Share

Bab 7

 

"Malam ini giliran aku nginap di rumah Mutia, ayo turun aku mau cepat istirahat di rumahnya," titah Haikal teramat menyayat hati Neneng.

 

Perempuan itu turun dari mobil dan melangkah dengan lunglai, ia hanya menatap mobil suaminya yang menjauh, meninggalkan sekeping kenangan yang teramat menyakitkan.

 

Hari ini waktu terasa begitu cepat berputar, tak ada kebersamaan yang mengesankan seperti yang ia impikan, tanpa sadar bulir bening itu rembes membasahi pipinya.

 

"Kamu nangis, Neng?" tanya ibu sambil menelisik wajah Neneng yang berantakan.

 

"Engga, lagi ketawa," jawab Neneng culas.

 

Sudah tahu lagi nangis malah nanya! 

 

Kini, giliran Neneng yang tidur seorang diri, berselimutkan rasa sepi, semalaman matanya tak bisa terlelap, bayangan Haikal dan Mutia yang sedang memadu cinta benar-benar menghantuinya, menghasilkan rasa resah tak berkesudahan.

 

Tuhan, sesakit inikah berbagi suami? sepedih inikah menjadi yang kedua? di luar sana istri kedua banyak yang diutamakan. Namun, apa yang terjadi pada takdirku, justru semua terbalik, malah istri pertama yang di nomor satukan.

 

Lihatlah jam dinding itu ia terus berdetak walau tak ada orang yang meliriknya, tak bisakah waktuku berjalan seperti benda itu?

 

Neneng meracau sendiri, ia hampir frustasi.

 

*

 

Keesokan paginya seperti biasa Neneng menyantap sarapan bersama ibu mertua. Namun, kali ini berbeda, ia nampak tak berselera.

 

"Neng, Ibu harap kamu cepet hamil ga sabar rasanya pengen nimang cucu, kalau ngandelin Mutia Ibu keburu mati penasaran," ucap ibu, membuat Neneng semakin putus asa.

 

Menimbulkan berbagai banyak tanya, apakah pernikahan ini settingan? hanya sebagai alat mesin pencetak anak? setelah itu aku dibuang karena tak lagi dibutuhkan? 

 

"Kalau Neneng udah melahirkan anak, apa yang akan Ibu berikan?" tanya Neneng memancing.

 

"Tentu saja Ibu akan memberikan apa yang kamu mau," jawab ibu enteng sambil mengunyah makanan.

 

"Termasuk Mas Haikal?" 

 

Ibu tertawa kecil

 

"Dia 'kan memang udah jadi milikmu," jawab ibu lagi.

 

"Aku ingin memiliki dia seutuhnya tanpa berbagi dengan siapapun."

 

Seketika aktifitas ibu terhenti, lalu menatap Neneng dengan nanar, ia tahu Mutia adalah cinta dan juga kekuatan bagi putranya, hal itu tak mungkin terjadi, Haikal cinta mati terhadap istri pertamanya.

 

"Kamu ga boleh dzalim begitu Neng, mereka saling mencintai mana mungkin mau berpisah."

 

Jawaban itu bagaikan sebuah bara yang dilemparkan ke dalam dada Neneng, seketika ia memanas dan berprasangka bahwa dirinya hanyalah sebuah alat mesin pencetak anak, tak ada cinta dan kasih sayang untuk dirinya.

 

"Jangan khawatir, Haikal pasti akan mencintaimu juga kalau kamu sudah berhasil melahirkan seorang anak impiannya, ga ada yang ga mungkin semua permintaanmu dikabulkan termasuk yang satu itu," celetuk ibu membuat Neneng mendongkak.

 

Ibu memahami kegundahan Neneng, ia tak mau wanita cempreng itu putus asa dan berubah fikiran, bagaimanapun juga ambisinya memiliki seorang cucu sangatlah besar, hingga cara apapun akan ia lakukan.

 

"Jangan fikirkan Mutia, fikirkan saja dirimu sendiri, minumlah ini."

 

Ibu memberikan satu kotak madu penyubur kandungan, Neneng meraih benda itu dan membacanya dengan seksama.

 

"Ibu suruh aku minum ini? kenapa ga si Mutia aja yang dikasih," ujarnya merasa tersindir

 

"Mutia sudah banyak meminum madu semacam itu, tapi tetap tak menghasilkan, sekarang giliran kamu, Neng, jangan lupa di minum," pinta ibu dengan ramah.

 

Sejatinya ia bukan mertua jahat seperti pada umumnya, hanya saja ambisinya untuk memiliki cucu teramat besar.

