Dirga meletakkan Cantika yang sudah lelap di atas car seat di dalam city car milik Andien. Selesai memastikan bayi kecil itu tak terganggu tidurnya, Dirga mengamati keadaan di dalam mobil bercat putih itu.
"Ga apa-apa pak bos, anget dempet-dempetan gini. Saya orang kampung, ga akur sama AC." ujar Sanah, seolah menjawab pertanyaan di benak Dirga.
Dirga tertawa renyah, lalu berpindah, mendekatkan kepalanya ke jendela pengemudi.
"Share loc begitu kamu sampe rumah ya, yang... Besok sebelum balik ke unit, aku mampir."
"Emang Kak Dirga mau ke mana malam ini?" tanya Andien
"Bandung. Nganter Kak Nisa dulu, baru balik ke rumah Mama. Besok udah kadung janji nemenin Papa." jawab Dirga.
"Unit kamu dimana?"
"Di Kemang."
"Ooo."
"El, Anne, besok Om main ke rumah boleh?" tanya Dirga pada putera sulung dan puteri kedua Andien.
"Boleh Om." jawab mereka bedua kompak dengan suara bergumam yang menunjukkan mereka sudah sangat mengantuk. Dirga tersenyum mendengar suara kedua calon anaknya itu.
'Kalem, Ga!'
"Hati-hati ya... Kabarin kalau sudah sampai." pintanya pada Andien seraya mengelus puncak kepala perempuan itu.
"Ok!"
"I love you!" ucap Dirga pada Andien tanpa suara.
Andien yang membaca gerak bibir Dirga tersenyum, lalu mengangguk seraya mengusap lembut rahang pria itu.
"Sampai ketemu besok." ucap Andien.
***
Dirga turun dari Honda Accord miliknya dan berjalan ke dalam cafe teranyar yang menjual cairan kopi itu. Ia menyapu tatapannya ke seluruh sisi cafe dan menangkap sosok perempuan yang di carinya sambil berbicara dengan kasir di hadapannya.
"Silahkan pesanannya Kak."
"Cold Brew satu, less ice."
"Tambahan syrup-nya Kak?"
"Oh ga usah itu saja."
"Jadi 41.000 Kak."
Dirga menyerahkan selembar rupiah berwarna biru pada kasir itu.
"Ada card-nya Kak?"
"Ngga ada."
"Baik, ini kembalinya Kak. Terima kasih. Mohon ditunggu sebentar."
"Ya, terima kasih."
Selagi Dirga menunggu kopi tersebut, perempuan yang ia cari tadi mendekatinya.
"Yuk balik, Bang Ari barusan telpon nyuruh pulang sekarang."
"Ok. Lo ga take away apaan gitu Kak?"
"Ga usah, take away cerita lo aja sama siapa itu cewe tadi."
"Yailah, sabar kenapa." ujar Dirga seraya merangkul kakak perempuannya itu.
"Lo yang nyetir ya Kak? Gantian nanti di rest area."
"Hmmm." jawab Nisa seraya mengambil kunci mobil dari tangan adiknya.
"Jadi gimana ceritanya?" tanya Nisa begitu mobil yang mereka kendarai memecah jalanan ibu kota.
Dirga termenung sesaat.
"She's my first love." jawabnya lirih.
"Lo ga pernah terbuka soal kehidupan cinta lo lho Ga... Tapi kalau sekarang lo ga mau terbuka, gue pastiin besok kita semua yang bakal nyidang elo. Lo ga ada cita-cita lapuk sendirian kan?"
"Sialan lo, Kak!"
Nisa terkekeh.
"Dari kapan?" tanya Nisa lagi.
"Baru tadi kok ketemu lagi."
"Maksud gue dari kapan lo cinta dia?"
"Keliatan emang ya gue cinta?"
"Tatapan lo itu ga bisa bohong Ga... Pake acara nyolotin gue pula. Mana gue tau kalau dia inceran lo. Jadi?"
"Hahaha... Sorry, Kak. Kesal aja tadi tau-tau lo bilang banyak yang single. Mmm, dari gue dua belas tahun... Seenggaknya itu yang bisa gue ingat. Hubungan kita baru dimulai sekarang. Dulu nyatain pun gak kesampean."
