Share

Bab 6

Penulis: Ina Qirana
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-13 22:26:24

 

Mereka bertiga duduk di meja bundar mengelilingi makanan yang telah dipesan, Mutia sengaja memesan makanan paling enak dan mahal yang tersaji di restoran ini.

 

"Ayo di makan steak-nya, Neng," tawar Mutia dengan elegan.

 

"Kamu juga makan dong, Mas, kok cuma di liatin aja."

 

Haikal terpaku menatap makanan begitu banyak dari mulai menu pembuka, menu utama juga menu penutup yang tak kalah menggugah selera, ditambah minuman spesial sebagai pelepas dahaga.

 

Tentu semua ini akan memakan banyak biaya, bisa tekor! Batin Haikal nelangsa, ia mencoba mengukir senyum semanis mungkin agar istri pertamanya itu tak curiga.

 

"Mau aku suapin, Mas?" tawar Mutia so romantis.

 

Seketika Neneng membulatkan mata, perutnya mendadak mual melihat tingkah kakak madunya yang menyebalkan.

 

"Emmm, boleh-boleh," jawab Haikal sambil mengangguk.

 

Tentu saja Neneng tak terima, dengan sekuat tenaga ia memotong steak menggunakan tangan kanannya, dengan usaha extra akhirnya daging panggang itu  terbelah juga.

 

"Nih, A, makan!" Diluar dugaan Neneng terlebih dulu menyuapi Haikal tanpa belas kasihan.

 

"Aduh, Neng, pelan-pelan dong, tenagamu itu lho kaya tukang kuli," ujar Haikal sambil mendelik, mulutnya penuh dengan daging panggang setengah matang.

 

Mutia cekikikan, ternyata membalas perbuatan Neneng begitu teramat menyenangkan, tak perlu bersikap bar-bar, cukup mengahadapinya dengan santai dan elegan.

 

"Nih, minumnya, Mas." Giliran Mutia yang menyodorkan minum untuk Haikal.

 

Tingkah laku mereka sontak mengalihkan mata pengunjung lainnya, diantara mereka ada yang berbisik ada juga yang terkikik.

 

"Nyuapinnya yang bener dong, Neng, motong dagingnya jangan gede-gede dikira mulut Mas Haikal Segede goa gitu," sindir Mutia sambil mendelik, lalu menyuapkan potongan daging berukuran kecil ke mulut Haikal.

 

Mereka saling memandang penuh cinta, sedangkan Neneng bak obat nyamuk yang bertugas mengusir hewan penghisap darah itu, agar tak mengganggu kenyamanan suami dan kakak madunya.

 

Duh, makan malam ini sungguh mengenaskan sekali.

 

Praaanggg!

 

"E busett!" Haikal kaget hingga tubuhnya reflex terguncang.

 

Begitupun dengan pengunjung lain yang tak kalah terkejut, semua mata memandang mereka bertiga.

 

Neneng menjatuhkan pisau dan garpu ke atas piring bersamaan, membuat pasangan yang sedang bermesraan itu terperanjat dan menoleh.

 

"Kamu tuh kenapa sih, Neng, banting-banting pisau, kalau kena kaki gimana?" seru Haikal sambil mengusap dada.

 

"Biarin! Biar pisaunya kena hati sekalian," cetus Neneng sambil menyuapkan daging ke dalam mulutnya.

 

"Ya kalau kena kaki aku gimana? kalau kena kakimu sih ga masalah, eh ...." Haikal keceplosan.

 

Neneng menghentikan aktivitas mengunyahnya, lalu sepasang bola mata yang dihiasi bulu mata anti badai itu menatap tajam, tangannya memegang pisau dengan erat membuat Haikal bergidik ngeri.

 

"Ka-kamu kenapa, Neng? kok serem gitu kaya  kuntilanak mau makan ayam," ujar Haikal sambil menelisik wajah menor Neneng yang dipenuhi keringat.

 

"Au ah bete!" Neneng memotong daging sekuat tenaga melampiaskan kekesalannya pada makanan itu.

 

"Mas abis makan kita belanja-belanja yuk, aku mau beli kalung berlian kaya gini tapi beda model, terus mau beli baju buat kerja, baju-baju aku udah pada pudar warnanya," pinta Mutia, tak menghiraukan adik madunya yang sudah merengut tersiksa.

 

"Emmm, belanja ya, Sayang." Haikal Menggaruk belakang kepalanya sambil menyeringai.

