"Sebenarnya kamu mau 'kan, jujur saja." Kini Bagas berjalan beriringan dengan Naya ditambah dengan senyuman dibibirnya, wajah Naya masih nampak kesal.
"Enggak menikahimu adalah neraka bagiku!" tukasnya."Bener?" Bagas mencoba mengganggu Naya yang masih kesal dengan tingkahnya itu."Iya, Karena aku membencimu dan tidak memiliki cinta sedikit pun untuk orang yang menyebalkan macam dirimu" Ia mengacungkan jarinya telunjuknya ke arah Bagas."Ok kalau begitu akan aku buat kamu jatuh cinta."Ia tersenyum pada Naya lalu pergi sambil berkata. "Naya Hanum istri sang Bagas Permana." Ia berteriak beberapa orang melihatnya dengan heran."Dasar orang sinting huh." Ia mengerutkan dahinya.Naya memutuskan untuk pulang memberikan kabar gembira pada Nyonya Alexa. Ya, walaupun baru sekadar panggilan wawancara tapi ia yakin dirinya punya posisi yang bagus nanti di perusahaan itu."Mama ...." Naya memagut Nyonya Alexa dari belakang."Ok sekarang jelasin ada apa?" nyonya Alexa terlihat kesal namun ada sedikit was-was untuk putrinya itu apakah dia tidak mendapatkan pekerjaan?"Nay dapat panggilan interview Mama." Naya tersenyum bahagia namun Nyonya Alexa hanya terdiam responnya sangat datar sekali."Hem baru juga interview Nay, emang gak jelas kamu ...," ujar Nyonya Alexa lalu meninggalkan Naya yang sedang terpaku di depan meja tamu."Loh Ma, ini kan sudah ada peningkatan.""Ya terserah kamu Nay!" jawab Nyonya Alexa ketus."Mama ih, bukannya seneng anaknya dapet panggilan wawancara malah gitu responnya, sama tu kayak si pria ngeselin itu. Tiba-tiba ngajak nikah." Naya menaiki anak tangga sambil mendumel kesal."Apa, ada yang ngajak kamu nikah?" Nyonya Alexa tiba-tiba memalingkan wajahnya setelah mendengar kata nikah."Iya Ma, gak jelas 'kan?""Siapa orangnya, ganteng gak, pokoknya harus mapan supaya hidup kamu gak Luntang-lantung secara kamu kan gak bisa apa-apa Nay." Nyonya Alexa ikut menaiki anak tangga kini mereka sudah berdiri sejajar."Udah ah, Mama sama aja gak jelas." Naya meninggalkan Nyonya Alexa yang masih mengoceh tidak jelas."Pokoknya besok kamu harus kenalin dia ke mama Nay, Nay kamu denger gak?" Nyonya Alexa membesarkan volume suaranya, Naya berharap ibunya itu diam karena hari ini sangat melelahkan baginya."Terserah Mama deh," ucapnya lalu membaringkan badan sesekali ia teringat akan kata pria tadi, menikah menyeramkan pikirnya apalagi menikah dengan pria itu.***Naya memoles pemerah bibir tak lupa ia membubuhkan bedak tabur diimbangi dengan perona pipi. Sungguh ia tampak cantik untuk gadis seusia dirinya. Amplop coklat terlihat tergeletak di atas meja kerjanya sedari malam ia menyiapkan berkas penting itu.Hari ini sesuai janji ia akan melakukan interview di suatu perusahaan yang mengirimkan pesan padanya tempo hari, tidak berselang lama Naya mengenakan sepatunya yang berwana hitam sepatu itu ia terima di hari ulang tahunnya yang ke dua puluh tahun pemberian dari ayahnya, ia mengambil sepatu itu dari rak sepatu membersihkannya sebentar, maklum dia sangat jarang memakai sepatu dirinya lebih suka berpenampilan apa adanyanya. Naya bergegas turun menemui Nyonya Alexa dan Tuan Broto di ruang makan."Ma, Nay berangkat dulu ya," tukasnya sambil mengambil sepotong roti di atas meja yang sudah disajikan oleh Nyonya Alexa dari pagi tadi sebelum putrinya itu bangun."Nay, gak sarapan dulu." Ia mencoba menahan Naya untuk sarapan pagi dengan benar."Nay bisa terlambat Ma, jadi Nay sarapan aja nanti dalam mobil ya, 'kan nanti diantar papa." "Lo mobil kan dipakai papa, papamu udah duluan berangkat ke kantor Nay emang kamu udah bilang papa?" ujar Nyonya Alexa sambil mengunyah beberapa suap nasi goreng bikinan Bi Sumi."Ya ampun, Nay lupa bilang sama papa. Ya udah Nay coba cari taxi aja deh, Ma."Dengan bergegas Naya meraih amplop coklat meneguk segelas susu lalu mencoba mencari taxi jika ada yang lewat, dia bisa terlambat kalau begini.
