Share

Melamar pekerjaan

"Eh anda bisa gak si gak usah ikut campur urusan aku bikin sebel aja pagi-pagi, pergilah!" hardik Naya.

"Lo aku cuma mau ngasih tumpangan untuk calon istriku, apakah salah?" Ia memperlihatkan mimik wajah bodohnya, Naya tetap tak habis pikir dengan pria menyebalkan di depannya ini.

"Udah berapa kali aku bilang aku gak mau menikah denganmu paham!" tukasnya lagi.

"Hari ini kamu ada interview 'kan, daripada kamu telat mending kamu naik sekarang," ujar Bagas dengan penuh kelembutan.

Naya berpikir darimana dirinya tahu kalau Naya hari ini ada interview. Dan, betul juga kalau dia tidak tepat waktu datang untuk interview bisa pupus sudah harapannya untuk menjadi wanita yang memiliki karir, mau tidak mau dirinya menerima tumpangan dari Bagas.

" Ya udah deh, gak ada pilihan lain, tapi ini bukan jawaban kalau aku mau menikah sama kamu" Ia membuka pintu mobil bagian belakang sebelum pintu terbuka Bagas membukakan pintu bagian depan.

"Aku bukan supirmu, tapi calon suami kamu Naya. Jadi kamu duduk di depan."

Ia mempersilakan Naya duduk di bangku paling depan dengannya, Naya hanya menghela napas panjang, aneh kenapa dia menurut saja apakah ini tanda-tanda ada benih cinta, eh tapi tidak mungkin untuk seorang Naya Harum.

"Nay, pakai sabuk pengamannya dulu." Bagas melirik ke arah Naya yang masih asik dengan handphonenya sepertinya ada hal penting yang ingin disampaikan oleh si penelpon.

Seketika Bagas merundukkan badan lalu memasangkan sabuk pengaman, matanya menatap wajah Naya yang jelita itu, alisnya yang tebal, hidungnya yang mancung ditambah bola matanya yang berwarna coklat tiba-tiba mereka saling bertatapan, bibir Bagas hampir menyentuh kening Naya , sedangkan Naya yang sedari tadi sibuk dengan handphonenya dengan cepat mendorong tubuh Bagas. Ya, akhirnya kepala Bagas terbentur mengenai bagian atas mobil.

"Au," pekik Bagas sambil mengelus puncak kepalanya.

"Selain judes kamu kasar juga ya, Sayang." Ia tersenyum kembali, bukannya memaki Naya dia malah kegirangan membuat Naya bereaksi seperti tadi.

"Jangan berbuat aneh-aneh dasar cabul, satu lagi jangan panggil aku Sayang kita belum jadian!"

"Hem bentar lagi juga jadian." Bagas Kembali duduk di tempatnya lalu melajukan mobilnya.

Dalam keheningan Bagas mencoba melirik Naya diam-diam, gadis itu tetap menatap ke depan.

"Nay, nanti abis interview aku Anter pulang ya?" tanyanya pada Naya.

"Gak usah, aku bisa pulang sendiri?" jawab Naya ketus dirinya sedang malas berbicara dengan manusia menyebalkan ini.

"Naik apa, kamu punya sayap?"

"Cih, kamu bisa diam gak si. Ya ampun kepalaku serasa mau pecah pusing dengernya!"

Bagas memilih untuk diam sampai akhirnya dia mengantarkan Naya di depan kantor tempat dia akan diinterview setelah berterimakasih Naya lalu meninggalkan Bagas.

"Nay, semangat ya!" Sorak Bagas dari dalam mobilnya

"Apaan si gak jelas, bikin malu aja," tukas Naya yang tiba-tiba menoleh ke belakang.

Naya kini berada di lantai satu gedung itu, setelah berselang beberapa lama ia dipersilakan masuk oleh seorang wanita yang sepantaran dengan dirinya ya mungkin dia sekretaris bos perusahaan ini pikir Naya.

Kini dirinya telah berada di ruangan dengan dinding berwarna hitam persis warna kesukaan Bagas Permana, beberapa berkas lamaran tepat di hadapannya, secangkir kopi terlihat masih panas ada sedikit bekas hisapan di tepian gelasnya di samping gelas itu ada sebuah foto yang sepertinya ia pernah bertemu dengan wanita di foto itu. 'Bukankah ini nenek yang pernah aku tolong sewaktu itu' naya mencoba mengingat-ingat kejadian yang telah lama terjadi pada hari itu. Seseorang membuka pintu, sontak Naya langsung meletakan foto itu kembali di tempatnya setelah itu dirinya kembali memperbaiki posisi duduknya. Pria tadi pun duduk sepertinya dia sudah siap mewawancarai Naya.

"Naya Harum, betul saya sedang berbicara dengan anda?" tanya pria itu sambil menopang dagu.

"Betul Pak."

"Ok, kalau saya tidak salah dengar anda adalah lulusan fashion design betul?" tanyanya lagi.

"Betul Pak, saya berencana melamar di kantor Bapak ini. Ya, walaupun saya belum memiliki pengalaman kerja sama sekali, tetapi saya punya semangat yang tinggi untuk memajukan perusahaan ini Pak." Dirinya berusaha meyakinkan pria yang berada di hapadannya itu.

"Baik sepertinya anda adalah orang yang kami cari selama ini untuk mengurus nyonya Biya." Mimik wajah Naya yang semula penuh semangat tiba-tiba terdiam, apa? Mengurus? Mengurus siapa? Tanyanya dalam hati.

"Maksudnya gimana ya Pak, apa saya tidak bekerja di perusahaan untuk menempati posisi sebagai desainer?" Ia bertanya kembali pada sang bapak.

"Ya, pada awalnya begitu. Tapi anda lebih cocok diposisi ini, untuk masalah gaji tenang saya setarakan dengan gaji para desainer kami." Si pria menunjukan foto yang ada di meja tadi.

"Nyonya Biya, bos besar di perusahaan ini. Dirinya sudah tua jadi butuh seorang yang mengurusnya."

'Apa? Nenek yang dia jumpai itu ternyata bos besar di perusahaan semegah ini tidak mungkin, apakah dia salah orang' pikir Naya.

"Bagaimana sudah bisa bekerja besok?" tanya si pria membuyarkan lamunan Naya.

"Baik Pak akan saya pikirkan lagi, akan segera saya hubungi Bapak."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status