 

Duh, boro-boro neraktir belanja, bayar semua makanan ini saja hampir kebobolan, fikir Haikal putus asa.

 

"Iya belanja, sekalian beli kolor juga buat kamu Mas, kolormu 'kan warna ijo semua, kali-kali lah beli warna merah kek, atau pink gitu biar aku ga bosen liatnya," jawab Mutia sambil mesem-mesem.

 

"Dih malah nyuruh Mas pake kolor warna pink, dikira aku ini teletubis apa," jawab Haikal sambil terkikik.

 

"Bukan teletubis tapi helo Kity, huaahahaha." Seketika Mutia tergelak membuat Neneng kian muak.

 

"Awas tuh ada laler masuk ke mulut, ketawanya jangan lebar-lebar," ejek Haikal.

 

*

 

Usai makan malam yang bagi Neneng teramat mengenaskan, akhirnya mereka bertiga berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan elit.

 

Haikal berjalan diapit oleh kedua istrinya. Namun, malang Neneng tak sanggup mengimbangi langkah mereka yang lebar, ditambah sepatu high heels yang tinggi membuat langkahnya sedikit terhambat.

 

"Jalannya jangan cepet-cepet atuh," tegur Neneng, ia lelah juga betisnya yang mulai terasa pegal.

 

Mutia sengaja membawa suami dan madunya berputar-putar di tempat itu, dalam hati ia terbahak-bahak menyaksikan betapa nelangsanya seorang Neneng.

 

"Ini bagus ga, Mas?" tanya Mutia sambil memamerkan kalung berlian pilihannya.

 

Neneng diam terpesona menatap benda putih berkilap itu, mulutnya menganga menginginkan benda yang sedang dipegang kakak madunya.

 

"Ba-bagus, kok," jawab Haikal tegang.

 

Masalahnya uang pemberian ibu sudah habis terkikis, hanya tersisa untuk bensin esok hari, padahal ia berniat menyisihkan uang itu untuk bekal kebutuhannya sehari-hari.

 

"Aku beli ya, sekalian sama yang ini." Mutia menunjuk cincin berlian yang tak kalah indahnya.

 

Haikal meneguk ludah, bingung harus berkata apa, ia hanya mengangguk pelan.

 

"Dua ya, Mbak, silakan di totalkan," ujar Mutia membuat degup jantung Haikal berpacu hebat.

 

"Semuanya 150 juta ya, Mbak," jawab pelayan itu.

 

Seketika Neneng dan Haikal menganga.

 

"Apa seratus lima puluh juta?" Neneng mengeja digit angka yang menurutnya sangat fantastis itu, bahkan semua perhiasan emasnya saja tak bernilai sebesar itu jika dijual.

 

"Bayar pakai ini saja ya, Mbak." Mutia menyerahkan kartu kredit, membuat Haikal bernapas lega, hampir saja ia kehilangan nyawa jika Mutia memintanya membayar perhiasan itu.

 

Selesai belanja perhiasan, Mutia mengajak Haikal dan Neneng berputar lagi mencari toko pakaian yang cocok untuknya.

 

Neneng hampir menyerah betisnya hampir keram tak kuat menyangga tubuh mungilnya.

 

"Aa, Eneng cape dari tadi muter-muter terus, belanja kagak!" gerutu Neneng, ia bagaikan seorang pengawal kakak madunya.

 

Menyebalkan! Awas kau Mutia, Neneng merutuk dalam hati.

 

"Oh kamu mau belanja ya, Neng?" tanya Mutia so perhatian padahal dalam hati ia ingin cekikikan, melihat adik madunya yang kelelahan, bahkan sebagian make-up Neneng luntur disapu keringat, membuat tampilan wajahnya sedikit berantakan.

 

Melihat itu Mutia mengulum senyum, tiba-tiba terlintas ide konyol di fikirannya.

 

"Mas, kita Selfi dulu yuk bertiga," ujarnya sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tas.

 

Ponsel telah berada di hadapan, alangkah terkejutnya Neneng saat melihat wajahnya sendiri di layar kamera, bedak yang bergeser dengan lipstik yang sebagian memudar juga bulu mata yang hampir terlepas sebelah.

 

Sedangkan Mutia masih terlihat segar dan ceria, wajahnya tak nampak rasa lelah bahkan make-up itu masih menempel dengan baik, tentu saja karena yang ia gunakan buka make-up abal-abal seperti yang Neneng kenakan.

