau menyetujuinya. Seketika itu juga Ilham langsung tersenyum dengan lebarnya, walau Siska sendiri belum memberikan jawaban. “Ya sudah, ayo kita pulang,” seru Ibu, beliau membalikan tubuh untuk mengambil tas yang masih berada di atas kursi taman. “Ibu sama Siska naik apa?” tanya Ilham lirih. “Taksi,” jawab Siska, ia hendak mengambil alih tubuh Aqila dari gendongan Ilham. Namun, ternyata putri kecilnya itu justru semakin erat memeluk leher Ayahnya. “Nggak, Bunda!” Aqila menggeleng pelan, “Qila mau sama Ayah aja,” lanjutnya. Ilham begitu senang dengan sikap manja putri manisnya ini. Bahkan posisi wajah mereka kini tengah berhadap-hadapan, hanya berjarak lima senti saja. Padahal sebelum pertemuan ini gadis kecilnya itu juga tak selengket ini kepadanya. Justru Aqila sediki

  • Surgaku Yang Hilang   Bab 108. Pertemuan Singkat Yang Manis

    Mendengar namanya dipanggil lelaki itu pun menoleh ke kanan dengan wajah datarnya. Namun, beberapa detik kemudian ia kembali mengalihkan pandangannya kepada Aqila dan juga Siska. Senyumnya terukir dengan sangat lembutnya, bahkan saat ini kedua matanya mulai berbinar bersamaan dengan bibir yang bergetar pelan. “Qila Sayang,” ucapnya begitu lirih sembari mengusap pucuk kepala Aqila yang masih nampak kebingunan. Sedangkan Siska, kini wanita itu justru tampak terkesiap dengan apa yang kini tengah berada di hadapanya. Seolah tak percaya dan begitu ragu, benarkah yang saat ini sedang berdiri tepat di depannya ini adalah Ilham? Sang mantan suami yang sudah berbulan-bulan lamanya tak pernah terlihat. “Ini beneran kamu, Mas?” ucap Nabila lagi, kedua matanya tampak terbelalak. Seolah begitu kagum dengan sosok lelaki yang juga berada di hadapannya ini. Namun, lagi-lagi tetap tak mendapatkan respon. Lelaki itu justru teta

  • Surgaku Yang Hilang   Bab 107. Kembalinya Ilham Dengan Perubaha

    Hari-hari berjalan dengan damai. Akhirnya setelah bertubi-tubi masalah selalu hadir 5 bulan Siska benar-benar bisa merasakan sebuah ketenangan. Ia tengah sibuk bekerja, mengembangkan tokonya dan melakukan promosi sebanyak-banyaknya. Perlengkapan di tokonya juga sudah semakin banyak lagi, serta bapak dan ibunya tidak perlu capek-capek untuk melayani para pembeli. Karena, Siska sudah mempekerjakan 3 orang di tokonya itu. Mungkin Ibu dan Bapak hanya sesekali saja ke sana untuk memantau. “Alhamdulillah ya, Nduk. Perlahan tokonya semakin ramai dan keuangan sudah kembali membaik. Maaf kalau Ibu sama Bapak cuma bisa nyusahin kamu aja, Nduk.” Ibu mengusap lembut punggung tangan Siska. Kini mereka tengah duduk di kursi taman. Memperhatikan Aqila yang tengah bermain-main dengan teman sebayanya di hari minggu ini. Siska menatap Ibu dengan lekat, “Ibu ini ngomong apa, sih? Nggak ada yang namanya nyusahin, Bu. Apa yang udah Siska lakuin sekarang ju

  • Surgaku Yang Hilang   Bab 106. Akhirnya Memilih Resign

    Tidak hanya Lestari, bahkan fatya pun juga cukup geram mendengarnya. Pasalnya mereka benar-benar menganggap perkataan Haris baru saja menerangkan bahwa lelaki itu menggunakan Siska sebagai umpan untuk menyeleksi para karyawannya. “Bener-bener ya kamu ini, Haris. Mana bisa kamu memperalat Siska kaya gitu, kamu nggak kasian sama dia? Hah?! Emang paling bener dia nggak perlu kerja di perusahaanmu lagi, ya. Di luar sana masih banyak kok yang bakalan nerima karyawan kompeten sepertinya. Nggak usah bertahan di perusahan toxicmu itu,” sentak Fatya yang sudah mulai tak bisa lagi menahan amarahnya. Sedari ia sudah berusaha untuk tenang dan sabar, tapi mendengar hal itu jelas saja emosinya langsung meledak. Dengan cepat Haris pun langsung menggelengkan kepalanya dan segera menjelaskan kesalapahaman itu, “tunggu-tunggu! Ini nggak seperti yang kalian pikirkan. Sumpah... saya nggak ada maksud untuk menjadikan Siska umpan. Saya suka sama dia makanya sa