 

"Percuma minum ginian kalau Aa Haikal jarang menyentuh Neneng."

 

Untuk kedua kalinya ibu tertegun sambil menatap Neneng lagi, ia rasa perlu melakukan sesuatu untuk menantu keduanya itu.

 

"Kamu sabar ya, ibu akan bantu nanti sore kita ke salon untuk perawatanmu, ibu yang akan bayar."

 

Seketika Neneng mendadak ceria.

 

"Beneran, Bu?"

 

Ibu menganggukan kepala.

 

*

 

Sambil menunggu ibu bersiap Neneng membuka gawai, berbagai akun sosmednya ia jelajahi termasuk akun biru.

 

Keningnya berkerut dan bibir bergetar saat melihat postingan Mutia tadi malam, Poto Selfi dirinya bersama Haikal dan madu menyebalkan itu telah dikomentari oleh puluhan orang.

 

Semua menghujat Neneng, banyak yang mengatakan kalau Neneng tak pantas menjadi pesaing Mutia, celakanya akun yang diperkirakan teman-teman madunya itu lebih parah hujatannya.

 

'Mirip oncom bulukan' lengkap dengan emoticon ngakak

 

'Ihh apaan tuh yang di sebelah kanan? penampakan?' 

 

'Bagaikan langit dan bumi perbedaan antara dirimu dengan nya, hehehe'

 

'Sebelah kiri Cinderella, yang tengah pangeran dan sebelah kanannya Upik Abu' ia pun membubuhi komentarnya dejan emoticon ketawa ngakak.

 

Tak kuasa membaca semuanya, Neneng segera mematikan ponsel dan menyimpannya ke dalam tas, puluhan komentar yang menjelekkan dirinya bagaikan ribuan anak panah yang menghunus dadanya, sakit sekali.

 

Mereka memang bener, aku dan Mutia bagaikan langit dan bumi, dia cantik, putih, tinggi dan pintar juga wanita karir, tapi sayang umurnya sudah tua dan belum menjadi perempuan sempurna.

 

Neneng meracau seorang diri, hatinya benar-benar panas terbakar, tanpa fikir panjang ia segera menelpon kakak madunya itu.

 

"Hallo, Neng, ada apa?" tanya Mutia di sebrang sana.

 

"Teteh sudah lihat postingan poto Selfi kita semalam?" tanya Neneng tanpa basa-basi.

 

"Emang kenapa?" Mutia malah balik bertanya.

 

"Teteh seneng, orang-orang banyak yang hina aku hah? Teteh sengaja 'kan lakukan itu untuk malu-maluin Neneng? keterlaluan ya kelakuan Teteh ini! Kalau mau bersaing soal kecantikan yang sehat dong! Jangan pas Neneng lagi lecek-leceknya di Poto dan dijadikan bandingan."

 

Bak sebuah kereta Neneng melampiaskan kekesalannya tanpa jeda 

 

"Oh jadi kamu marah karena unggahan itu? jangan nyalahin aku tapi intropeksi diri, malam kemarin ngapain kamu ngata-ngatain aku serakah? kalau aku ini menikmati uang suami sendirian?"

 

"Semua saudara ibu hujat aku, Neng! Itu semua gara-gara postingan kamu, apa aku marah? engga 'kan makanya jangan main-main sama Mutia, aku bisa lakukan apapun untuk membalas rasa sakit hatiku!" 

 

Ancaman Mutia cukup membuat tubuh Neneng bergetar, hampir saja ponsel itu lepas dari genggaman, ia tak menyangka kakak madu yang terlihat polos ternyata diam-diam bisa menghancurkan.

 

"Sudah dulu ya, Mas Haikal sudah keluar dari kamar mandi, dia minta ronde kedua," ujar Mutia sambil cekikikan

 

"kebetulan aku lagi cuti kerja ingin menghabiskan waktu dengan Mas Haikal sepuasnya, awas kalau kamu ganggu dengan nelponin suamiku terus-terusan."

 

Mutia mengakhiri teleponnya sepihak, tanpa sadar air mata Neneng meleleh laksana air hujan.

 

Benarkah itu? jika Mas Haikal menghabiskan semua waktu untuknya, sedangkan untukku dia bahkan menyia-nyiakan waktunya.

 

Ini ga adil! Neneng semakin sesenggukan tak kuasa membayangkan suaminya sedang memadu cinta dengan pesaingnya. 

 

"Ibuuuuu!" Wanita itu berteriak memanggil mertuanya sambil berlari kencang.

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status