 

"Aku upload ke efbe ya, Mas, biar mereka tahu kalau kita baik-baik aja," ujar Mutia membuat mulut Neneng menganga.

 

Tidak bisa! Masa ia teman-teman sosmednya akan melihat wajahnya dalam keadaan seperti itu, apa kata mereka? batin Neneng menolak paksa.

 

"Jangan atuh, Teh, itu potonya jelek," celetuk Neneng mencoba menghentikan.

 

"Bagus kok, lihat nih aku terlihat cantik dan segar, Mas Haikal juga terlihat tampan dan macho," jawab Mutia sambil memperlihatkan layar ponselnya.

 

Ya iyalah elo cantik sedangkan gue? udah mirip oncom bulukan, Neneng meringis meratapi nasibnya yang tragis.

 

"Nih, Mas udah diunggah ke efbe, aku juga udah tag akun Mas dan Neneng," ujar Mutia membuat perempuan bertubuh mungil itu semakin putus asa, tak terbayang bagaimana orang-orang akan menghujat penampilannya. 

 

"Ayo kita belanja baju, kamu juga, Neng, sekalian belanja," tawar Mutia membuat wajah Neneng mendadak ceria.

 

"Beneran boleh, Teh?" tanya Neneng lagi dengan sumringah.

 

"Boleh tapi ...."

 

"Tapi apa, Teh?" tanya Neneng lagi.

 

"Tapi bayar sendiri, hahahahha." Mutia terbahak-bahak.

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   ENDING

    Aku mulai membaca lembar pertama surat yang ditulis oleh Neneng, begitu pula dengan Mas Haikal ia pun ikutan membaca karena penasaran."Assalamualaikum, Teh Mutia, Eneng tuh nulis surat karena ga berani ngomong ini sama Teteh secara langsung karena selama ini kita ga pernah akur.""Entah kenapa Eneng pengen banget nulis surat ini karena merasa ajal sudah dekat, sudah sering sakit-sakitan selama hamil, Teteh akan baca surat ini kalau Eneng udah ga ada, tapi kalau Eneng berumur panjang mungkin surat ini sudah hangus dibakar api."Semua orang pernah berbuat salah dan kesalahan terbesar Eneng yaitu sudah masuk ke kehidupan Teh Mutia dan A Haikal, harusnya waktu itu Eneng nolak lamaran suami orang bukan Nerima dan nyakitin Teteh.""Eneng minta maaaf sekali karena pernah buat Teteh menangis dalam kesendirian, udah pernah buat hidup Teteh putus asa, semoga rasa sakit yang Teteh rasakan bisa jadi penggugur dosa dan meninggikan derajat Teteh di akhirat."Aku merenung, ada rasa sesal yang terbe

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 32

    "Neneng kenapa, Mas?" tanyaku dengan perasaan yang mulai gelisah, tak biasanya Mas Haikal menangis seperti perempuan.Ia masih sesenggukan, mungkin lidahnya kelu untuk mengungkapkan sesuatu, aku menunggu sampai tangisan itu mereda dan ia mau mengungkapkan segala yang aku risaukan."Mas, kamu baik-baik aja 'kan?" tanyaku lagi, kali ini suara isakan itu tak terdengar lagi."Neneng, Mut, dia ... dia sudah meninggal," ujar Mas Haikal dengan suara lemah.Seketika badanku luruh lalu terduduk di kasur mendengar kabar ini, bagaimana mungkin Neneng pergi secepat itu, padahal aku belum meminta maaf karena sering menyakitinya."Mas kamu jangan bercanda ya, aku ga suka," cetusku sambil geleng-geleng kepala."Engga, Mut, Mas serius Neneng udah ga ada, tadi di ambulans dia juga sempat nitip kata maaf buat kamu." Suara Mas Haikal tercekat."Ya Allah, harusnya aku yang minta maaf karena selama ini ...." Suaraku tertahan, bayangan masa lalu hadir di depan mataku, di mana kami tak pernah akur malah ser

