Share

Bab 6

 

Mereka bertiga duduk di meja bundar mengelilingi makanan yang telah dipesan, Mutia sengaja memesan makanan paling enak dan mahal yang tersaji di restoran ini.

 

"Ayo di makan steak-nya, Neng," tawar Mutia dengan elegan.

 

"Kamu juga makan dong, Mas, kok cuma di liatin aja."

 

Haikal terpaku menatap makanan begitu banyak dari mulai menu pembuka, menu utama juga menu penutup yang tak kalah menggugah selera, ditambah minuman spesial sebagai pelepas dahaga.

 

Tentu semua ini akan memakan banyak biaya, bisa tekor! Batin Haikal nelangsa, ia mencoba mengukir senyum semanis mungkin agar istri pertamanya itu tak curiga.

 

"Mau aku suapin, Mas?" tawar Mutia so romantis.

 

Seketika Neneng membulatkan mata, perutnya mendadak mual melihat tingkah kakak madunya yang menyebalkan.

 

"Emmm, boleh-boleh," jawab Haikal sambil mengangguk.

 

Tentu saja Neneng tak terima, dengan sekuat tenaga ia memotong steak menggunakan tangan kanannya, dengan usaha extra akhirnya daging panggang itu  terbelah juga.

 

"Nih, A, makan!" Diluar dugaan Neneng terlebih dulu menyuapi Haikal tanpa belas kasihan.

 

"Aduh, Neng, pelan-pelan dong, tenagamu itu lho kaya tukang kuli," ujar Haikal sambil mendelik, mulutnya penuh dengan daging panggang setengah matang.

 

Mutia cekikikan, ternyata membalas perbuatan Neneng begitu teramat menyenangkan, tak perlu bersikap bar-bar, cukup mengahadapinya dengan santai dan elegan.

 

"Nih, minumnya, Mas." Giliran Mutia yang menyodorkan minum untuk Haikal.

 

Tingkah laku mereka sontak mengalihkan mata pengunjung lainnya, diantara mereka ada yang berbisik ada juga yang terkikik.

 

"Nyuapinnya yang bener dong, Neng, motong dagingnya jangan gede-gede dikira mulut Mas Haikal Segede goa gitu," sindir Mutia sambil mendelik, lalu menyuapkan potongan daging berukuran kecil ke mulut Haikal.

 

Mereka saling memandang penuh cinta, sedangkan Neneng bak obat nyamuk yang bertugas mengusir hewan penghisap darah itu, agar tak mengganggu kenyamanan suami dan kakak madunya.

 

Duh, makan malam ini sungguh mengenaskan sekali.

 

Praaanggg!

 

"E busett!" Haikal kaget hingga tubuhnya reflex terguncang.

 

Begitupun dengan pengunjung lain yang tak kalah terkejut, semua mata memandang mereka bertiga.

 

Neneng menjatuhkan pisau dan garpu ke atas piring bersamaan, membuat pasangan yang sedang bermesraan itu terperanjat dan menoleh.

 

"Kamu tuh kenapa sih, Neng, banting-banting pisau, kalau kena kaki gimana?" seru Haikal sambil mengusap dada.

 

"Biarin! Biar pisaunya kena hati sekalian," cetus Neneng sambil menyuapkan daging ke dalam mulutnya.

 

"Ya kalau kena kaki aku gimana? kalau kena kakimu sih ga masalah, eh ...." Haikal keceplosan.

 

Neneng menghentikan aktivitas mengunyahnya, lalu sepasang bola mata yang dihiasi bulu mata anti badai itu menatap tajam, tangannya memegang pisau dengan erat membuat Haikal bergidik ngeri.

 

"Ka-kamu kenapa, Neng? kok serem gitu kaya  kuntilanak mau makan ayam," ujar Haikal sambil menelisik wajah menor Neneng yang dipenuhi keringat.

 

"Au ah bete!" Neneng memotong daging sekuat tenaga melampiaskan kekesalannya pada makanan itu.

 

"Mas abis makan kita belanja-belanja yuk, aku mau beli kalung berlian kaya gini tapi beda model, terus mau beli baju buat kerja, baju-baju aku udah pada pudar warnanya," pinta Mutia, tak menghiraukan adik madunya yang sudah merengut tersiksa.

 

"Emmm, belanja ya, Sayang." Haikal Menggaruk belakang kepalanya sambil menyeringai.

 

Duh, boro-boro neraktir belanja, bayar semua makanan ini saja hampir kebobolan, fikir Haikal putus asa.

 

"Iya belanja, sekalian beli kolor juga buat kamu Mas, kolormu 'kan warna ijo semua, kali-kali lah beli warna merah kek, atau pink gitu biar aku ga bosen liatnya," jawab Mutia sambil mesem-mesem.

 

"Dih malah nyuruh Mas pake kolor warna pink, dikira aku ini teletubis apa," jawab Haikal sambil terkikik.

 

"Bukan teletubis tapi helo Kity, huaahahaha." Seketika Mutia tergelak membuat Neneng kian muak.

 

"Awas tuh ada laler masuk ke mulut, ketawanya jangan lebar-lebar," ejek Haikal.

