Bab 44: Kacang di Balik Peyek
Beberapa hari kemudian,
Ternyata, acara ulang tahun perusahaan Benua Trada seperti yang pernah aku dengar dari Ibu Joyce itu memang benar adanya. Menuk, yang lagi-lagi memberiku kue bolu, plus minuman kaleng, menceritakan tentang itu semua ketika diam-diam mengunjungi aku di teras belakang gedung.
“Acara ini tidak setiap tahun diadakan sih. Sejak aku bekerja di sini, seingatku baru dua kali, dan yang akan diselenggarakan ini adalah kali yang kedua.”
Aku mengangguk, lalu menyantap kue bolu pemberian Menuk tadi. Syukurlah, kali ini tidak ada rasa seperti busa kasur bekas. Aku sampai menunduk untuk diam-diam meneliti kotak kue yang aku pegang. Di dalam hati, aku tersenyum. Menuk sudah lebih cerdas sekarang. Kare
Bab 45:Yang di Sebelahnya Lagi Hingga kemudian, tibalah hari akhir pekan yang diharap oleh Menuk dan juga Yana. Semenjak Sabtu pagi aku telah mematikan ponselku. Lalu siangnya, ketika jam kerjaku telah berakhir, aku langsung saja kabur, mengambil sepedaku dan pulang ke kos.Perasaan di dalam hatiku bercampur-aduk. Pokoknya macam-macam. Namun, di antara semuanya, salah satu yang mendominasi adalah rasa jengkelku pada Ibu Joyce. Sudah satu minggu dan dia tetap tidak menghubungi aku, untuk membayar upahku, untuk mengkonfirmasi progres lanjutan terkait menyemprot kebunnya. Hemm, biar saja! Jika nanti atau besok dia menelepon aku di saat ponselku mati, biar saja! Upahku tidak dibayar? Sekali lagi, biar saja, biar dia semakin gemuk. Makan itu upahku, Joyce!Satu perasaan lain
Bab 46:Laki-Laki Bersepeda “Kamu tahu, Mas? Kemarin, ayah dan ibuku datang ke sini lho, ke Bandar Baru. Mereka ingin menjenguk aku, mengantarkan uang kuliah dan uang saku. Ada urusan dinas juga, sekalian jalan-jalan dan pulangnya nanti mau mampir ke rumah seorang saudara.”“Awalnya, aku khawatir pada ayahku. Soalnya, dia kalau nyetir mobil jarak jauh suka ngantuk. Rupanya dia menyewa seorang sopir untuk menyetir mobil ayah dari Selat Panjang sana. Syukurlah, tidak ada apa-apa dalam perjalanan mereka. Mungkin, selama beberapa hari ini Ayah akan menginap di Bandar Baru ini, di hotel dekat rumah kontrakanku. Dia bilang, mau mengikuti pelatihan atau seminar yang diadakan oleh kantor dinas pusat.”“Mas Joko, ada satu kejadian yang membuat aku ti
Bab 47:Kejutan Anniversary Aku sampai terperanjat, dan untuk beberapa detik aku hanya terpana ketika Danil memberi jawaban kepadaku. “Itulah yang pernah aku bilang, namanya Lusi, anaknya Pak Sugih Singadimeja.”Sontak saja aku menelan ludah. Ternyata, orang yang bernama Lusi itu adalah…, Lo Rena! Oh, seandainya Alex ada di sini, dia pasti lemas, jatuh terduduk dan sesak nafas. Dia pasti akan kena mental untuk yang kedua kalinya dan ini lebih dahsyat dari yang pertama. Sekalian saja dia bertobat dengan taubat nasuha.Aku sampai merutuk-rutuk di dalam hati. Betapa gilanya Si mantan gembala sapi itu sampai berani ‘mengepek’ seorang gadis tajir kaya raya, putri bungsu dari seorang konglomerat bernama Sugih Singadimeja. Bayangkan; Sugih Singadimeja! Sugih artinya kaya. Singadimeja artinya.. sudah jelas toh!