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 31

    (POV Mutia)Aku tak mengerti jalan fikir Mas Haikal, katanya ia tak lagi mencintai Neneng, tapi kenyataannya ia selalu gelisah memikirkan wanita itu, bahkan bolak balik menjenguknya."Mut, kayanya Neneng mau lahiran, Mas mohon kamu ngerti ya, bagaimanapun juga dia mau lahirkan anakku." Mas Haikal berlari menghampiriku di kamar.Aku tetap dia membisu, rasanya ingin sekali pergi dari sini dan memulai hidup bersama si kembar di tempat asing, hati ini sakit seperti dipermainkan melihatnya tak bisa tegas seperti itu."Ayolah, Mut, jangan ngambek, Mas cuma khawatir sama anaknya takut kenapa-napa, mana dia sendirian di rumah," bujuknya lagi, ia sampai bersimpuh "Yaudah lah sana pergi," jawabku ketus.Air mata hampir merembes di pipi."Kok kamu kaya ga ikhlas gitu sih, senyum dong," pinta Mas Haikal ngeselin.Bukannya cepet pergi malah menggodaku untuk tersenyum."Sana pergi urus istri kesayanganmu itu, aku ga apa-apa bisa sendiri," ujarku masih ketus.Sejujurnya hati ini tak ikhlas membiark

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 30

    (POV Haikal)Hari ini hari aqiqah si kembar, tujuh hari sudah usia mereka, di rumah banyak tetangga dan saudara ibu yang sedang memasak.Dua ekor kambing sudah disembelih dan siap dibagikan untuk para tetangga juga kerabat jauh, hari ini kami semua sibuk melayani tamu-tamu yang datang melihat si kembar.Tamu yang paling banyak yaitu karyawan Mutia dari mulai karyawan bagian produksi hingga bagian management, mereka hadir memberikan kado terbaik untuk anak kami yang bernama Aisyah Putri Abimana, sedangkan adiknya Asiyah Putri Abimana.Nama belakang mereka kompak diambil dari belakang namaku yaitu Haikal Abimana, banyak yang memuji kecantikan Aisyah dan Asiyah, mereka juga mengatakan jika si kembar merupakan kembar identik, memiliki kesamaan wajah yang begitu mirip.Kado si kembar sudah numpuk di dalam kamar, sedangkan di ruang tamu dan teras banyak kerabat dan saudara jauh kami yang datang.Acara ini sebenarnya di gelar sederhana hanya mengundang kerabat dan saudara, tak ada pesta mewa

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 29

    Aku geleng-geleng kepala melihat tingkah Bu Minah yang tak lain ibunya Neneng, kelihatan sekali matrenya."Mana aku tahu, Bu, kerja aja belom udah nanya gaji," jawab Mas Haikal sewot."Palingan juga tiga jutaan gajinya," celetukku, sengaja untuk mematahkan harapan Neneng.Aku tak ingin wanita itu berubah fikiran untuk berpisah dengan Mas Haikal, aku tak ingin si kembar kekurangan kasih sayang seorang ayah."Mas pergi dulu ya." Mas Haikal mencium keningku dan berlalu begitu saja mengabaikan Neneng."Halaaah gaji tiga juta aja bangga! Apa bedanya dengan buruh, anakmu itu memang b*d*h, Ningsih, punya pabrik sendiri malah kerja di tempat orang, begitu kalau suami l3mb3k sama istri aja takut," cerocos Bu Minah ngegas.Sepertinya ia kesal karena Mas Haikal tak seperti yang diharapkan, emang enak! Makanya jangan berharap pada manusia."Mau gajinya tiga juta ataupun satu juta tapi aku tetap akan menerima, jadi istri itu jangan terlalu matre lah, giliran suami banyak duit disayang giliran ga p

  • Suruh Siapa Kawin Lagi   Bab 28

    (POV Mutia)Akhirnya aku tiba di klinik khusus bersalin, perawat segera menolong dan membawaku ke ruang bersalin menggunakan kursi roda.Mas Haikal menggendongku dan meletakkan tubuh ini di kasur khusus melahirkan, tiba lah Dokter Rista, ia adalah dokter langganan yang biasa memeriksa saat aku kontrol kandunganNyeri ini semakin sering kurasakan, Dokter Rista mengatakan bahwa aku siap untuk mengejan, mengikuti aba-aba darinya sambil mengucap basmallah.Aku mulai mengejan hingga beberapa kali, Mas Haikal berdiri di sampingku sambil menggenggam tangan ini, terkadang ia mengusap keningku yang basah oleh keringat."Ayo, Sayang, kamu pasti bisa," ujarnya menyemangati.Bayi pertama berhasil keluar, karena bayinya kembar maka dokter menyarankan untuk mengejan kembali, tak lama kemudian bayi kedua berhasil keluar melihat dunia ini.Kuucapkan Hamdallah tiada henti begitu pula dengan Mas Haikal, Dokter Rista ditemani oleh asistennya segera mengeluarkan placenta dari rahimku, terasa sangat ngilu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status