Jam menunjukan jam delapan pagi, sampai saat ini tidak satu pun taxi yang tampak, karena gusar ia mencoba membuka aplikasi hijau mencari apakah ada kendaraan yang dapat mengantarnya sampai ke tempat interview, namun ternyata kosong tidak ada pilihan lain Naya harus mencari tumpangan.Tin-tin! suara klakson mobil membuat ia terperanjat. Seseorang membuka kap mobil lalu melemparkan senyuman hangat yang bisa dia tebak itu siapa yang tersenyum hangat pada gadis berwajah oriental itu."Bareng aku aja Nay," ajak Bagas dari dalam mobil."Dia lagi," gumam Naya sambil menggelengkan kepalanya, kenapa dia harus bertemu makhluk menyebalkan ini di waktu yang tidak tepat.Naya mencoba menjauhkan jaraknya dari mobil Bagas, berjalan sambil mencari tumpangan yang bisa ia mintai pertolongan, namun sayang setiap mobil yang dia coba hentikan semua tetap melajukan roda empatnya itu tanpa memperdulikan gadis yang malang di pinggir jalan sambil melambaikan tangan. Sementara, Bagas dari belakang membututi Naya dengan mobilnya.Tin-tin! kembali ia membunyikan klaksonnya, Naya yang sedari tadi mencoba untuk diam dan sabar akhirnya bergeming menunjukkan muka bebalnya sambil menutup kedua telinganya ia menghampiri mobil Bagas kemudian mengetuk kap mobil dengan keras, untung saja tidak pecah. Tak berselang lama sang empunya membuka kap mobil terseyum manis, lebih manis dibandingkan dengan gula ataupun sejenisnya.Matahari sudah mulai condong ke timur setelah hampir satu hari perjalanan Bagas memarkirkan mobilnya di halaman rumah bernuansa gothic ala-ala eropa. Naya memandangi sekitar 'wah luas sekali pekarangan rumah Bagas' Naya takjub akan rumah Bagas yang bak istana, rumah itu terletak di tengah padang rerumputan jika kita berjalan sedikit ke arah barat maka kita akan menemukan perternakan lebah milih keluarga Biya. Ya, keluarga itu adalah keluarga yang terpandang bisa dibilang orang berada, tak hanya itu di sana juga ada peternakan sapi perah yang tidak bisa dihitung dengan jari lagi jumlahnya. Bagas memanggil asistennya dari dalam rumah megah itu tampak seorang wanita dan pria tergesa-gesa menghampiri Naya dan Bagas."Mang Ujang tolong bawa tas ini masuk ya!" kata Bagas pada Mang Ujang, asisstennya."Baik, Den." Mang Ujang dan Bi Inah membawa semua tass besar itu masuk ke dalam rumah.tuk! tuk! suara tapak kaki seseorang, ternyata Nyonya Biya dan Gladis sudah berdiri
Matahari bersinar cerah Naya dan Bagas hari ini akan melangsungkan perjalanannya ke Bandung. Berat hati sebenarnya Naya meninggalkan Nyonya Alexa, tetapi harus bagaimana lagi dia sekarang hanya bisa tunduk pada Bagas, suaminya. Setelah beberapa tas besar masuk ke dalam bagasi Naya dan Bagas kemudian berpamitan pada orang tua Naya, Nyonya Alexa dan Tuan Broto."Ma, Pa Naya pamit." Naya memeluk orang tuanya secara bergantian dan menyalami mereka."Iya Nak, kamu baik-baik di sana." Nyoya Alexa menitikkan air matanya begitu pula dengan Tuan Broto.Setelah acara perpisahan itu selesai Bagas dan Naya masuk ke dalam mobil hitam yang terparkir di halaman rumah Naya."Ma, Pa kami jalan dulu," sahut Bagas dari dalam mobil.Kedua orang tua itu melambaikan tangan seketika mobil tak tampak lagi di pelupuk mata Nyonya Alexa dan Tuan Broto. Ayah Naya membawa Nyonya Alexa kembali masuk ke dalam