 

*

 

Usai makan malam yang bagi Neneng teramat mengenaskan, akhirnya mereka bertiga berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan elit.

 

Haikal berjalan diapit oleh kedua istrinya. Namun, malang Neneng tak sanggup mengimbangi langkah mereka yang lebar, ditambah sepatu high heels yang tinggi membuat langkahnya sedikit terhambat.

 

"Jalannya jangan cepet-cepet atuh," tegur Neneng, ia lelah juga betisnya yang mulai terasa pegal.

 

Mutia sengaja membawa suami dan madunya berputar-putar di tempat itu, dalam hati ia terbahak-bahak menyaksikan betapa nelangsanya seorang Neneng.

 

"Ini bagus ga, Mas?" tanya Mutia sambil memamerkan kalung berlian pilihannya.

 

Neneng diam terpesona menatap benda putih berkilap itu, mulutnya menganga menginginkan benda yang sedang dipegang kakak madunya.

 

"Ba-bagus, kok," jawab Haikal tegang.

 

Masalahnya uang pemberian ibu sudah habis terkikis, hanya tersisa untuk bensin esok hari, padahal ia berniat menyisihkan uang itu untuk bekal kebutuhannya sehari-hari.

 

"Aku beli ya, sekalian sama yang ini." Mutia menunjuk cincin berlian yang tak kalah indahnya.

 

Haikal meneguk ludah, bingung harus berkata apa, ia hanya mengangguk pelan.

 

"Dua ya, Mbak, silakan di totalkan," ujar Mutia membuat degup jantung Haikal berpacu hebat.

 

"Semuanya 150 juta ya, Mbak," jawab pelayan itu.

 

Seketika Neneng dan Haikal menganga.

 

"Apa seratus lima puluh juta?" Neneng mengeja digit angka yang menurutnya sangat fantastis itu, bahkan semua perhiasan emasnya saja tak bernilai sebesar itu jika dijual.

 

"Bayar pakai ini saja ya, Mbak." Mutia menyerahkan kartu kredit, membuat Haikal bernapas lega, hampir saja ia kehilangan nyawa jika Mutia memintanya membayar perhiasan itu.

 

Selesai belanja perhiasan, Mutia mengajak Haikal dan Neneng berputar lagi mencari toko pakaian yang cocok untuknya.

 

Neneng hampir menyerah betisnya hampir keram tak kuat menyangga tubuh mungilnya.

 

"Aa, Eneng cape dari tadi muter-muter terus, belanja kagak!" gerutu Neneng, ia bagaikan seorang pengawal kakak madunya.

 

Menyebalkan! Awas kau Mutia, Neneng merutuk dalam hati.

 

"Oh kamu mau belanja ya, Neng?" tanya Mutia so perhatian padahal dalam hati ia ingin cekikikan, melihat adik madunya yang kelelahan, bahkan sebagian make-up Neneng luntur disapu keringat, membuat tampilan wajahnya sedikit berantakan.

 

Melihat itu Mutia mengulum senyum, tiba-tiba terlintas ide konyol di fikirannya.

 

"Mas, kita Selfi dulu yuk bertiga," ujarnya sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tas.

 

Ponsel telah berada di hadapan, alangkah terkejutnya Neneng saat melihat wajahnya sendiri di layar kamera, bedak yang bergeser dengan lipstik yang sebagian memudar juga bulu mata yang hampir terlepas sebelah.

 

Sedangkan Mutia masih terlihat segar dan ceria, wajahnya tak nampak rasa lelah bahkan make-up itu masih menempel dengan baik, tentu saja karena yang ia gunakan buka make-up abal-abal seperti yang Neneng kenakan.

 

"Aku upload ke efbe ya, Mas, biar mereka tahu kalau kita baik-baik aja," ujar Mutia membuat mulut Neneng menganga.

 

Tidak bisa! Masa ia teman-teman sosmednya akan melihat wajahnya dalam keadaan seperti itu, apa kata mereka? batin Neneng menolak paksa.

 

"Jangan atuh, Teh, itu potonya jelek," celetuk Neneng mencoba menghentikan.

 

"Bagus kok, lihat nih aku terlihat cantik dan segar, Mas Haikal juga terlihat tampan dan macho," jawab Mutia sambil memperlihatkan layar ponselnya.

 

Ya iyalah elo cantik sedangkan gue? udah mirip oncom bulukan, Neneng meringis meratapi nasibnya yang tragis.

 

"Nih, Mas udah diunggah ke efbe, aku juga udah tag akun Mas dan Neneng," ujar Mutia membuat perempuan bertubuh mungil itu semakin putus asa, tak terbayang bagaimana orang-orang akan menghujat penampilannya. 

 

"Ayo kita belanja baju, kamu juga, Neng, sekalian belanja," tawar Mutia membuat wajah Neneng mendadak ceria.

 

"Beneran boleh, Teh?" tanya Neneng lagi dengan sumringah.

 

"Boleh tapi ...."

 

"Tapi apa, Teh?" tanya Neneng lagi.

 

"Tapi bayar sendiri, hahahahha." Mutia terbahak-bahak.

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status