"Ikutlah denganku!"
Ainsley menatap seorang yang menarik tangannya itu dengan tatapan benci."Aku tidak akan pergi kemanapun! Lepaskan tanganku sekarang juga!" sentak Ainsley."Tidak! Kau harus ikut denganku " kata seorang itu.Dia adalah Dixon. Ya, Siapa lagi yang bisa membuat Ainsley langsung marah jika bukan dia?Dixon langsung menarik tangan Ainsley dan membawanya pergi."Emily, maaf, aku harus membawa Ainsley. Maaf jika aku merusak pertemanan kalian," kata Dixon."Tidak tidak. Kalian Pergilah. Kami masih bisa bertemu lain kali," kata Emily mendukung Dixon membawa pergi Ainsley."Terima kasih atas pengertianmu," kata Dixon yang langsung membawa Ainsley pergi."Emily!" sentak Ainsley."Daaah, Ainsley sayang," kata Emily dengan senyum puas. Ainsley mengepalkan tangannya kuat menahan emosi.'Emily, sahabat macam apa kau? Awas kauJalanan cukup padat pada sore hari ini. Bahkan Dixon sedikit kesusahan mencari celah sedangkan Ainsley sangat tidak sabaran."Berhentilah merengek, Ainsley. Aku sedang berusaha mengantarmu secepat yang aku bisa. Tapi coba lihatlah, jalanannya padat. Dan—""Dixon awasssss!!!"Brak!Sebuah mobil menabrak pohon besar dengan keras. Sedangkan satu mobil yang lain menghindari tabrakan dengan membanting setir ke arah bahu jalan.Seketika itu juga banyak orang yang datang menghampiri dua mobil yang hampir bertabrakan itu.Tok tok tok.Seseorang mengetuk jendela mobil yang menabrak bahu jalam dibarengi beberapa orang lagi di belakangnya.Dixon tersadar, Iya sedikit mengalami syok namun beruntung Ia berhasil mengatasinya.Dixon menurunkan jendela mobilnya dan melihat ada banyak sekali orang di sekitarnya."Tuan, anda tidak apa-apa?" Tanya salah seorang.Dixon menggeleng. "Kami baik-ba
"Apa? Kalian kecelakaan?""Kecelakaan?" lirih Brianna yang mendengar percakapan telepon suaminya dan Dixon. Dia tiba-tiba merasa lemas seperti tulang-tulangnya terasa diloloskan dari tubuhnya."Iya, Paman. Dan sekarang kami berada di rumah sakit," lanjut Dixon."Brianna, kau kenapa?" seru Freddy sambil berlari ke arah istrinya."Brianna ...!" Freddy menangkap tubuh istrinya yang limpung."Paman, apa yang terjadi? Bibi kenapa?" tanya Dixon ikut panik.
"Paman, Bibi," sapa Dixon. Malam ini ia datang lagi."Dixon, kau datang?""Ya, Bibi, Bagaimana keadaan Ainsley? Apakah ada kemajuan?" tanya Dixon to the point.Brianna menggeleng. "Dokter tidak mengatakan apapun, Dixon. ini mengatakan keadaannya masih sama, stabil tapi tidak tahu kapan dia akan bangun," jelas Brianna."Paman, Bibi, kalian istirahatlah. Aku yakin kalian tidak istirahat seharian, kan? Biar aku gantikan sebentar, aku yang akan menjaga Ainsley malam ini," jelas Dixon.
"Iya. Ainsley sudah marah-marah padaku. Dia bukan hanya sudah bangun tapi dia sudah sangat normal. Dan dia langsung mengajakku berdebat," kata Dixon sambil terkekeh."Dixooooon! Hentikan bicaramu!" seru Ainsley."Kau dengar kan, Paman? Dia sudah berteriak-teriak. Putrimu sudah sangat sehat," kata Dixon lagi."Baiklah, Dixon. Terima kasih. Aku dan Brianna akan segera kesana.""Baiklah, Paman.""Aku tutup teleponnya," kata Freddy.
"Eh? Apa ini? Sepertinya ini milik Dixon yang terjatuh." Emily berjongkok mengambil sebuah benda yang tergeletak pada tempat Dixon terjatuh tadi."Apa itu? Coba aku lihat," kata Ainsley."Koin apa ini?" tanya Ainsley mengerutkan kening."Ini bukan koin, Ainsley. Coba lihat, ini sebuah liontin," sahut Emily."Liontin?""Iya, coba saja kau buka," kata Emily lagi.Ainsley melakukan ap
Ainsley tidak yakin apakah dia harus mengangkat telepon dari Dixon atau tidak. Namun karena dia terlalu gugup tanpa sengaja dia menekan tombol merah membuat telepon itu terputus."Ya ampun, lagi-lagi aku matikan teleponnya," lirih Ainsley.Drttt ... Drrtt ....Ponselnya kembali berdering dan kali ini dia menjawab telepon masuk dari Dixon."Hallo," sapa Ainsley."Hei, kau sudah pulang? Aku tadi pergi ke rumah sakit dan ternyata kau sudah tidak ada di sana," kata Dixon.
"Tidak usah terlalu kaku. Ainsley adalah teman kuliahku," kata Dixon."Ya, baik," balas Luke."Ainsley, dia adalah temanku sejak kecil. Tiga tahun lalu dia pergi ke luar negeri karena selain perintah orang tuanya dia juga mendapat beasiswa. Dia anak yang cerdas. Dia sama sepertimu yang memiliki keinginan untuk menyelesaikan kuliahnya dalam waktu singkat," jelas Dixon."Kau tidak perlu meninggikan diriku, Dixon. Aku tidak sebanding dengan dirimu," sahut Luke."Ya, Luke memang terlihat cerdas. Tidak seperti dirimu," cibir Ainsley.
"Ayo masuk," ajak Ainsley."Ha?" Dixon nampak bingung."Kenapa? Kau tidak mau masuk?" tanya Ainsley."Ah tidak, bukan gitu. Kua ... sungguh-sungguh ingin mengajakku masuk?" tanya Dixon memastikan."Bukan aku, tapi mommy. Mommy menyuruhku mengajakmu pulang. Masuklah," jelas Ainsley. Kemudian Ainsley lebih dulu masuk meninggalkan Dixon yang masih mencerna situasi."Oh, pantas saja dia mau aku antar pulang. Ternyata bibi yang menyuruhnya," gumam Dixon pelan.