"Eh Naya ini minum-minum." Nyonya Alexa memberikan segelas air putih pada Naya.Naya segera mengambil gelas yang diberikan oleh ibunya, bagaimana bisa Bagas memutuskan secepat ini pergi ke Bandung. Dia sama sekali belum pernah membicarakan hal ini pada Naya, dan lucunya lagi hah apa? Naya akan melanjutkan kuliah siapa yang bilang? Naya bergedik memijati pelipisnya, sementara Bagas terlihat biasa saja seperti tidak terjadi apa pun 'dasar rubah' Naya menatap wajah Bagas."Kamu gak apa-apa Naya, makannya pelan-pelan dong!" Nyonya Alexa menepuk punggung anaknya."Udah Ma, Naya gak apa-apa. Cuma keselek doang." Naya menoleh ke arah Bagas.Acara makan malam selesai, Naya menyempatkan untuk membatu Nyonya Alexa. Meskipun sesungguhnya ia lelah, tetapi tidak enak rasanya jika membiarkan wanita yang sudah masuk kepala lima itu berlama-lama berdiri seharusnya Naya bisa membatu ibunya ditambah lagi hari ini hari terakhirnya bisa menemani ibunya, Bagas sepertinya suda
Dengan cepat Naya meraih gagang lemarinya memilih pakaian yang akan ia kenakan. Karena Bagas berpikir Naya telah selesai berpakaian Bagas membalikkan badannya lagi tepat di hadapan Naya dan astaga Bagas berteriak melihat rambut Naya yang menjulur ke depan seperti hantu."Kamu ini kurang kerjaan atau apa sih?" Bagas mengelus dadanya."Eh salah aku apa Mas aja yang berlebihan, sama hantu aja takut, dasar penakut hahaha."Bagas masih terdiam di kamarnya, sementara Naya kini sudah duduk di meja riasnya merapikan rambutnya dia harus tampil cantik bukan. Walaupun hanya akan menghadiri makan malam."Berapa jam lagi kamu selesaiberdandan?" Bagas memutarkan bola matanya tanda bosan."Mas duluan aja apa susahnya sih." Ia menoleh ke cermin kembali.Bagas berjalan ke arah meja rias lalu mengambil sisir yang semula ada di tangan Naya. Dengan gerakan yang s
Gadis manja akan menjadi babu untuk Biya .... Dia akan tahu seberapa sakit hati ini oleh bibinya ... Hem .... (Bersenandung) "Gladis bisakah kau ambilkan roti lagi untukku." Nyonya Biya berhenti mengoleskan selai madu di dasaran rotinya. "Nyonya kenapa anda terlihat begitu bahagia di atas penderitaanku." Gladis berjalan menemui Biya menyerahkan dua lembar roti tawar yang diambilnya dengan malas. Gladis adalah seorang wanita berdarah campuran, ayahnya seorang warga berdarah Eropa lebih tepatnya, Inggris, sementara sang ibu murni Indonesia tulen. Nyonya Biya dan ibu Gladis merupakan sahabat lama, Gladis dan Bagas juga sudah menjalin persahabatan sejak kecil umur mereka hanya terpaut selisih hitungan bulan saja. Gladis adalah sosok wanita yang supel, fashionable, perpeksionis, satu lagi ambisius ia akan rela mengobarkan segalanya demi mendapatkan semua yang dia inginkan. Sudah lama i
Bagas tak menghiraukan perkataan sang istrinya itu. Sementara naya, menutup kedua netranya berharap malam ini Bagas tak melakukan ritual yang biasa dilakukan oleh kebanyakan pengantin baru. Jantung Naya berdegub kencang 'mati aku, oh tidak Tuhan ... aku mohon jangan hari ini' Naya berkomat-kamit tidak jelas sambil memicingkan matanya lagi.'huft' Bagas mengambil handuk putih di belakang tubuh Naya yang letaknya di atas nakas, memang sungguh menyebalkan kenapa dia tak mengambil handuk itu langsung ke Nakas. Bagas tertawa terbahak-bahak melihat tingkah lucu Naya yang kini sudah bercucuran keringat."Kamu pikir aku mau melakukan itu padamu hahaha, atau kamu yang menginginkannya," ujar Bagas."Dasar tidak waras." Naya melipat tangannya memalingkan wajah kesalnya hingga muka lelaki menyebalkan itu tak ia lihat lagi.Bagas mendekat kembali. "Mandi bareng yuk?"