"Kok bisa? Kenapa?"
"Kayanya lo ga tau dia siapa ya Kak?"
"Siapa emangnya?"
Belum sempat menjawab, notifikasi ponsel Dirga menunjukkan ada pesan baru di sana.
[Baby]
Aku baru sampe.-location sent-[Me]Ok. Besok aku mampir ya.[Baby]Kak... Kalau besok perkiraan sampai sini di atas jam 8 malam, kapan-kapan lagi aja kita ketemuannya ya. Aku sungkan terima tamu cowok malam-malam. Maaf ya Kak...[Me]Ok. Habis magrib inshaaAllah aku sampai.[Baby]Ok. See you then.[Me]Love you.Dirga masih menatap layar ponselnya, berharap Andien membalas kalimat terakhir yang ia kirimkan.
'yah, didiemin gue!'
'ya gila kali tuh cewek kalo sampe bilang love you too!''dan gue berharap dia gila!''sarap!'Dirga mengusap wajahnya kasar, pusing sendiri dengan otaknya yang bising.
"Hahaha, segitunya Ga? beneran jatuh cinta nih kayanya?" ucap Nisa menyadarkan Dirga kembali ke masa kini.
"Ya ampuuun, gue kenapa sih gini amat?" ucap Dirga
"Baru kali ini liat adik cowok gue ini jatuh cinta sampe segitunya. Eh Ga, jadi dia siapa deh?"
Dirga mendesah "Andien tuh anaknya tante Rosi, Kak... Inget gak lo? Dulu kita tinggal selingkungan."
"Yang bapaknya pengurus masjid?"
"Iya."
"Sumpah lo? Bukannya Bapaknya galak abis Ga?"
"Katanya sih gitu. Tapi tadi Andien bilang ga gitu sih, emang default wajah Ayahnya aja begitu modelnya. Intinya, yang pasti dulu ga ada yang berani deketin dia, liat dari jauh doang."
"Makanya lo ga pernah bilang perasaan lo? Cemen!"
"Iya, ga usah diperjelas sih Kak! Sebelum undergraduate trial, gue sempet pulang. Gue udah beli cincin hasil gue ngais rejeki dikit-dikit. Gue pengen bilang perasaan gue, pengen minta dia nunggu gue. Nih cincinnya..."
Dirga memperlihatkan sepasang cincin yang menjadi penghias di kalung hitam yang menggantung di lehernya. Cincin yang sejak perceraiannya selalu ia gunakan kembali.
"Masalahnya pas gue ke rumah dia, ternyata dia udah pindah..." lanjut Dirga lagi.
Nisa mengusap pelan lengan adiknya itu.
"Terus, malam ini tuh kebetulan ketemu Andien lagi?"
"Bukan, Kak. Mempelai pria tuh sepupunya Ian. Tiga bulan yang lalu pas sepupunya itu tunangan, Ian ketemu sama Andien. Lebih tepatnya Kak Ria yang ngenalin Andien. Ya lo tau kan dulu Andien itu sering dititipin di rumah Ian, mainnya sama Kak Ria, makanya Kak Ria inget banget sama Andien. Kak Ria bilang ke Ian, Ian ngasih tau ke gue, termasuk kondisi Andien saat ini."
"Makanya lo tumben-tumbenan balik?"
"Iya Kak."
"Dulu ga pernah nyari Andien?"
"Waktu itu lo tau kan kak kondisi kita? Buat pp London-Indo tuh bukan perkara murah. Beres Master gue balik lagi, nyari dia bareng sama Ian, ga ketemu. Tiga tahun setelahnya gue balik lagi, dan lo inget kejadian di ruang makan malam itu kan? Lo ga kebayang gimana kacaunya gue waktu denger dia nikah. Bahkan gue yang sekarang adalah impian yang gue gapai demi bersama dia."
Dirga menatap kosong, menerawang, mengingat kejadian di malam bertahun yang lalu.
Flashback on
Dirga sedang menyeduh kopi untuk dirinya sendiri, sepertinya dia akan begadang lagi menyelesaikan project receh design rumah untuk seorang temannya.
