Home / Romansa / TAKLUK DI PELUKANNYA / BAB 13 - RATU DI PAPAN CATUR

Share

BAB 13 - RATU DI PAPAN CATUR

Author: awaaasky
last update Huling Na-update: 2025-04-19 00:35:44

Setelah pertemuan siang itu, berita tentang skandal akademik langsung tersebar seperti api yang menyambar hutan kering. Nama Pak Darmawan terpampang di media lokal, dituduh memanipulasi sistem penilaian dan menyalahgunakan wewenang. Elsa? Menghilang tanpa jejak.

Auryn berdiri di balkon lantai dua apartemen Lucien malam itu, menatap kota yang ramai di bawah. Hatinya nggak tenang. Bukan karena takut... tapi karena dia tahu, ini baru permulaan.

“Besok, mereka bakal balas,” gumam Lucien dari belakangnya.

Auryn menoleh, wajahnya kini dingin seperti batu es. “Biarin. Aku udah siap.”

Lucien berjalan pelan, berdiri tepat di sebelah Auryn. “Kamu tahu siapa yang mulai gerak?”

Auryn menatapnya dalam. “Siapa?”

“Alena. Sepupu kamu yang selama ini diem. Dia mulai kumpulin orang dari lingkaran luar. Dia punya ambisi buat ambil alih semua koneksi yang dulu kamu punya.”

Auryn mendengus pelan. “Jadi selama ini dia cuma nunggu aku jatuh.”

“Dan sekarang kamu berdiri lagi. Itu artinya, kamu ancaman.”

Kees
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 34

    Auryn dan Lucien berjalan cepat di sepanjang lorong gelap itu, keringat dingin mengalir di wajah mereka. Auryn menuntun Lucien, yang masih limbung akibat suntikan dari Hilman. Walaupun tubuhnya sudah bisa bergerak, matanya masih tampak kabur dan ia kesulitan untuk berdiri tegak."Tahan, Lucien. Lo bisa bertahan sedikit lagi," bisik Auryn, sambil merangkulnya untuk memberi dukungan.Lucien mengangguk, meski tubuhnya terasa berat dan penuh rasa sakit. "Kita harus keluar dari sini, Auryn... secepatnya."Namun, mereka baru saja melangkah lebih jauh ketika suara berat dan penuh kebencian itu kembali terdengar di belakang mereka."Kalian pikir kalian bisa kabur dari sini? Tidak ada yang bisa kabur dari gue."Auryn menoleh cepat, mengeluarkan semprotan lada lagi, siap jika Hilman muncul. Namun, yang dia lihat justru sebuah bayangan besar, yang bergerak cepat mendekat.Hilman, dengan tubuhnya yang tampak lebih kuat dari sebelumnya, melangkah perlahan. Matanya bersinar dengan kebencian yang me

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 33

    Malam menua dalam diam yang memekakkan telinga. Hujan telah reda, tapi udara tetap lembap. Seolah dunia menahan napasnya, menunggu badai lain yang akan datang.Auryn tak bisa tidur. Mata dan tubuhnya lelah, tapi pikirannya menolak berhenti. Setiap bayangan, setiap rekaman yang muncul di flashdisk tadi siang masih terpatri kuat. Rasanya seperti kulitnya dibuka paksa, dipajang, ditertawakan.Dia memeluk lutut di atas ranjang. Lampu tidur menyala redup. Lucien duduk di kursi, tepat di depan pintu kamar. Dada bidangnya naik-turun perlahan, namun tatapan matanya tak pernah lepas dari sekeliling.Dia berjaga.Bukan karena tidak percaya pada sistem keamanan, tapi karena kini dia tahu—musuh mereka sudah lebih dari sekadar ancaman virtual. Dia hadir. Nyata. Bernapas di udara yang sama. Mungkin... bahkan lebih dekat dari yang mereka pikirkan.“Lu tidur aja,” bisik Auryn pelan, suaranya nyaris tak terdengar.Lucien menggeleng. “Nggak bisa. Gue nggak akan bisa tidur kalau lo belum aman sepenuhnya