  • Surgaku Yang Hilang   Bab 105. Negoisasi Antara Haris dan Sahabat Siska

    “Apa sudah lebih baik?” tanya Dewi, sembari mengusap lembut lengan kanan Siska. Sore ini setelah pulang bekerja, Dewi menyempatkan diri untuk kembali menengok sahabatnya itu. Sedangkan, Fatya dan juga Linda masih ada urusan sehingga mereka akan tiba saat malam nanti. Begitu juga dengan Ika, malam ini ia tidak bisa ikut menemani Siska di rumah sakit karena ada urusan mendadak. Siska tersenyum tipis seraya mengangguk pelan, “udah kok, Dew. Dokter bilang besok juga udah boleh pulang.” “Lalu, apa lagi kata dokternya? Nggak ada yang bahaya kan sama kepala kamu?” tanya Dewi tampak cemas. “Untuk sekarang masih belum diketahui, Dew. Mungkin satu minggu lagi hasilnya akan keluar.” “Masih pusing banget, enggak? Kalau emang masih pusing sebaiknya besok jangan pulang dulu ya, Sya. Urusan orangtua sama anak kamu biar kita yang urus. Tadi, sebelum ke sini juga aku sempetin mampir ke rumah orangtua kamu, kok,” ujar Dewi,

  • Surgaku Yang Hilang   Bab 104. Siska Pembawa Dampak Negatif

    Malam ini di tengah rasa cemas, khawatir, dan bercampur bimbang Haris dengan terpaksa harus mengikuti keinginan Rosalinda untuk makan malam di luar bersama Syakira. Jangan anggap lelaki itu tidak menolaknya, sudah berulang kali Haris tidak mau, tetapi Sang Mama tetap saja memaksannya. Padahal malam ini ia ingin menemani Siska di rumah sakit, sekaligus menyelesaikan percakapan mereka yang ia anggap belum sepenuhnya selesai. Masih banyak hal yang ingin Haris katakan untuk membuat wanita itu mau memberinya kesempatan dan kepercayaan. Namun, sayangnya keadaan sama sekali tak mendukungnya. “Makan, Haris!” seru Rosalinda, sedari tadi wanita itu memperhatikan putranya yang terus sibuk dengan ponselnya tanpa memperdulikan dirinya dan juga Syakira. “Haris nggak lapar, Ma,” balas Haris lirih, lalu menghela napas panjang karena sedari tadi Siska tak mau mengangkat panggilan telepon atau pun membalas pesan-pesannya. Ingin rasanya saat ini juga ia k

  • Surgaku Yang Hilang   Bab 103. Siska Meminta Haris Untuk Mengabaikan Perasaannya

    Kalau diingat-ingat lagi, sebenarnya Ika sendiri sangat malu. Apalagi kenyataannya dia tak mempunyai hak untuk memiliki rasa cemburu itu, bahkan sekedar dekat dengan bosnya itu pun tidak. Lalu, kenapa dia harus marah dengan Ika waktu itu? Ahhh... Ika sendiri juga tak paham tentang persoalan rasa seperti ini. Sungguh rumit dan tak bisa dijelaskan. “Iya, Kaa. Aku juga udah jaga jarak banget sama Pak Haris setelah ditegur sama Bu Rosalinda, beliau ngelarang aku buat deketin anaknya. Padahal aku sendiri juga nggak ada fikiran sampai ke sana. Nggak tahu kenapa Bu Rosalinda dan Syakira justru beranggapan yang enggak-enggak tentang aku,” balas Siska, sedih rasanya kalau semakin banyak orang yang tak menyukai dirinya seperti ini. “Namanya juga manusia, Siska. Mereka pasti berasumsi sendiri-sendiri, karena para pembenci nggak akan peduli dengan semua kebaikan yang udah kamu berbuat. Di mata mereka apa yang kamu lakukan itu akan selalu buruh,” sambun

  • Surgaku Yang Hilang   Bab 102. Di Mana Pertanggung Jawaban Ilham?

    Drttt... Drttt... Drttt... Berulang kali ponsel Siska berdering, menandakan ada beberapa pesan WhatsApp yang masuk. Namun, wanita itu sengaja mengabaikannya dan justru memejamkan kedua matanya dalam posisinya yang masih duduk bersender. Ia tak mau memikirkan apapun yang akan membuat kepalanya semakin pusing. Hari ini sudah banyak sekali hal yang membuatnya penat, ingin sekali ia sejenak untuk beristirahat dari segala permasalahannya. Hingga beberapa saat kemudian Ika pun telah datang bersama dengan Fatya dan juga beberapa sahabat Siska yang lain. Wanita itu bahkan tak tahu jika Ika telah memberitahukan keadaannya yang sedang tidak baik-baik ini kepada mereka. “Assalamualikum....” ucap Ika pelan sembari berjalan ke arah Siska, namun kedua matanya justru fokus pada dua paper bag di atas nakas. “Waalaikumsalam,” balas Siska yang sudah kembali membuka kedua matanya setelah mendengar suara pintu yang terbuk

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status