"Papa inget ga Pak Hamdan dan Bu Rosi?" tanya Mamanya malam itu. Mereka sedang bercakap-cakap di ruang makan sederhana tak jauh dari Dirga yang sibuk dengan kopinya.
"Ingatlah. Siapa yang ga tau beliau, ketua pengurus masjid yang disegani." jawab Papanya.
"Putrinya menikah awal bulan kemarin. Padahal dulu Mama sempet mau minta anak itu jadi mantu salah satu anak kita lho Pa."
'praaang!'
Semua yang di ruangan makan itu melihat ke arah suara, Dirga menjatuhkan gelas berisi kopi panas tepat di depan kakinya.
"Abaaang!" pekik Hana adik Dirga "Diem di situ! Ya ampun! Kak Nisa, tolong P3K sama salep kulit terbakar, Kak!".
Nisa langsung beranjak ke kamarnya mengambil kotak P3K. Irgi si sulung membantu Hana mengambil kain lap basah untuh menyeka kaca-kaca tipis agar tidak melukai Dirga dan siapapun yang bertelanjang kaki di sana.
"Sss... ssiiiapa yang nikah Ma?" tanya Dirga gugup, wajahnya memucat, pias.
"Lo kenapa?" Irgi memegang bahu adiknya yang tampak panik dan pucat.
"Siapa Ma?" tanya Dirga lagi dengan suara parau, dadanya sesak, netranya mulai memanas.
Mamanya yang tadi masih terpaku duduk, berdiri, berjalan perlahan ke arah Dirga, diikuti oleh Papanya - merasa ada yang tidak beres dengan putera ketiga mereka itu.
"Andien, nak." jawab Mamanya pelan.
Awalnya Dirga membeku, tak lama tangannya bergetar, dari kedua sudut matanya mengalir buliran bening, dadanya benar-benar sesak, dia menangis dalam diam.
Tangan yang bergetar itu perlahan menggenggam sepasang cincin yang ia gantungkan di seutas tali hitam di lehernya.
Tubuhnya merendah, terduduk lesu, wajahnya ia benamkan di antara kedua lututnya, bahunya turut bergetar.
Mama dan Papanya tergugu. Segera memeluknya erat, menahan getaran isak sunyi sang putera yang seolah menunggu untuk luluh lantah.
Mereka semua yang ada di ruangan itu tau, ada kisah yang selama ini disembunyikan sang Elang.
'Terlambat!' batin Dirga saat itu.
Flashback off
Dirga memejamkan netranya, menghembuskan napas perlahan mengingat betapa pilunya saat kejadian di masa lalu itu berputar kembali di ingatannya. Bahkan saat ini pun kedua netranya terasa panas, dadanya masih terasa sesak kala memori itu berkelebat kembali. Bertahun-tahun mencintai dalam diam, bertahun kemudian mencari keberadaannya, pada akhirnya tak jua mampu dimiliki.
Dirga mencoba kembali ke masa kini, menikmati alunan lagu yang berasal dari audio system mobilnya, sambil menyadari betapa hatinya begitu terikat dengan satu nama... Andien.
