Bab 23: Romansa Kue Bolu
“Aku tadi mencari kamu di bawah, ternyata tidak ada. Kata Bu Kemas, kamu dapat giliran di lantai atas, makanya aku ke sini.”
Aku mulai cemas.
“I, iya, Mbak, lantai empat dan lantai lima ini.”
“Sekarang, aku mau kamu berkata dengan jujur ya, Ko.”
Mbak Yana meletakkan sebuah kotak plastik kecil berwarna hijau di antara dua lututku, lantas membuka penutupnya. Aku melirik ke bawah, ternyata isinya adalah kue bolu. Ia kemudian mengambil sepotong kue itu dan…,
“Buka mulutmu!” &n
Bab 24:Orang Yang Nyebelin Selain beberapa ruangan kecil tempat menyimpan arsip-arsip lama, lantai lima ini didominasi oleh fasilitas olah raga yang sudah aku sebutkan tadi. Dalam sehari-hari nyaris tidak ada orang yang naik ke sini. Kecuali hari Jum’at pagi saat seluruh karyawan PT Benua Trada melakukan senam pagi bersama. Lain dari pada itu, beberapa hari di waktu sore sampai malam hari di mana banyak para karyawan dan juga para eksekutif melakukan olah raga ataupun fitness.Maka, bermula dari lantai lima inilah aku melakukan ekplorasi di dalam pekerjaanku. Aku melatih kedua tanganku untuk membersihkan dinding kaca dengan menggunakan dua karet wiper sekaligus. Kanan dan kiri, kedua tanganku bergerak mengusap-usap kaca setelah sebelumnya aku semprot menggunakan cairan pembersih.&nb
Bab 25:Ada Hati di Sinergi Laras Aku sudah menerima gajiku sejak beberapa hari yang lalu lewat transfer rekening. Namun, slip gajinya baru aku terima siang ini. Pantas saja ada yang janggal ketika aku mengecek rekeningku di ATM. Ternyata memang benar, gajiku tidak penuh aku terima, berkurang dari yang seharusnya.Beberapa saat aku terus memandangi slip gaji yang sedang aku pegang ini. Pada kolom deskripsi gaji, ada satu item rincian yang diberi nama yaitu “Potongan”, terdiri dari; Pajak Penghasilan, Asuransi, dan Kasbon.Poin nomor yang pertama dan yang kedua, itu kosong. Artinya aku tidak dikenai pajak dan tidak dipungut uang iuran untuk asuransi. Akan tetapi, pada poin nomor tiga, yaitu Kasbon, aku dikenai potongan sebesar lima ratus ribu rupiah. Dan kejadian ini sudah yang kedua kalinya. Kecuali dengan Ale
Bab 26:Romansa Potong Gaji Aku sudah berdiri dengan kedua kakiku yang tak teguh. Tetapi, hati dan seluruh jiwaku tetap saja duduk di kursi yang baru empat langkah aku tinggalkan. Aku balikkan badan lagi, dan pelan-pelan kembali mendekat ke meja bagian keuangan.“Ada apa lagi?” Staf keuangan mengangkat wajah.Satu orang lain di meja sebelah, yaitu Ibu Dewi, yang sedang taktik-taktik mengetiki sesuatu di komputernya sampai melirik dan lantas menolehku.“Ibu Joyce-nya ada, Bu?” tanyaku ragu.“Ya, iyalah, ada. Kalau tidak ada, masak saya suruh kamu ke ruangannya.”&n
Bab 27:Panggil Aku Beibeh“Kesalahan kamu adalah..,”Aku diam, dan menunggu. Satu detik, dua detik, beberapa detik..., Ibu Joyce kemudian membuang pandangannya ke arah samping. Aku melirik mengikuti arah pandangannya. Di samping situ, ada sebuah lemari kaca dengan beberapa buku yang tersusun, file-file dokumen dan beberapa karya handycraft. Satu yang menarik perhatianku cuma satu. Yaitu, sebuah miniatur kapal phinisi yang terletak di dalam sebuah botol. “Tatap lawan bicara kamu, Joyce,” kataku dalam hati. “Tatap wajahku, dan lihatlah betapa mempesonanya aku dengan susuk pemikat yang ada di diriku. Tatap mataku, kamu akan terpikat. Tatap mataku, kamu akan..,”“Karena kamu telah membuat saya marah,” kata Ibu Joyce kemudian, masih tetap
Bab 28:Novel JadulSetelah Yana pergi, aku kembali melamun di teras belakang gedung ini. Entah mengapa, pikiranku masih belum bisa lepas dari bayangan Ibu Joyce. Sumpah mati, tindak-tanduknya itu membuat aku penasaran sekali.Aku sehat, aku normal, dan aku waras. Telingaku juga tidak tersumbat oleh kotoran apa pun. Di ruangannya tadi aku memang mendengar dia bilang “kangen”. Jelas, jelas sekali, sama jelas dengan ketika dia bilang “benci”.Ibu Joyce membenci aku karena kangen padaku? Benci karena kangen? Ganjil sekali. Apakah iya memang ada perasaan semacam itu di dunia ini? Ibu Joyce dengan segala sikapnya sejak awal bertemu dulu, benar-benar very unpredictable! Tentang olah raga bola voli,
Bab 29:Malamnya Para Kawula Muda “Kenapa dengan Lo Rena?”“Dia, dia.., ternyata dia..,” Tiiin..! Tiiin..! Tiiiin..!Aku terkejut setengah mati. Lampu merah ternyata telah berganti hijau, dan ratusan kendaraan di sekitarku, khususnya yang terhalangi oleh sepedaku serentak membunyikan klakson mereka.“Lex, Lex! Nanti dulu ya! Kita sambung lagi nanti!”“Joko! Ternyata Lo Rena itu…, uaaa, iuuu..,”Aku tak sempat mendengar lanjutan kata-kata Alex,
Bab 30:Catatan Hati Seorang Ningsih “Aku suka kamu, Mas. Sungguh, aku suka kamu. Sejak dulu, sejak aku masih duduk di kelas satu SMA, sejak pertama kali aku melihat kamu di pasar, sejak pertama kali aku melihatmu mengantarkan Ayu Dyah adik kamu ke sekolah, dan sejak pertama kali aku melihatmu di suatu pertandingan voli.”“Jujur, aku tidak suka bola voli, Mas. Tapi, kamu pasti tidak tahu pada satu hal yang ini, bahwa di mana pun ada pertandingan atau turnamen voli aku selalu menonton, dengan harapan aku bisa melihat kamu.”“Aku suka melihat kamu ketika memukul bola dan mengumpulkan poin demi poin bersama rekan satu timmu. Aku suka melihat kamu ketika melakukan passing, melakukan jump serve dan melakukan smash.
Bab 31:Seperti Mau ke Pantai Hingga kemudian, aku menunduk untuk melihat pada cover novel yang tengah tertelungkup di atas dada Ningsih itu. Aku membaca judulnya, yaitu..,Aaakh..! Pada saat itulah aku terbangun karena gigitan seekor nyamuk. Sayang, sayang sekali aku tidak sempat membaca judul novel di dalam mimpiku tadi. Rasanya ada yang mengganjal, membuat penasaran, seperti menonton sinetron namun di tengah adegan yang genting malah mati lampu.Aku menghirup nafas sekali lagi, dan sekali lagi aku mereguk air putih dari botol minum sampai benar-benar tandas. Sungguh, aku merasa sangat penasaran dengan mimpiku barusan. Terlebih lagi pada judul novel yang dibaca Ningsih di dalam mimpi. Aku kemudian berpikir, mungkin aku bisa melanjutkan mimpiku dengan kembali t