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 32

    Setelah Sasha diamankan oleh pihak keamanan apartemen dan ditangani oleh pihak berwenang, suasana di antara Auryn dan Lucien sempat terasa lega. Tapi rasa lega itu tak berlangsung lama.Lucien duduk di ruang kerja, memandangi layar laptop yang menunjukkan rekaman CCTV dari sekitar apartemennya. Sejak kejadian surat ancaman, dia meningkatkan keamanan, menambah kamera tersembunyi, dan meminta timnya untuk mengecek semua gerak-gerik yang mencurigakan.Namun ada satu hal yang tidak dia perkirakan—bahwa seseorang lain, di luar Sasha, telah mengikuti gerakan mereka jauh sebelum ancaman itu datang.“Auryn…” panggilnya pelan.Auryn yang tengah mengganti baju di kamar tidur langsung menghampirinya. “Kenapa?”Lucien menunjuk layar. “Lihat ini.” Dia memutar rekaman dari seminggu lalu. Terlihat seorang pria berjaket hitam, mengenakan hoodie dan masker, berdiri di seberang jalan tepat menghadap apartemen mereka. Si pria berdiri diam selama 15 menit, lalu pergi tanpa jejak.“Itu bukan Sasha,” gumam

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 31

    Auryn duduk mematung di kursi kayu ruang tamu, jemarinya gemetar menggenggam ponsel. Kata-kata terakhir dari penelepon tadi masih terngiang di telinganya: “Kalau kamu masih berani deket-deket Lucien, kamu bakal tahu rasanya kehilangan segalanya.”Itu bukan sekadar ancaman biasa. Ada nada serius, familiar, dan penuh kebencian dalam suara itu. Auryn tahu, permainan ini mulai masuk ke level yang jauh lebih berbahaya. Tapi bukan Auryn Vale kalau dia mundur.Langkah kaki berat terdengar dari arah dapur. Lucien muncul dengan hoodie kelabu dan rambut sedikit basah, tanda baru saja mencuci wajah. Tatapannya langsung jatuh pada wajah pucat Auryn.“Ada apa lagi?” tanya Lucien serak. “Wajah kamu kayak baru ketemu hantu.”Auryn menoleh, berusaha tersenyum, tapi matanya tak bisa menyembunyikan kekalutan. “Cuma kecapekan,” jawabnya pelan. “Aku tidur dulu ya.”Lucien menghalangi jalannya sebelum Auryn sempat berdiri. Tangannya menggenggam pergelangan tangan Auryn. “Jangan bohong lagi. Kali ini, aku

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 30

    Langit malam menurunkan hujan gerimis yang menampar pelan jendela apartemen Auryn. Di dalam ruangan yang temaram, ia berdiri di depan jendela, menatap lampu kota yang berpendar redup di balik tirai air. Wajahnya tanpa ekspresi, tapi matanya menyiratkan badai yang tak berhenti berkecamuk.Lucien belum pulang. Biasanya dia akan mengirim pesan setiap dua jam, setidaknya, tapi sejak tadi pagi—tidak ada satu pun kabar. Auryn menahan desakan rasa khawatir yang perlahan menjelma jadi amarah. Bukan karena dia cemas, tapi karena dia tahu… Lucien sedang menyembunyikan sesuatu.Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Bukan dari Lucien, tapi dari nomor tak dikenal.“Kalau kamu ingin tahu di mana Lucien, datanglah ke tempat pertama kalian bertemu.”Nada suara di seberang terdengar datar dan penuh ancaman.Auryn menatap layar ponsel dengan tatapan dingin. Dia menutup ponselnya, mengambil jaket kulit dan pisau lipat kecil yang selalu dia simpan di laci meja. Hatinya sudah waspada, tapi langkah kakinya mantap.

  • TAKLUK DI PELUKANNYA   BAB 29

    Langit malam itu seperti ikut menjerit dalam diam, seolah menyembunyikan rahasia yang terlalu gelap untuk dibeberkan. Auryn berdiri di balik tirai kamar hotel yang mewah, memandangi kelap-kelip kota yang tak pernah tidur. Di tangannya, ponsel bergetar tanpa henti. Pesan-pesan dari orang-orang yang ia tahu tidak benar-benar peduli terus berdatangan.Lucien baru saja keluar dari kamar mandi, rambutnya basah dan kausnya menempel di tubuhnya yang dingin. Tatapannya langsung tertuju pada Auryn yang tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri."Kamu nggak bisa terus begini, Auryn," ucap Lucien pelan, namun cukup tegas.Auryn tidak menoleh, hanya menjawab lirih, "Aku nggak bisa tenang, Lucien. Semua ini... terlalu cepat. Semuanya berubah."Lucien mendekat, lalu memeluknya dari belakang. Pelukan yang seharusnya menenangkan, tapi justru membuat hati Auryn makin terasa sesak."Mereka mulai mencariku lagi. Ada yang ngikutin kita di hotel ini. Tadi aku lihat dari lobi, ada dua orang yang keliatanny

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status