Bab 48:Bersama LuciousAku pun menoleh, Ya Allah.., aku terkejut setengah mati. Rasanya, rasanya.., aku kena stroke ringan! Karena tepat di situ, dalam jarak lebih kurang enam meter dariku, ada Lo Rena yang tengah dikelilingi beberapa ibu-ibu penggawa Benua Trada Group.Dia! Iya, benar, Lo Rena alias Lucious Renata yang memanggilku barusan!Sungguh tak kuduga, dan aku pun tadi luput memperhatikannya. Lucious Renata rupanya sedang berdiri tak jauh dari deretan stand makanan, sedang berbincang-bincang dan bersenda gurau, bersama wanita-wanita yang tentu saja berasal dari strata ekonomi kelas atas.Aku, dengan tinggi badan 190 sentimeter ini, tentu menarik perhatian orang-orang yang sengaja atau tidak sengaja melihatku. Maka mungkin begitulah, secara tak sengaja Lo Rena melihatku yang tengah mendorong boks samp
Bab 49:Itunya Itu Hari sudah lewat maghrib, dan kota Bandar Baru sudah sempurna gelap. Kerja ekstra yang aku lakoni di Benua Trada pasca anniversary tadi ternyata tidak membuat aku lelah yang berlebihan. Aku merasa masih memiliki cadangan tenaga dan juga semangat. Sehingga kayuhan sepedaku tetap terasa ringan saja, meskipun aku menggunakan setelan gigi yang kecil, alias berat.Semua rasa ringan ini mungkin karena hatiku yang sedang senang sekarang. Syukurlah aku mendapat sedikit uang dari kerja lemburku di hari Sabtu ini. Uang yang diberi oleh pihak panitia anniversary Benua Trada, yang tadi disampaikan melalui tangan Ibu Kemas.Dengan uang ini, aku bisa membeli nasi bungkus dengan lauk yang lumayan enak, porsi dobel. Satu lagi, jangan lupa, membeli pulsa dan paket inte
Bab 50:Lamunan di Kamar Mandi Joyce Angelique berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya. Entah mengapa ia merasa gelisah sejak pulang dari pesta ulang tahun Benua Trada Group. Dalam perjalanan pulang tadi, ia sempat mampir di suatu kafe untuk menemui seorang sahabat lama. Namun, tidak ada satu pun topik perbincangan dengan sahabatnya itu yang menarik minatnya. Ia lebih banyak berdiam diri, dan pikirannya terbang ke sana kemari.Sampai di rumah, begitu ia keluar dari mobilnya segera disambut oleh Si Manis, kucing kesayangan yang namanya pernah ia palsukan dengan nama ‘Joko’.“Joko! Jangan ganggu saya dulu ya!”Dia palsukan lagi!&
Bab 51:Wanita dalam Telepon “To the point saja, Lex,” kataku. “Jangan mencla-mencle begini.”“Kasih tahu tidak, yaaaa?”“Lex, kamu ini niat nelepon tidak sih?”“Kenapa?”“Kamu mau ngasih tahu apa?”“Resti, Ko, Resti!”“Resti?” Aku langsung antusias. “Maksud kamu, Si Resti anaknya Tante Resmi? Pemilik kontrakan yang kamu tempati?”“Yo’i, itu dia.”“Ada apa dengan dia?”“Dia sudah putus dari pacarnya, Ko.”Sebenarnya, aku ingin menyahut dengan, “So, apa hubungannya dengan aku?” Akan tetapi, tentu saja tidak etis, bukan? Ini Alex lho, sahabat baikku, sahabat karib yang telah banyak menolong aku selama ini, seorang kawan yang seumur-umur belum pernah merasakan pacaran!
Bab 52:Bibit Cinta yang Bertunas Dan, surprised-nya aku, karena yang menelepon aku sekarang ini adalah…, Jus Mengkudu! Alias Joyce Angelique si manajer kalajengking itu!Huh, mengganggu saja, gerutuku dalam hati. Biarkan saja, aku tidak ingin mengangkatnya, dan aku tidak perlu me-reject-nya. Aku biarkan saja Si Jus Mengkudu itu bolak-balik meneleponku dan aku tetap kembali kepada Alex untuk melanjutkan obrolan. Pada satu detik momen yang kusadari, aku menyesal karena tidak menyetel teleponku supaya hanya bisa menerima satu panggilan saja.Namun, anehnya, aku merasa senang pula dengan setelan ponselku yang begini. Dengan demikian supaya Ibu Joyce bisa terus-terusan meneleponku dan aku tetap tidak mengacuhkannya.