"Strategi apa yang kau tawarkan padaku?"Pertanyaan Arya membuat senyum Mia mengembang. Ia baru hendak menjawab ketika terdengar ketukan di pintu kamar—sepertinya pesanan makanan Arya telah tiba. Untung saja mereka datang di waktu yang tepat, tidak saat adegan panas berlangsung.Surya lekas menanggalkan handuknya dan mengenakan jubah mandi sebelum membuka pintu."Selamat sore, Tuan Muda Wicaksono. Kami mengantarkan pesanan Anda."Arya mengangguk lalu membuka pintu kamar selebar mungkin. Dua wanita berseragam koki masuk, salah satunya mendorong troli. Begitu melihat seorang wanita duduk bersilang kaki di dalam kamar, keduanya sempat saling pandang sebelum membungkuk sopan. Gerak-gerik itu tidak luput dari perhatian Mia; ia memberi isyarat mata pada Arya, yang entah bagaimana langsung memahami maksudnya.Arya kemudian menghampiri kedua wanita itu yang berjalan menuju satu-satunya meja di dekat balkon. Mereka menata hidangan satu per satu dengan rapi, sementara Arya berdiri tepat di bela
"Aku tahu kau terobsesi memilikiku hanya karena iri pada Dirga! Merebutku darinya hanya untuk membuatnya terpuruk!" Napas Kelam tersengal, berderai air mata bersama sesak dan muak yang selama ini ia pendam."Kau ... tidak pernah benar-benar mencintaiku, Surya!"Surya terdiam sejenak, lalu tiba-tiba mencium bibir Kelam dengan intens. Kelam membalasnya meski air matanya terus mengalir. Tubuhnya didorong Surya hingga terbaring di ranjang, dan ciuman itu pun berubah menjadi sesuatu yang berbahaya.Semilir angin petang menyibak tirai jendela hotel, membawa aroma basah sisa hujan. Di kamar yang sama, Hotel 101, waktu seakan berputar. Senja kali ini menyeret Kelam kembali pada petang lain—lima belas tahun yang lalu.Saat itu, jemari Kelam menjelajah tubuh Surya, membuka kancing seragam SMA-nya satu per satu. Bibir Surya menyesap leher Kelam, berhenti tepat di atas tahi lalat mungil yang selalu membuat Kelam merasa rapuh; entah bagaimana Surya mengetahuinya."Kau sudah pernah melakukan ini se
Kelam terkejut, bukan karena suara dari luar kamar yang meneriakkan nama S—sepertinya memang ada pertengkaran di koridor—melainkan karena sebuah postingan di laman media sosial. Dari akun @D90, terpampang dua gambar yang kembali membuat air matanya luruh. Hanya saja, kali ini bukan disebabkan oleh perselingkuhan antara Mia dan Surya. Foto pertama menampilkan seorang bocah laki-laki yang tengah meniup lilin berbentuk angka lima, sementara di sampingnya seorang pria dewasa tertawa bahagia menatap bocah itu. Slide kedua jauh lebih menusuk: sepasang kekasih berpelukan di atas ranjang dengan tubuh mereka yang tertutup selimut berwarna lavender. Tampak jelas, foto itu diambil oleh si pria sendiri. Pada gambar tersebut terdapat tag nama @RonaFeb dengan caption singkat: I love you. Sedangkan keterangan di bawah unggahan berbunyi: [Tujuh tahun dalam persembunyian bagiku terasa menyiksa, terima kasih sayang sudah bersabar menunggu. Dan happy birthday jagoan Papa!] Di akhir kalimat, ter
"Siapa sebenarnya si S?" Pertanyaan Senja membuat Mia terkesiap, tapi ia cepat menguasai kembali ekspresinya."Kau mendengar aku berteriak?"Senja mengangguk. "Dia pria yang kau temui di sini? Yang kau ceritakan itu? Kalian ... tidur bersama?"Saat itu Senja sempat terlelap ketika dikagetkan oleh sebuah teriakan dari luar, lalu disusul suara sesuatu yang terbanting. Ia segera turun dari ranjang dan bermaksud memeriksa keadaan, namun ia sadar tubuhnya tak mengenakan sehelai pun pakaian, hanya selimut menutupi tubuh.Senja mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar, menyapukan pandangan ke lantai. Bersih, pakaian yang ia lepas dan biarkan berserakan di atas karpet bulu sudah tidak ada lagi, bahkan pakaian dalamnya sekali pun. Senja juga tidak menemukan keberadaan Arya; pintu kamar mandi terbuka lebar dan pria itu tidak ada di sana.Akhirnya, ia melangkah menuju sebuah kabinet untuk mencari sesuatu yang bisa dikenakan. Dan ia menemukan kemeja panjang milik Arya. Segera dipakainya, lalu i
"Kenapa sampai begini, Mas?" Senja bergumam lirih sambil menempelkan kompres dingin ke pipi Arya. Balok-balok es yang dibungkus kain tipis; yang ia dapat dari pihak hotel, segera menciptakan sensasi menusuk.Arya meringis, menahan ngilu saat dingin merambat ke kulitnya. "Shhh...." desisnya pelan."Maaf... sakit ya, Mas?" Senja ikut meringis, seolah merasakan perih yang sama. Arya hanya mengangguk dengan wajah memelas. Namun di balik raut kesakitannya, hatinya hangat. Perhatian seperti ini tak pernah ia kecap ketika mereka masih bertunangan dulu—bahkan untuk sekadar kencan pun, Arya harus memohon bantuan orang tua Senja."Senja akan pelan-pelan, Mas," bisiknya lembut.Interaksi keduanya terlihat begitu manis: Senja yang penuh kekhawatiran dan Arya yang sengaja tampak rapuh di hadapannya. Padahal, satu tonjokan di pipi sebenarnya tak seberapa baginya.Setiap gestur mereka tak luput dari mata Mia. Wanita itu duduk di sofa single tak jauh dari ranjang, mengamati tingkah sejoli itu dengan
Surya mengabaikan pria yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Yang hanya mengenakan handuk melilit di pinggangnya, bertelanjang dada dan rambutnya masih menetes basah, jelas ia baru keluar dari kamar mandi. Pria itu bersandar di kusen pintu kamar hotel."Jadi, klien ranjang yang kau maksud itu mantanmu, Mia?" Arya mendesis, tatapannya menyala ke arah Surya. "Jangan bilang kau meniduri Mia di kamar yang terdaftar atas nama Mbak Kelam."Arya sudah cemas sejak bertemu Mia di Surya Kencana. Kegelisahannya kian bertambah setelah mendengar pengakuan Senja tentang campur tangan wanita itu dalam kepulangannya ke Indonesia. Mia pasti sedang merencanakan sesuatu—dan Arya yakin itu ada kaitannya dengan Kelam.Dulu, hampir setahun Mia tinggal bersama Surya dan Kelam di Kemuning Raya. Hubungan pertunangannya dengan Surya sudah di ambang pelaminan; keluarga Waringin bahkan menyiapkan segalanya, hanya menghitung hari menuju pesta pernikahan. Namun Mia tiba-tiba mundur. Alasannya: ia tak sanggup hi