Sementara di tempat lain, seorang pria terus memukuli samsak di hadapannya hingga buku-buku jarinya memerah, meradang, perih. Kesal bukan main setelah melihat perempuan yang sejak lama ia cintai keluar dari gedung perkantoran di mana sang mantan suami mengembangkan usahanya.
"AAAAAAARRRRRGGGHHHHH!!!" teriaknya nyaring. Ia menghentikan aksi brutalnya dan membaringkan dirinya yang masih terengah-engah di atas lantai kayu.
Ingatannya memutar kembali berbagai kejadian bahagia yang sempat ia lalui dengan perempuan itu. Masa-masa sebelum Dirga datang mengganggu tali kasihnya dengan Viona. Berkali-kali Ditya berusaha mendapatkan hati Viona kembali, berkali-
Menjelang akhir pekan, Andien membawa Cantika ke poli Spesialis Anak untuk pengulangan imunisasi campak-nya kali ke dua. Tadinya ia ingin membawa Cantika esok hari, karena khawatir terlalu lama berada di rumah sakit. Ia bahkan harus berangkat sebelum tengah hari, selain karena Rumah Sakit yang mereka tuju ada di Jakarta, pun karena Andien memiliki janji di poli lain sebelum lanjut memeriksakan tumbuh kembang Cantika dan imunisasi di poli Pediatri. Mau bagaimana lagi, esok hari Ummah dan Abah sudah harus kembali ke tempat keduanya tinggal. Harus membantu tetangga yang akan menikahkan anaknya, kata Abah semalam, saat Andien meminta agar mereka bisa leb
Andien mengerti maksud Alex. Tapi ia sedang tak ingin memberikan alasan-alasan yang terkesan membumbungkan ego Alex, kemudian membuat jarak sungkan yang terlalu besar antara dirinya dengan dokter penyelamat nyawanya. Singkat kata, ia tak ingin merusak hubungannya dengan Alex yang selama ini baik-baik saja hanya karena ia harus memberikan penolakan. "Bang Alex sudah pernah menikah?" tanya Andien. "Belum." "Pernah tinggal bareng tanpa pernikahan?"
DIRGA Point of View Setelah menunaikan ibadah selepas senja tadi, aku segera melangkahkan kakiku ke roda empat mungil berwarna putih yang diberi nama panggilan "Shiro" oleh Andien. Tadi, terlebih dahulu aku meletakkan puteri kecilku perlahan di car seat, memastikan agar ia nyaman selama perjalanan kami nanti. Sudahlah, tak perlu lagi menyematkan kata 'calon anak' pada ketiga malaikat kecil itu, toh aku sudah bertekad akan menjadikan Ibu mereka sebagai kekasihku selamanya. Setelah memastikan Cantika tetap terlel
Dirga Point of View Di sinilah kami sekarang, tepat di depan rumah Andien. Aku menepikan mobil tepat di depan pagar yang menutup taman rumahnya. Melirik ke jok belakang, melihat Cantika yang masih terlelap pulas, sepertinya bayiku itu terlampau lelah. Andien masih saja diam, bahkan sepertinya ia belum sadar jika kami sudah sampai di tujuan. Setelah melepas sabuk pengamanku, aku sengaja tak mematikan mesin mobil, masih menatap perempuan yang sejak dulu kucintai, sementara wajahnya membelakangiku menatap ke jalanan di balik kaca. Aku melepas sabuk pengamannya, suara yang ditimbulkan benda itu membawanya kembali ke saat ini, wajahnya berputar ke arahku, menatapku yang berjarak intim dengannya. Aku bertahan pada posisiku yang sesungguhnya tak nyaman, tapi tak kuasa melepas
Tiga bulan yang lalu. "Pada hari ini, kami hadir di tengah-tengah keluarga Bapak dan Ibu Wijaya, tiada lain dalam rangka bersilaturahmi agar saling mengenal lebih dekat antara satu dengan lainya. Selanjutnya, kami juga ingin menyampaikan hajat dari anak kami si sulung dari dua bersaudara yaitu Hangga Andara Astrayuda. Anak kami sudah cukup lama mengenal putri Bapak dan Ibu yang bernama Adisti Ayu Putri Wijaya.. Singkat cerita, izinkan kami mewakili Hangga menyampaikan niat tulus untuk melamar putri Bapak dan Ibu. Untuk itulah maksu
Masih, tiga bulan yang lalu. "Ndien..." sapa Ian sambil menyodorkan segelas es kopi susu di depan wajah Andien. Andien menerimanya, pandangannya beralih pada sesosok perempuan hamil dengan paras cantik yang mengikuti di belakang Ian. "Meta. Istri gue." tandas Ian. Perempuan itu menyapa Andien dan mengulurkan tangannya untuk saling berkenalan satu sama lain, sementara Ian sudah duduk manis tepat di sebelah Andien.
London, tiga bulan yang lalu. Dirga baru selesai menghabiskan makan siangnya ketika notifikasi ponselnya berbunyi. Biasanya, ia adalah manusia paling malas membuka ponsel saat waktu makannya. Entah kenapa hari ini terasa berbeda, seolah ada kabar yang begitu ia nantikan menyapa. 'Wah, kenapa nih anak?' batin Dirga ketika melihat nama Ian di notifikasi pesan singkatnya. Sangat jarang ia menerima pesan pribadi dari Ian. Ia, Ian dan Borne biasa menyapa di chat group yang sengaja mereka buat untuk saling bertukar kabar. Tak menunggu lama, ia pun langsung membuka pesan singkat dari sahabatnya itu.
ANDIEN Point of View Besok, tepat 28 hari hubungan kasih yang kujalin dengan Dirga. Sebulan kurang dua hari. Sejauh ini, hubungan kami bisa dibilang baik-baik saja. Kami memang masih beradaptasi satu sama lain, kadang kami juga bertengkar, tapi jujur aku sangat menikmati hubungan ini. Ya, memiliki kekasih seperti dirinya, sangat menyenangkan. Dirga ternyata punya pribadi yang cukup keras dan tertutup, tak heran jika orang-orang terdekatnya kerap kali menjulukinya 'batu'. Kekasihku itu orang yang tidak banyak bertanya kecuali saat rasa penasarannya terpancing, tidak juga banyak