Going back to the corner where I first saw you
Gonna camp in my sleeping bag I'm not gonna moveGot some words on cardboard, got your picture in my handSaying, "If you see this girl can you tell her where I am?"Some try to hand me money, they don't understand
I'm not broke - I'm just a broken-hearted manI know it makes no sense but what else can I do?How can I move on when I'm still in love with you?'Cause if one day you wake up and find that you're missing me
And your heart starts to wonder where on this earth I could beThinking maybe you'll come back here to the place that we'd meetAnd you'll see me waiting for you on the corner of the streetSo I'm not moving, I'm not movingPoliceman
says, "Son, you can't stay here."I said, "There's someone I'm waiting for if it's a day, a month, a year.Gotta stand my ground even if it rains or snows.If she changes her mind this is the first place she will go."'Cause if one day you wake up and find that you're missing me
And your heart starts to wonder where on this earth I could beThinking maybe you'll come back here to the place that we'd meetAnd you'll see me waiting for you on the corner of the streetSo I'm not moving, I'm not moving,I'm not moving, I'm not movingPeople talk about the guy that's waiting on a girl, oh ohh
There are no holes in his shoes but a big hole in his world, hmmAnd maybe I'll get famous as the man who can't be movedMaybe you won't mean to but you'll see me on the newsAnd you'll come running to the corner'Cause you'll know it's just for youI'm the man who can't be movedI'm the man who can't be moved'Cause if one day you wake up and find that you're missing me
And your heart starts to wonder where on this earth I could beThinking maybe you'll come back here to the place that we'd meetAnd you'll see me waiting for you on the corner of the street'Cause if one day you wake up and find that you're missing me
(So I'm not moving)And your heart starts to wonder where on this earth I could be(I'm not moving)Thinking maybe you'll come back here to the place that we'd meet(I'm not moving)And you'll see me waiting for you on the corner of the street(I'm not moving)Going back to the corner where I first saw you
Gonna camp in my sleeping bag, I'm not gonna move(The Script – The Man Who Can't Be Moved)
Setelah memporak-porandakan ruang keluarga, Andien dan Dirga melanjutkan ronde kedua percintaan mereka di master bedroom rumah itu. Berbeda dengan ruangan lantai dasar yang di desain polos dengan gradasi warna cream ke putih di setiap dindingnya, lantai dua yang berisikan kamar-kamar para anggota keluarga dan sebuah ruang serbaguna, dinding-dindingnya berlukiskan hasil karya Edo – adik ipar Dirga. Wall mural yang kini menjadi salah satu order terbesar di perusahaan desain milik Dirga dan kawan-kawan memang membuat level hunian menjadi lebih nyaman dan terkesan mewah. Kamar Andien dan Dirga didominasi furniture yang terbuat dari kayu berwarna putih tulang, sementara untuk pernak pernik dan ornamen-ornamen pemanis - warna yang dipilih Dirga adalah warna-warna pastel sep
Tahun keenam pernikahan Dirga dan Andien.Dirga memeluk sang istri dari belakang, menempelkan bibirnya di daun telinga Andien.“Sudah siap?”Andien terkekeh geli.“Norak tau, Kak!”
“Sayang...” panggil Dirga saat Andien sedang merapihkan pakaian mereka ke dalam walk in closet.“Apa?”“Sini sebentar.”Andien menghentikan kegiatannya, lalu bergabung bersama Dirga di atas ranjang mereka.“Ada apa?”
Seperti biasa, Andien terbangun dari tidurnya di jam yang sama setiap malam. Yang berbeda, malam itu Dirga tak ada di sisinya, juga tak nampak di seantero kamar mereka. Andien beranjak dari ranjang, melangkah perlahan mendekati pintu penghubung kamar itu dengan ruang kerja Dirga, pendar cahaya masih nampak menembus celah antara pintu dengan lantai kayu rumah mereka.“Sayang?” tegur Andien saat mendapati suaminya yang duduk termenung seraya menyapukan ibu jari di pinggiran mug.“Hey, baby...”“Kok ga tidur?”
Dirga sekeluarga menyempatkan diri untuk pulang ke Indonesia ketika Summer Break. Jadwal pulang Dirga yang sebelum menikah mengikuti kalender islam – yaitu saat puasa Ramadhan, kini bergeser mengikuti libur anak-anaknya yang masih berstatus pelajar.Saat ini mereka sedang menghadiri acara pertunangan sepupu Dirga di salah satu ballroom hotel berbintang di Jakarta. Dirga yang memiliki prinsip untuk membopong semua anak-anaknya ke setiap acara keluarga sontak menjadi perhatian utama kerabat-kerabatnya selain pasangan calon mempelai.
“Kak...” sapa Andien seraya melangkah masuk ke kamar mereka. Andien mengambil pijakan kaki dari bawah meja riasnya, mendekat pada Dirga sebelum akhirnya meletakkan benda itu dan naik ke atasnya – hendak memasangkan dasi untuk sang suami. “Ada meeting ya hari ini?” “Iya. Mau ada tender lagi, sayang.”